Suara.com - Covid-19 merupakan penyakit pernapasan yang dampaknya tidak hanya memengaruhi paru-paru saja. Virus corona, penyebab penyakit tersebut, dapat menyebabkan penderita tidak bisa mencium bau hingga diare.
Sekarang, para peneliti juga menemukan hubungan antara Covid-19 dan usus, khususnya berkaitan dengan bakteri-bakteri di usus.
Dalam ulasan yang terbit di mBio minggu ini, ahli mikrobiologi Korea Heenam Stanley Kim berhipotesis yang menghubungkan disfungsi usus dan infeksi Covid-19 parah.
"Tampaknya ada hubungan yang jelas antara perubahan mikrobioma usus dan Covid-19 parah," tulis Kim dalam siaran pers.
Meski kaitannya belum diselidiki secara khusus, beberapa penelitian skala kecil menemukan pasien Covid-19 memiliki lebih sedikit keragaman bakteri di usus mereka dibanding orang sehat.
Hasil itu diketahui dari sampel tinja 15 pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit di Hong Kong.
Peneliti juga menemukan adanya peningkatan bakteri berbahaya dan penurunan mikroba yang lebih 'ramah' pada pasien Covid-19, dibanding pada usus yang sehat.
"Ketidakseimbangan bakteri usus ini dapat mempermudah patogen seperti virus corona masuk ke usus," tulis Kim, dilansir Insider.
Sejauh ini, hanya ada sedikit perhatian dalam hubungan antara virus corona dan usus. Sebagian karena SARS-CoV-2 adalah virus pernapasan, dan yang lainnya karena hanya ada sedikit informasi mengenai mikrobioma usus.
Baca Juga: Makanan Ini Mampu Bantu Membersihkan Usus Lho, Apa Saja?
Masih diperlukan lebih banyak penelitian untuk mengeksplorasi hubungan potensial ini, tetapi ada kemungkinan masalah pencernaan, seperti sindrom usus bocor, memungkinkan virus corona masuk ke dalam usus.
Sindrom tersebut terjadi saat lapisan usus terganggu sehingga menciptakan celah kecil yang membuat virus dapat menembus ke dalam organ dan jaringan di sekitarnya.
Untuk mengatasi masalah ini, peneliti berpikir perawatan yang mungkin adalah probiotik, makanan atau suplemen yang mengandung bakteri baik.
"Probiotik konvensional saat ini tidak akan membantu untuk mengobati Covid-19. Kita perlu mengembangkan jenis bakteri yang sangat spesifik untuk digunakan," jelas Kim.
"Bakteri penghasil butirat tertentu dapat dipilih dan dikembangkan sebagai probiotik di masa mendatang. Namun, perkembangan ini akan memakan waktu, dan bakteri terapeutik baru harus melewati regulasi," tandasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
Angka Pengangguran Indonesia Tembus 7,46 Juta, Cuma Turun 4.000 Orang Setahun!
-
HUT ke 68 Bank Sumsel Babel, Jajan Cuma Rp68 Pakai QRIS BSB Mobile
-
6 Rekomendasi HP Snapdragon Paling Murah untuk Kebutuhan Sehari-hari, Mulai dari Rp 1 Jutaan
-
7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
-
Nova Arianto Ungkap Biang Kerok Kekalahan Timnas Indonesia U-17 dari Zambia
Terkini
-
Indonesia di Ambang Krisis Dengue: Bisakah Zero Kematian Tercapai di 2030?
-
Sakit dan Trauma Akibat Infus Gagal? USG Jadi Solusi Aman Akses Pembuluh Darah!
-
Dokter Ungkap Fakta Mengejutkan soal Infertilitas Pria dan Solusinya
-
Mitos atau Fakta: Biopsi Bisa Bikin Kanker Payudara Menyebar? Ini Kata Ahli
-
Stroke Mengintai, Kenali FAST yang Bisa Selamatkan Nyawa dalam 4,5 Jam!
-
Dari Laboratorium ITB, Lahir Teknologi Inovatif untuk Menjaga Kelembapan dan Kesehatan Kulit Bayi
-
Manfaatkan Musik dan Lagu, Enervon Gold Bantu Penyintas Stroke Temukan Cara Baru Berkomunikasi
-
Gerakan Peduli Kanker Payudara, YKPI Ajak Perempuan Cintai Diri Lewat Hidup Sehat
-
Krisis Iklim Kian Mengancam Kesehatan Dunia: Ribuan Nyawa Melayang, Triliunan Dolar Hilang
-
Pertama di Indonesia: Terobosan Berbasis AI untuk Tingkatkan Akurasi Diagnosis Kanker Payudara