Suara.com - Diet menjadi salah satu jalan keluar bagi mereka yang ingin menurunkan berat badan. Tapi, sebelum memilih jenis diet yang akan dilakukan, ada baiknya Anda mencari informasi lebih dulu mengenai penerapan diet tersebut agar efektif dalam mencapai tujuan. Karena salah menerapkan diet, kesehatan Anda bisa jadi taruhannya.
Berikut dua jenis diet yang lebih aman jika diterapkan sebentar, dan sebaiknya tidak dilakukan dalam jangka panjang, menurut dokter spesialis gizi klinik dari RS Pondok Indah - Pondok Indah, dr. Juwalita Surapsari, SpGK, dalam webinar "Weight Loss Diet: Mana yang Terbaik?", Rabu (14/10/2020), dikutip dari Antara.
1. Diet Keto
Diet keto yang sempat populer belakangan ini adalah salah satu yang aman bila dilakukan dalam jangka pendek, yakni mulai dari periode tiga pekan hingga 6-12 bulan.
Dikatakan dr. Juwalita, diet keto bisa menstimulasi fat loss dan memperbaiki metabolisme tubuh. Ia menjelaskan bahwa pada jangka waktu tiga hingga enam bulan, berat badan memang bisa lebih cepat turun saat menjalani diet keto dibandingkan diet konvensional. "Tapi pada 12 bulan tidak berbeda (hasilnya)," katanya.
Berat badan bisa cepat turun sebab rasa lapar berkurang berkat asupan protein yang bersifat lebih menyenangkan. Selain itu, pembakaran lemak lebih tinggi dan penumpukan lemak lebih sedikit. Pada diet keto, metabolisme meningkat karena tubuh membentuk gula di dalam tubuh dan efek termis protein yang tinggi.
Namun ia mewanti-wanti agar diet keto diterapkan dengan asupan protein normal dan tidak berlebihan. Begitu juga dengan pemilihan lemak. Jika makanan yang dipilih ternyata tinggi lemak jenuh serta kolesterol, justru meningkatkan risiko penyumbatan pembuluh darah karena kolesterol LDL meningkat.
Risiko juga bisa hadir bila Anda memilih tidak mengonsumsi sayur mayur, buah, kacang-kacangan, dan whole grain tidak dikonsumsi dengan alasan ingin asupan rendah karbohidrat. Sebab, makanan-makanan itu mengandung serat yang bermanfaat melindungi kesehatan jantung dan pembuluh darah. Kurangnya konsumsi serat juga dapat menimbulkan sulit buang air besar.
2. Diet intermitten fasting
Ada beberapa cara puasa yang bisa dilakukan, yakni puasa dua hari dalam sepekan, puasa 24 jam dalam 1-3 hari tiap pekan, atau mengonsumsi kalori hanya pada periode 8-12 jam per hari.
Metode ini membuat orang lebih leluasa karena tidak ada pembatasan pilihan makanan. Ini pun efektif untuk orang yang ingin menurunkan berat badan dalam waktu singkat. Penurunan berat badan bisa mencapai 2,5 hingga 9,9 persen, sudah termasuk massa lemak.
Baca Juga: Enaknya Kebangetan, Ternyata 5 Menu Makanan Ini Cocok untuk Diet
Namun intermitten fasting tak mudah dilakukan, sehingga banyak orang yang menyerah untuk menjalankannya terus-menerus. Selain itu, intermitten fasting juga tidak dianjurkan pada orang dengan diabetes berisiko hipoglikemia.
"Pada dasarnya orang menjadi gemuk karena ada surplus energi," kata dr. Juwalita. Asupan energi dari makanan yang jauh lebih banyak dari energi yang dikeluarkan menimbulkan kegemukan.
Selain dari aktivitas fisik seperti olahraga, energi dipakai tubuh untuk laju metabolisme dasar. Semakin tua seseorang, pembakaran kalori pun melambat sehingga semakin sulit untuk menurunkan berat badan.
Pemilihan makanan yang disantap juga penting. Juwalita juga menjelaskan soal efek termis makanan, yakni energi yang dibutuhkan tubuh untuk proses metabolisme. Protein dan makanan yang tidak mengalami banyak proses olahan memberikan efek termis yang lebih tinggi ketimbang karbohidrat dan lemak. Jadi, energi yang dikeluarkan pun semakin besar.
"Jadi tidak semata-mata mengurangi asupan makanan dan olahraganya dikencengin," kata dia. Ia menyarankan orang-orang untuk memilih diet yang bisa dilakukan dalam jangka panjang serta menerapkan defisit kalori.
Jangan pilih diet yang memberi iming-iming berat badan turun tanpa perlu olahraga, sebab diet harus diimbangi dengan olahraga yang benar. Bila perlu, konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan perencanaan makanan yang sesuai dengan kondisi Anda.
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
Pilihan
-
Jaminan Laga Seru! Ini Link Live Streaming Bayern Munchen vs Chelsea
-
Kendal Tornado FC vs Persela Lamongan, Manajemen Jual 3.000 Tiket
-
6 Rekomendasi HP Murah Rp 3 Jutaan dengan Kamera Terbaik September 2025
-
Wakil Erick Thohir Disebut jadi Kandidat Kuat Menteri BUMN
-
Kursi Menteri BUMN Kosong, Siapa Pengganti Erick Thohir?
Terkini
-
Pentingnya Cek Gula Darah Mandiri: Ini Merek Terbaik yang Banyak Dipilih!
-
Prestasi Internasional Siloam Hospitals: Masuk Peringkat Perusahaan Paling Tepercaya Dunia 2025
-
Anak Bentol Setelah Makan Telur? Awas Alergi! Kenali Gejala dan Perbedaan Alergi Makanan
-
Alergi Makanan Anak: Kapan Harus Khawatir? Panduan Lengkap dari Dokter
-
Pijat Bukan Sekadar Relaksasi: Cara Alami Menjaga Kesehatan Fisik dan Mental
-
3.289 Kasus Baru Setiap Tahun: Mengenal Multiple Myeloma Lebih Dekat Sebelum Terlambat
-
Konsistensi Lawan Katarak Kongenital, Optik Ini Raih Penghargaan Nasional
-
Apa Itu HB Dosting Hexyl? Doktif Klaim Hexylresorcinol Pengganti Hydroquinone
-
Perempuan Wajib Tahu! 10.000 Langkah Sederhana Selamatkan Tulang dari Pengeroposan
-
Kemenkes Catat 57 Persen Orang Indonesia Sakit Gigi, Tapi Cuek! Ini Dampak Ngerinya Bagi Kesehatan