Suara.com - Lockdown yang dilakukan sejumlah negara berhasil mengurangi dampak polusi udara, meskipun hanya sementara.
Data terbaru di lima kota terpadat dunia menunjukkan bahwa masih ada puluhan ribu kematian yang diakibatkan oleh polusi udara.
Dilansir ANTARA, kelompok kampanye lingkungan Greenpeace Asia Tenggara dan perusahaan teknologi kualitas udara IQAir mengukur tingkat polusi di 28 kota - dipilih berdasarkan ketersediaan data dan penyebaran geografis.
Di lima kota terpadat - Delhi, Mexico City, Sao Paulo, Shanghai dan Tokyo - polusi udara menyebabkan sekitar 160.000 kematian dan kerugian ekonomi sekitar 85 miliar dolar (Rp1,1 kuadriliun).
"Beberapa bulan penguncian tidak benar-benar menurunkan rata-rata polusi udara jangka panjang yang telah menerpa orang," kata Aidan Farrow, seorang ilmuwan polusi udara di Laboratorium Penelitian Greenpeace di Universitas Exeter Inggris.
"Agak mengejutkan melihat seberapa banyak gejolak yang terjadi - dan kami masih memiliki pekerjaan yang harus dilakukan untuk memperbaiki polusi udara," katanya kepada Thomson Reuters Foundation.
Polusi udara adalah risiko lingkungan terbesar bagi kesehatan manusia secara global, dan membunuh sekitar 7 juta orang setiap tahun, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
WHO mengatakan sembilan dari 10 orang menghirup udara yang tercemar, yang terkait dengan serangan pembuluh darah di otak, kanker paru-paru dan penyakit jantung - dan sekarang sama dengan efek dari merokok, kata para ahli kesehatan.
Masalahnya memengaruhi lebih banyak kota di Asia daripada di mana pun di dunia. Penyebab utamanya termasuk emisi kendaraan, pembangkit listrik tenaga batu bara, konstruksi, festival kembang api, pembukaan hutan, dan pembakaran tanaman, kayu bakar dan limbah.
Baca Juga: Polusi Udara Dalam Ruangan Sama Buruknya dengan di Luar, Ini Bahayanya!
Delhi memiliki angka kematian tertinggi di antara lima kota terbesar, dengan sekitar 54.000 kematian - atau satu per 500 orang - karena tingkat tinggi partikel polusi kecil, yang dikenal sebagai PM2.5, yang dapat menyebabkan penyakit paru-paru dan jantung, kata studi tersebut.
Ibu kota Jepang, Tokyo, menderita kerugian finansial tertinggi dengan sekitar 40.000 kematian dan kerugian ekonomi sebesar 43 miliar dolar (Rp604 triliun), tambahnya.
Penguncian untuk membendung penyebaran virus corona baru di kota-kota besar telah memaksa jutaan orang bekerja dari rumah, sementara ekonomi yang melambat telah memangkas emisi karbon dioksida.
"Kami telah melihat perubahan lalu lintas jalan raya, penerbangan juga ... tetapi sumber utama (polusi udara) terus beroperasi sebagian besar seperti sebelumnya," kata Farrow,
"Masalahnya sangat luas dan membutuhkan upaya multi-industri yang besar untuk mengatasinya," tambahnya, menyerukan lebih banyak investasi dalam teknologi yang lebih bersih, energi terbarukan, dan transportasi umum listrik.
Berita Terkait
-
Bukan Sekadar Wacana! Pemprov DKI Libatkan Publik Susun 'Peta Jalan' Lingkungan Hidup Hingga 2055
-
Bukan Cuma Jakarta, Ini 10 Kota Paling 'Beracun' di Dunia yang Bikin Sesak Napas
-
Mikroplastik di Air Hujan Bisa Picu Stroke? Ini Penjelasan Lengkap BRIN dan Dinkes
-
Survei IYCTC: Kandungan Polusi PM2,5 di Ruangan Merokok Lebih Tinggi Ketimbang Area Tanpa Rokok
-
Sektor Industri dan Keuangan Dituntut Gerakan Aksi Udara Bersih
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- Bobibos Bikin Geger, Kapan Dijual dan Berapa Harga per Liter? Ini Jawabannya
- 6 Rekomendasi Cushion Lokal yang Awet untuk Pekerja Kantoran, Makeup Anti Luntur!
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
Pilihan
-
Pakai Bahasa Pesantren! BP BUMN Sindir Perusahaan Pelat Merah Rugi Terus: La Yamutu Wala Yahya
-
Curacao dan 10 Negara Terkecil yang Lolos ke Piala Dunia, Indonesia Jauh Tertinggal
-
Danantara Soroti Timpangnya Setoran Dividen BUMN, Banyak yang Sakit dan Rugi
-
Mengapa Pertamina Beres-beres Anak Usaha? Tak Urus Lagi Bisnis Rumah Sakit Hingga Hotel
-
Pandu Sjahrir Blak-blakan: Danantara Tak Bisa Jauh dari Politik!
Terkini
-
Teknologi Jadi Kunci: Ini Pendekatan Baru Cegah Stunting dan Optimalkan Tumbuh Kembang Anak
-
Gak Perlu Marah di Grup WA Lagi, Call Centre 127 Siap Tampung Keluhan Soal Program MBG
-
5 Pilihan Sampo untuk Dermatitis Seboroik, Mengatasi Gatal dan Kulit Kepala Sensitif
-
Alasan Penting Dokter Bukan Cuma Perlu Belajar Pengobatan, Tapi Juga 'Seni' Medis
-
Dokter Kandungan Akui Rahim Copot Nyata Bisa Terjadi, Bisakah Disambungkan Kembali?
-
Klinik Safe Space, Dukungan Baru untuk Kesehatan Fisik dan Mental Perempuan Pekerja
-
Mengubah Cara Pandang Masyarakat Terhadap Spa Leisure: Inisiatif Baru dari Deep Spa Group
-
Terobosan Baru Lawan Kebutaan Akibat Diabetes: Tele-Oftalmologi dan AI Jadi Kunci Skrining
-
5 Buah Tinggi Alkali yang Aman Dikonsumsi Penderita GERD, Bisa Mengatasi Heartburn
-
Borobudur Marathon Jadi Agenda Lari Akhir 2025