Suara.com - Sebuah bakteri yang baru ditemukan diduga menjadi penyebab hidrosefalus pada bayi. Menurut studi baru, bakteri ini 'bekerja sama' dengan virus untuk menyebabkan gangguan otak tersebut.
Gangguan otak hidrosefalus terjadi ketika adanya penumpukan cairan yang tidak normal di rongga otak. Jika tidak diobati sebelum anak berusia 2 tahun, kondisinya akan meningkatkan ukuran kepala, yang menyebabkan kerusakan otak.
Mayoritas dari penderita akan meninggal, sedangkan yang lainnya akan menjadi cacat fisik atau kognitif, demikian dilansir dari Live Science.
Setiap tahunnya, sekitar 400.000 kasus baru terdiagnosis pada bayi di seluruh dunia, tulis penelitian yang terbit di jurnal Science Translantional Medicine, pekan lalu.
Namun, sampai sekarang ilmuwan belum mengetahui secara pasti mikroba apa yang menginfeksi bayi, mengingat setengah dari kasus hidrosefalus terjadi setelah adanya infeksi. Gangguan ini dikenal sebagai 'hidrosefalus pasca infeksi'.
Berangkat dari masalah ini, sekelompok peneliti internasional melakukan studi untuk memahami apa yang dapat menyebabkan hidrosefalus.
Diketuai oleh peneliti senior Steven J. Schiff, profesor ilmu teknik dan mekanik, bedah saraf dan fisika di Penn State, penelitian dilakukan di rumah sakit CURE Children's di Uganda.
Rumah sakit tersebut selama hampir 20 tahun telah menangani ribuan kasus hidrosefalus pada anak-anak.
Schiff dan timnya menganalisis darah dan cairan serebrospinal dari 100 bayi di bawah 3 bulan. Sejumlah 64 pasien di antaranya mengalami hidrosefalus pasca infeksi.
Baca Juga: Hormati Rekan yang Alami Kerusakan Otak, Van de Beek Pilih Jersey Nomor 34
Mereka mengirim sampel ke dua laboratorium berbeda untuk sekuensing DNA dan RNA, untuk mencari kemungkinan jejak materi genetik dari bakteri, virus, jamur dan parasit.
Mereka menemukan, banyak sampel dari pasien dengan hidrosefalus yang disebabkan infeksi mengandung bakteri 'aneh', yang masuk dalam strain Paenibacillus thiaminolyticus.
Penelitian juga menemukan beberapa bayi yang menderita hidrosefalus telah terinfeksi virus umum yang disebut cytomegalovirus (CMV).
Virus ini ditemukan pada 18 dari 64 sampel darah dari bayi dengan hidrosefalus pasca infeksi dan pada 9 dari 35 bayi dengan hidrosefalus bukan karena infeksi. CMV juga ditemukan pada sampel cairan serebrospinal dari 8 bayi dengan hidrosefalus pasca infeksi.
CMV ditemukan di seluruh dunia dan dapat menyebabkan gejala serius pada bayi, seperti kerusakan otak, kejang dan gagal tumbuh.
Di sisi lain, asal muasal bakteri masih misterius. Walau mungkin ditemukan di tanah atau air, Schiff mengatakan masih diperlukan studi lebih lanjut untuk mengetahui secara pasti di mana bakteri hidup.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Body Lotion di Indomaret untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Rawat Garis Penuaan
- 7 Rekomendasi Lipstik Transferproof untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp20 Ribuan
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 14 November: Ada Beckham 111, Magic Curve, dan Gems
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 6 Tablet RAM 8 GB Paling Murah untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp2 Jutaan
Pilihan
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
-
Catatan Gila Charly van Oosterhout, Pemain Keturunan Indonesia di Ajax: 28 Laga 19 Gol
-
Daftar 611 Pinjol Ilegal Terbaru Update Satgas PASTI OJK: Ada Pindar Terkenal
-
Bobibos Ramai Dibicarakan! Pakar: Wajib Lolos Uji Kelayakan Sebelum Dijual Massal
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
Terkini
-
5 Buah Tinggi Alkali yang Aman Dikonsumsi Penderita GERD, Bisa Mengatasi Heartburn
-
Borobudur Marathon Jadi Agenda Lari Akhir 2025
-
Waspada Konsumsi Minuman Soda Diet, Temuan Terbaru Sebut Risiko Penyakit Hati Naik hingga 60%
-
Inovasi Kedokteran Gigi yang Siap Ubah Layanan Kesehatan Mulut Indonesia
-
Waspada "Diabesity", Mengapa Indonesia Jadi Sarang Penyakit Kombinasi Diabetes dan Obesitas?
-
Gaya Hidup Modern Picu Kelelahan, Inovasi Wellness Mulai Dilirik Masyarakat Urban
-
Rahasia Anak Tumbuh Percaya Diri dan Kreatif, Jessica Iskandar Beberkan Kuncinya
-
BRIN Uji Rokok Elektrik: Kadar Zat Berbahaya Lebih Rendah, Tapi Perlu Pengawasan
-
Sering Luput Dari Perhatian Padahal Berbahaya, Ketahui Cara Deteksi dan Pencegahan Aritmia
-
Vape Bukan Alternatif Aman: Ahli Ungkap Risiko Tersembunyi yang Mengintai Paru-Paru Anda