Suara.com - Memerhatikan pola makan memang sangat penting, terutama ketika makanan yang dikonsumsi berkaitan dengan mikroba di usus kita.
Sebuah studi berskala internasional melaporkan pola makan sehat dan nabati berkaitan dengan keberadaan dan kelimpahan mikroba usus tertentu, yang berhubungan dengan risiko obesitas, diabetes tipe 2 dan penyakit kardiovaskular yang lebih rendah.
Studi ini dinamai Personalised Responses to Dietary Composition Trial 1 (PREDICT 1), sebuah kolaborasi internasional untuk mempelajari hubungan antara pola makan, mikrobioma, dan biomarker kesehatan dardiometabolik.
"Mempelajari hubungan timbal balik antara mikrobioma, pola makan dan penyakit, melibatkan banyak variabel karena pola makan masyarakat cenderung dipersonalisasi dan dapat berubah seiring waktu," jelas penulis studi, Andrew T. Chan, MD, MPH, ahli gastroenterologi, kepala Unit Epidemiologi Klinis dan Terjemahan di RSU Massachusetts (MGH).
Dalam studi metagenomik PREDICT 1, peneliti melibatkan 1.098 perserta di Inggris dan AS. Mereka mengumpulkan data urutan mikrobioma, informasi pola makan jangka panjang, dan hasil dari ratusan penanda darah kardiometabolik.
Medical Xpress melaporkan peneliti menemukan peserta yang makan makanan nabati sehat lebih mungkin memiliki mikroba usus spesifik yang lebih tinggi.
Misalnya, orang yang memiliki mikrobioma dengan spesies Prevotella copri dan Blastocystis tinggi dikaitkan dengan pertahanan tingkat gula darah yang baik setelah makan.
Sedangkan spesies lainnya dapat berkaitan dengan penurunan kadar lemak darah setela makanan dan menjadi biomarker peradangan.
Mereka juga menemukan adanya biomarker obesitas berdasarkan mikrobioma di usus serta penanda penyakit kardiovaskular dan gangguan toleransi glukosa.
Baca Juga: Studi: Cairan dalam Vape Bisa Merusak Kesehatan Usus dan Picu Peradangan
Peneliti percaya penemuan ini dapat digunakan untuk menentukan risiko penyakit kardiometabolik pada orang yang belum memiliki gejala, dan dijadikan pedoman dalam meresepkan pola makan jangka panjang demi meningkatkan kesehatan orang tersebut. Studi ini terbit dalam jurnal Nature Medicine pada Senin (11/1/2021).
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Pentingnya Cek Gula Darah Mandiri: Ini Merek Terbaik yang Banyak Dipilih!
-
Prestasi Internasional Siloam Hospitals: Masuk Peringkat Perusahaan Paling Tepercaya Dunia 2025
-
Anak Bentol Setelah Makan Telur? Awas Alergi! Kenali Gejala dan Perbedaan Alergi Makanan
-
Alergi Makanan Anak: Kapan Harus Khawatir? Panduan Lengkap dari Dokter
-
Pijat Bukan Sekadar Relaksasi: Cara Alami Menjaga Kesehatan Fisik dan Mental
-
3.289 Kasus Baru Setiap Tahun: Mengenal Multiple Myeloma Lebih Dekat Sebelum Terlambat
-
Konsistensi Lawan Katarak Kongenital, Optik Ini Raih Penghargaan Nasional
-
Apa Itu HB Dosting Hexyl? Doktif Klaim Hexylresorcinol Pengganti Hydroquinone
-
Perempuan Wajib Tahu! 10.000 Langkah Sederhana Selamatkan Tulang dari Pengeroposan
-
Kemenkes Catat 57 Persen Orang Indonesia Sakit Gigi, Tapi Cuek! Ini Dampak Ngerinya Bagi Kesehatan