Belum diketahui bagaimana respons kekebalan tidak mendeteksi adanya invasi ini, tetapi kemungkinan akan membuat virus sulit dihilangkan dari otak.
Meski ada sedikit sel kekebalan yang berkumpul di tempat infeksi, neuron yang sekarat di dekatnya dapat memicu reaksi berantai dalam sistem saraf yang masih menyebabkan peradangan berbahaya.
Akhirnya, dalam percobaan tikus, penulis memodifikasi satu kelompok tikus secara genetik untuk mengekspresikan reseptor ACE2 manusia di otak, sementara kelompok tikus lain hanya membawa reseptor di paru-paru.
Kelompok tikus pertama dengan cepat mengalami penurunan berat badan dan mati dalam waktu enam hari, sedangkan kelompok kedua tidak mengalaminya dan bertahan.
Selain itu, pada tikus dengan infeksi otak, susunan pembuluh darah di otak berubah secara dramatis, mungkin untuk mengarahkan darah yang kaya nutrisi ke 'titik panas aktif secara metabolik' di mana virus telah mengambil alih, tulis peneliti.
Tahap selanjutnya
Studi organoid dan tikus memberikan petunjuk tentang seberapa mematikan SARS-CoV-2 jika mencapai otak. Tapi sekarang, ilmuwan harus melihat apakah hasil yang sama terbawa ke manusia.
"Setiap sistem eksperimental memiliki batasannya sendiri," tambah Iwasaki.
Misalnya, infeksi Covid-19 dapat berkembang secara berbeda pada tikus daripada pada manusia, dan sementara organoid agak menyerupai otak mini, mereka tidak mengandung sel kekebalan atau pembuluh darah seperti organ berukuran penuh.
Baca Juga: FEB Untan Lockdown, Seorang Dosen Positif Virus Corona
"Pada manusia, virus tidak langsung masuk ke otak seperti percobaan pada tikus," jelas Dr. Maria Nagel, profesor neurologi dan oftalmologi di Fakultas Kedokteran Universitas Colorado.
Para ilmuwan perlu memeriksa lebih banyak jaringan pasien Covid-19 yang diautopsi untuk menentukan apakah temuan ini akan terjadi pada kelompok yang lebih besar.
Terlebih lagi, ilmuwan masih perlu mencari tahu bagaimana virus menyelinap ke otak.
Iwasaki setuju bahwa virus dapat menyerang otak melalui hidung, atau mungkin masuk melalui aliran darah dengan meliintasi daerah penghalang darah ke otak yang terganggu, hingga dinding jaringan yang biasanya memisahkan jaringan otak dari darah yang bersirkulasi dan hanya memungkinkan zat tertentu masuk.
Mempelajari rute yang diambil virus ke otak akan menjadi kunci untuk mencegah dan mengobati infeksi, kata para penulis.
Berita Terkait
Terpopuler
- Terungkap! Kronologi Perampokan dan Penculikan Istri Pegawai Pajak, Pelaku Pakai HP Korban
- 5 Rekomendasi Motor yang Bisa Bawa Galon untuk Hidup Mandiri Sehari-hari
- 5 Bedak Padat yang Bagus dan Tahan Lama, Cocok untuk Kulit Berminyak
- 5 Parfum Aroma Sabun Mandi untuk Pekerja Kantoran, Beri Kesan Segar dan Bersih yang Tahan Lama
- 7 Pilihan Sepatu Lokal Selevel Hoka untuk Lari dan Bergaya, Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Jenderal TNI Muncul di Tengah Konflik Lahan Jusuf Kalla vs GMTD, Apa Perannya?
-
Geger Keraton Solo: Putra PB XIII Dinobatkan Mendadak Jadi PB XIV, Berujung Walkout dan Keributan
-
Cetak 33 Gol dari 26 Laga, Pemain Keturunan Indonesia Ini Siap Bela Garuda
-
Jawaban GoTo Usai Beredar Usul Patrick Walujo Diganti
-
Waduh, Rupiah Jadi Paling Lemah di Asia Lawan Dolar Amerika Serikat
Terkini
-
Waspada "Diabesity", Mengapa Indonesia Jadi Sarang Penyakit Kombinasi Diabetes dan Obesitas?
-
Gaya Hidup Modern Picu Kelelahan, Inovasi Wellness Mulai Dilirik Masyarakat Urban
-
Rahasia Anak Tumbuh Percaya Diri dan Kreatif, Jessica Iskandar Beberkan Kuncinya
-
BRIN Uji Rokok Elektrik: Kadar Zat Berbahaya Lebih Rendah, Tapi Perlu Pengawasan
-
Sering Luput Dari Perhatian Padahal Berbahaya, Ketahui Cara Deteksi dan Pencegahan Aritmia
-
Vape Bukan Alternatif Aman: Ahli Ungkap Risiko Tersembunyi yang Mengintai Paru-Paru Anda
-
Kesehatan Perempuan dan Bayi jadi Kunci Masa Depan yang Lebih Terjamin
-
8 Olahraga yang Efektif Menurunkan Berat Badan, Tubuh Jadi Lebih Bugar
-
Cara Efektif Mencegah Stunting dan Wasting Lewat Nutrisi yang Tepat untuk Si Kecil
-
Kisah Pasien Kanker Payudara Menyebar ke Tulang, Pilih Berobat Alternatif Dibanding Kemoterapi