Suara.com - Sekretaris kesehatan Inggris, Matt Hancock, masih meninjau hubungan antara vitamin D dan Covid-19. Hal itu berkaitan dengan ada banyak penelitian yang menunjukkan rendahnya kadar vitamin D meningkatkan risiko kematian pada pasien.
Hancock telah meminta National Institute for Health and Care Excellence (Nice) yang menetapkan pedoman klinis di NHS Inggris, dan Public Health England (PHE) untuk terus meneliti bukti yang muncul, setelah beberapa pihak mendorong masyarakat untuk mengonsumsi suplemen vitamin D.
Profesor kedokteran emeritus di University of Liverpool, Jon Rhodes, mengatakan bahwa defisiensi vitamin D sangat umum di Inggris, terutama dalam kondisi seperti ini. Karenanya, konsumsi vitamin D dinilai dapat mengatasinya.
"Bahkan jika bukti menunjukkan kekurangan vitamin D meningkatkan risiko Covid-19 yang parah sebagian besar tidak langsung, mengabaikannya berarti mengambil risiko yang bodoh dan tidak perlu," tutur Rhodes, dilansir The Guardian.
Studi dari Queen Mary University of London baru-baru ini pun menemukan penggunaan suplemen vitamin D secara signifikan melindungi terhadap penyakit pernapasan.
Namun, para ahli tetap tidak percaya dengan bukti yang ada dan meminta pemerintah untuk segera mendanai penelitian berkualitas tinggi.
Nice sudah dua kali mengatakan tidak ada bukti kausal yang cukup untuk mendukung penggunaan vitamin D dalam dosis tinggi bagi pasien di rumah sakit untuk mengobati atau mencegah penyakit pernapasan.
Jurnal The Lancet menuliskan dalam editorialnya bahwa keputusan kesehatan akan dibuat berdasarkan bukti yang sangat banyak, tetapi saat dalam kondisi kritis mungkin membutuhkan seperangkat aturan yang sedikit berbeda.
Seorang juru bicara dari Departemen Kesehatan dan Perawatan Sosial Inggris mengatakan bahwa bukti hubungan vitamin D dan Covid-19 masih diteliti.
Baca Juga: Penuhi Kebutuhan Vitamin D, Berikut Enam Cara Mudahnya
"Kami menyimpan semua bukti kuat tentang perawatan yang sedang ditinjau," sambungnya.
Juru bicara Nice juga mengatakan penelitian tentang dampak vitamin D dan Covid-19 sedang berlangsung.
"Kami bekerja dengan Public Health England dan komite penasihat ilmiah tentang nutrisi untuk meninjau bukti baru yang muncul," tandasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Gaya Hidup Anak Muda: Nongkrong, Makan Enak, Tapi Kolesterol Jangan Lupa Dicek
-
Jaringan Layanan Kesehatan Ini Dorong Gaya Hidup Sehat Lewat Semangat "Care in Every Step"
-
Rekomendasi Minuman Sehat untuk Kontrol Diabetes, Ini Perbandingan Dianesia, Mganik dan Flimeal
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental
-
Dari Alat Medis hingga Kesehatan Digital, Indonesia Mempercepat Transformasi Layanan Kesehatan