Suara.com - Sebelum memasuki masa menopause, perempuan akan mengalami berbagai gejala, misalnya saja berkeringat di malam hari, nyeri otot dan sendi, bahkan perubahan mood. Namun berat ringannya gejala menopause itu bisa bervariasi antar perempuan. Dan dikatakan bahwa konsumsi produk kedelai seperti tahu tempe, bisa meringankan gejala menopause.
"Gejalanya banyak, kadang sangat tidak khas. Banyak perempuan mengalami keringat malam, nyeri persendian, nyeri otot, penurunan libido, bahkan sampai perubahan mood yang disebabkan estrogen yang berkurang," kata dokter spesialis obgyn dr. Gita Pratama. Sp.OG.(K) saat siaran langsung Instagram SIKAT 'Edukasi Singkat Tetap Sehat Pada Masa Menopause', Minggu (31/1/2021).
Meski begitu, menurut Gita, gejala menopause sebenarnya tidak benar-benar khas. Pada masa premenopause, siklus haid akan berubah menjadi tidak teratur setiap bulan. Setelah itu, diikuti dengan gejala fisik lain.
Masa premenopause sendiri kebanyakan mulai dialami perempuan berusia 45 tahun ke atas. Dokter Gita menyarankan, memasuki usia tersebut, perempuan sudah harus menjaga pola makan dan gaya hidup jadi lebih sehat. Tujuannya untuk mencegah gejala menopause menjadi berat.
"Seperti kebiasaan merokok, minum alkohol harus distop. Istirahat cukup, olahraga teratur. Untuk makanan tentu pola hidup sehat, banyak serat sayuran, banyak buah-buahan," tutur dokter Gita.
Menariknya, menurut Gita, perempuan Asia cenderung mengalami gejala menopause lebih ringan daripada perempuan di wilayah Barat. Kondisi itu kemungkinan karena kebiasaan orang Asia yang banyak konsumsi makanan dari kacang-kacangan seperti kedelai tempe dan tahu.
"Jadi makanan yang mengandung estrogen dari tanaman itu juga mengurangi gejala premenopause cukup signifikan. Karena kebiasaan orang Indonesia makan tahu tempe itu sangat bagus," katanya.
Meski begitu, tidak menutup kemungkinan gejala menopause bisa menjadi berat jika pola hidup tidak sehat. Gejala berat itu ditandai dengan selalu merasa kepanasan setiap malam hingga menyulitkan beraktivitas atau juga menimbulkan depresi pada perempuan.
Dokter Gita mengatakan, kondisi itu bisa diatasi dengan Hormon Replacement Therapy (HRT) atau terapi penggantian hormon sebagai pengobatan untuk meredakan gejala berat jelang menopause. Terapi tersebut biasanya dilakukan kurang dari lima tahun dengan pengawasan dari dokter.
Baca Juga: Tahu Tempe Langka, 4 Makanan Ini Juga Bisa Jadi Sumber Protein Nabati
"Biasanya setelah satu tahun, gejala akan berulang sendiri dan hilang. Saat itu bisa stop pemberian HRT. Kemudian cukup berikan edukasi untuk hidup sehat. Tidak perlu takut, HRT kalau ada indikasi gejala berat boleh diberikan namun harus dengan pengawasan dokter," jelasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Harga di Bawah Rp10 Juta, Hemat dan Ramah Lingkungan
- 10 Rekomendasi Tablet Harga 1 Jutaan Dilengkapi SIM Card dan RAM Besar
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
Pilihan
-
Maarten Paes: Pertama (Kalahkan) Arab Saudi Lalu Irak, Lalu Kita Berpesta!
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
Terkini
-
Belajar dari Kasus Ameena, Apakah Permen Bisa Membuat Anak Sering Tantrum?
-
Bukan Sekadar Gadget: Keseimbangan Nutrisi, Gerak, dan Emosi Jadi Kunci Bekal Sehat Generasi Alpha
-
Gerakan Kaku Mariah Carey saat Konser di Sentul Jadi Sorotan, Benarkah karena Sakit Fibromyalgia?
-
Di Balik Rak Obat dan Layar Digital: Ini Peran Baru Apoteker di Era Kesehatan Modern
-
Kesibukan Kerja Kerap Tunda Pemeriksaan Mata, Layanan Ini Jadi Jawaban
-
Langkah Tepat Pengobatan Kanker Ovarium: Masa Remisi Lebih Panjang Hingga Tahunan
-
Katarak yang Tidak Dioperasi Berisiko Meninggal Dunia Lebih Awal, Ini Alasannya
-
Pemantauan Aktif Vaksinasi Dengue di DKI Jakarta: Kolaborasi Menuju Nol Kematian 2030
-
Atasi Pembesaran Prostat Tanpa Operasi Besar? Kenali Rezum, Terapi Uap Air yang Jadi Harapan Baru
-
Dukungan untuk Anak Pejuang Kanker, Apa Saja yang Bisa Dilakukan?