Suara.com - Selebgram Ayu Wulantari bunuh diri di Hotel Rose Inn Jimbaran, Bali pada Sabtu (28/11/2020) lalu. Kabar yang beredar, wanita kelahiran Singaraja, 18 Juli 1997 ini bunuh diri karena putus cinta. Aksi bunuh diri selebgram Ayu Wulantari juga sempat menggegerkan media sosial, selepas video tubuhnya yang terkulai dan bersimbah darah beredar.
Menanggapi hal itu, psikolog klinis Veronica Adesla mengatakan perilaku bunuh diri di usia remaja ini erat kaitannya dengan gangguan Major Depressive Disorder (MDD), berarti ada depresi di mana kondisinya sudah sangat parah.
“Umumnya orang ini akan mengalami moodnya tidak semangat, putus asa, merasa hidupnya tidak bermakna hingga berpikiran untuk apa hidup,” ujar Veronica kepada Suara.com saat dihubungi melalui seluler, Senin (30/11/2020).
Lebih lanjut, kata dia, jika ditanya penyebabnya, ada banyak hal seperti penolakan dari lingkungan, dikucilkan, dan termasuk karena putus cinta. Untuk penanganannya itu berada pada lingkungan pertemanan dan keluarga.
“Remaja ini berani berpikir bunuh diri karena belum bisa mengelola psikis dengan baik, maka mood orang ini terus berada paling buruk sehingga menjadi menutup diri, dan muncul rasa tidak berharga untuk hidup, hingga mengalami putus asa berat,” jelasnya.
Veronica menambahkan penanganannya orangtua harus memiliki kepekaan terhadap anaknya, misalnya kalau diajak ngobrol tidak mau dan sulit diajak bersosialisasi, maka peran orangtua perlu lebih aktif dengan cara mendekati dan memastikan anak ini menjalankan pola hidup dengan semestinya.
“Identifikasi lebih awal itu lebih baik, orangtua perlu menjadi pendengar yang baik, bila perlu jangan dikasih nasihat lebih dulu. Orangtua harus lebih hati-hati dalam menangani anaknya jika terjadi seperti ini,” bebernya.
Orangtua juga bisa mengajak anaknya yang tengah mengalami depresi untuk olahraga bersama, atau jalan-jalan bareng, kemudian mulai ajak ngobrol dan hindari judgment. Itulah langkah-langkah yang perlu mendukung dan support terus anak.
Tak hanya itu, bagi remaja yang mengalami depresi juga disarankan untuk mencari teman, kerabat atau anggota keluarga yang bisa dipercaya dan bisa menjadi pendengar yang baik. Itulah yang paling utama harus dilakukan jika mengalami down.
Baca Juga: Curhat Putus Cinta di Lapak Olshop, Kisah Perempuan Ini Bikin Ikut Sedih
“Atau mungkin bisa mencari komunitas, dan bisa mencari psikolog, baik bisa melalui video call atau melalui chatting, atau bisa janjian bertemu, karena sekarang sudah banyak jasa psikolog yang menawarkan hal tersebut dan itu bisa dimanfaatkan oleh remaja,” tutupnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Operasi Zebra 2025 di Sumut Dimulai Besok, Ini Daftar Pelanggaran yang Disasar
- 8 Mobil Bekas Sekelas Alphard dengan Harga Lebih Murah, Pilihan Keluarga Besar
- 5 Mobil Keluarga Bekas Paling Dicari 2025, Murah dengan Performa Mumpuni
- 5 Mobil Sedan Bekas Pajak Murah dan Irit BBM untuk Mahasiswa
- 5 Rekomendasi Smartwatch Selain Apple yang Bisa QRIS MyBCA
Pilihan
-
Aksi Jatuh Bareng: Rupiah dan Mata Uang Asia Kompak Terkoreksi
-
4 HP RAM 12 GB Paling Murah, Pilihan Terbaik untuk Gamer dan Multitasker Berat
-
Perusahaan BUMN dan Badan Negara Lakukan Pemborosan Anggaran Berjamaah, Totalnya Rp43 T
-
RKUHAP Resmi Jadi UU: Ini Daftar Pasal Kontroversial yang Diprotes Publik
-
Permintaan Pertamax Turbo Meningkat, Pertamina Lakukan Impor
Terkini
-
Alasan Penting Dokter Bukan Cuma Perlu Belajar Pengobatan, Tapi Juga 'Seni' Medis
-
Dokter Kandungan Akui Rahim Copot Nyata Bisa Terjadi, Bisakah Disambungkan Kembali?
-
Klinik Safe Space, Dukungan Baru untuk Kesehatan Fisik dan Mental Perempuan Pekerja
-
Mengubah Cara Pandang Masyarakat Terhadap Spa Leisure: Inisiatif Baru dari Deep Spa Group
-
Terobosan Baru Lawan Kebutaan Akibat Diabetes: Tele-Oftalmologi dan AI Jadi Kunci Skrining
-
5 Buah Tinggi Alkali yang Aman Dikonsumsi Penderita GERD, Bisa Mengatasi Heartburn
-
Borobudur Marathon Jadi Agenda Lari Akhir 2025
-
Waspada Konsumsi Minuman Soda Diet, Temuan Terbaru Sebut Risiko Penyakit Hati Naik hingga 60%
-
Inovasi Kedokteran Gigi yang Siap Ubah Layanan Kesehatan Mulut Indonesia
-
Waspada "Diabesity", Mengapa Indonesia Jadi Sarang Penyakit Kombinasi Diabetes dan Obesitas?