Suara.com - Breathalyzer biasanya digunakan untuk mendeteksi kandungan alkohol dalam tubuh seseorang melalui hembusan napas.
Namun sebuah perusahaan teknologi di California, Amerika Serikat mengatakan bukan tak mungkin alat ini digunakan untuk mendeteksi virus, termasuk virus Corona penyebab Covid-19.
Dilansir VOA Indonesia, CEO Hound Labs Mike Lynn mengatakan mengubah dan memperbaiki teknologi yang sama mungkin dapat membuat breathalyzer sebagai salah satu senjata dalam perang melawan COVID-19.
Sebelumnya, penelitian penggunaan breathalyzer sedang diperluas untuk bisa mendeteksi marijuana alias ganja.
"Kami telah menghabiskan enam tahun terakhir ini dan sekitar 50 juta dolar dalam penelitian dan pengembangan untuk membuat sejumlah teknologi penganalisis napas yang cukup unik yang memungkinkan kami untuk mengambil dan menganalisis napas dengan cara sedemikian rupa sehingga kami dapat mendeteksi konsentrasi molekul-molekul yang sangat kecil," tutur Mike Lynn.
Hound Labs melakukan uji coba pada sekitar 50 orang. Lebih dari 30 partisipan positif terjangkit COVID-19 setelah menjalani uji usap bagian dalam hidung, tetapi hanya tujuh atau delapan orang yang dinyatakan positif mengidap virus corona itu oleh breathalyzer.
Lynn menambahkan bahwa ke depannya, alat breathalyzer ini bisa jadi menjadi sarana pencegahan virus Corona dari orang-orang tanpa gejala.
"Dan ini benar-benar konsisten dengan apa yang kami ketahui mengenai penyebar super atau super spreader, di mana sekitar 20 persen orang dengan COVID-19 dapat menularkannya dengan sangat, sangat luas ke puluhan orang, sedangkan yang 80 persen lainnya tidak menularkannya sama sekali atau menyebarkan secara sangat minimal," tutur Lynn.
Lynn mengakui bahwa hal tersebut baru merupakan suatu pendahuluan, tetapi ia menyebutkan dampak awalnya sangat besar.
Baca Juga: Prof Yuwono : Saran ke Gubernur Sumsel Kejar Tes 1.000 Orang/Hari
Sementara para ilmuwan berupaya untuk memberantas virus dan membuat suatu vaksin, Lynn mengatakan breathalyzer dapat membantu pelacak kontak mengidentifikasi orang-orang yang paling berisiko membuat orang lain sakit.
Berita Terkait
-
Diam-diam Donald Trump Pernah Kirim Tes COVID-19 kepada Vladimir Putin
-
Dharma Pongrekun: Mengapa Tes PCR Harus Dicolok-colok ke Hidung?
-
Cegah Varian XBB Meluas, Reisa Broto Minta Tes Covid-19 Kembali Digalakkan
-
Hal yang Diperbolehkan dan Dilarang saat Nonton Piala Dunia 2022 Langsung di Qatar, Jangan Coba-coba Melanggar
-
Mantap! Nonton Piala Dunia 2022 di Qatar Bisa Lepas Masker
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental
-
Dari Alat Medis hingga Kesehatan Digital, Indonesia Mempercepat Transformasi Layanan Kesehatan
-
Fenomena Sadfishing di Media Sosial, Bagaimana Cara Mengatasinya?
-
5 Kesalahan Umum Saat Memilih Lagu untuk Anak (dan Cara Benarnya)
-
Heartology Cetak Sejarah: Operasi Jantung Kompleks Tanpa Belah Dada Pertama di Indonesia