Suara.com - Kegemukan dan obesitas telah jadi masalah kesehatan yang umum terjadi sejak puluhan tahun lalu. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan mencatat prevalensi obesitas meningkat hampir tiga kali lipat secara global sejak 1975.
Pada 2016 tercatat sebanyak 39 persen orang dewasa di seluruh dunia mengalami kegemukan dan 13 persen obesitas.
Kedua kondisi kesehatan itu erat dikaitkan dengan penyakit kardiovaskular, sindrom metabolik, diabetes tipe 2, dan Covid-19 parah. Gemuk dan obesitas juga berisiko meningkatkan jenis kanker tertentu.
WHO menyebutkan bahwa epidemi obesitas global terjadi akibat penurunan aktivitas fisik dan meningkatnya konsumsi makanan padat energi.
Ahli perawatan kesehatan merekomendasikan pola perilaku sederhana untuk mengurangi makan berlebihan dengan cara mengurangi porsi konsumsi, makan lebih lambat, dan tidak menyantap camilan berkalori.
Namun, seperti halnya terjadi pada hewan, otak manusia telah berevolusi untuk memaksimalkan asupan energi.
Penelitian dari ilmuwan internasional yang dipimpin oleh University of Florida di Gainesville menemukan bahwa wilayah otak yang disebut infralimbic cortex (IL) berperan dalam pembelajaran awal perilaku mencari makanan.
Orang cenderung makan berlebihan saat mereka berada dalam lingkungan yang mengingatkan mereka pada makanan, kata Dr. Sergio Iñiguez, salah satu peneliti yang mengarahkan Lab Ilmu Saraf Perilaku Iñiguez di Universitas Texas di El Paso.
Dia menambahkan, kondisi itu jadi salah satu alasan orang memilih makanan penutup, seperti camilan manis, meskipun sudah kenyang.
Baca Juga: Hindari Asupan Tak Bergizi saat Hamil, Bisa Tingkatkan Risiko Obesitas Anak
Dalam penelitian yang dilakukan terhadao tikus itu ditemukan bahwa keinginan untuk makan berlebihan bisa dikurangi. Para ilmuwan melakukan itu dengan mematikan aktivitas di IL hewan, yang merupakan bagian dari korteks prefrontal medial dekat bagian depan otak.
"Penelitian ini menunjukkan bahwa bagian tertentu dari korteks prefrontal otak penting untuk tahap awal pembelajaran mencari makanan," kata Dr. Iñiguez dikutip dari Medical News Today.
Dalam jangka panjang, penemuan ini bisa mengarah pada pengembangan cara baru untuk mencegah makan berlebihan pada manusia, lanjutnya.
Para ilmuwan pertama kali melatih tikus untuk menekan tuas untuk menerima pelet makanan. Ketika tikus menekan tuas, makanan dikirim dan, pada saat yang sama, lampu menyala, yang merupakan isyarat.
Untuk mengidentifikasi tahap paling awal pembelajaran terkait makanan di otak, para ilmuwan membandingkan aktivitas otak hewan yang belajar cepat dengan yang membutuhkan waktu lebih lama.
Mereka menemukan bahwa sirkuit mini, atau ansambel, neuron di IL jauh lebih aktif dalam pelajar cepat daripada yang lambat.
Berita Terkait
Terpopuler
- Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
- 5 Rekomendasi Bedak Two Way Cake untuk Kondangan, Tahan Lama Seharian
- 5 Rangkaian Skincare Murah untuk Ibu Rumah Tangga Atasi Flek Hitam, Mulai Rp8 Ribuan
- 5 Rekomendasi Sepatu Lari Selain Asics Nimbus untuk Daily Trainer yang Empuk
- 5 Powder Foundation Paling Bagus untuk Pekerja, Tak Perlu Bolak-balik Touch Up
Pilihan
-
10 City Car Bekas untuk Mengatasi Selap-Selip di Kemacetan bagi Pengguna Berbudget Rp70 Juta
-
PSSI Butuh Uang Rp 500 Miliar Tiap Tahun, Dari Mana Sumber Duitnya?
-
Vinfast Limo Green Sudah Bisa Dipesan di GJAW 2025, Ini Harganya
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
Terkini
-
Jennifer Coppen Ungkap Tantangan Rawat Kulit Sensitif Anaknya, Kini Lebih Selektif Pilih Skincare
-
Titiek Soeharto Klaim Ikan Laut Tidak Tercemar, Benarkah Demikian?
-
Bukan Cuma Kabut Asap, Kini Hujan di Jakarta Juga Bawa 'Racun' Mikroplastik
-
Terobosan Regeneratif Indonesia: Di Balik Sukses Prof. Deby Vinski Pimpin KTT Stem Cell Dunia 2025
-
Peran Sentral Psikolog Klinis di Tengah Meningkatnya Tantangan Kesehatan Mental di Indonesia
-
50 Persen Penduduk Indonesia Berisiko Osteoporosis, Kenapa Gen X Paling Terancam?
-
Waduh! Studi Temukan Bukti Hewan Ternak Makan Sampah Plastik, Bahayanya Apa Buat Kita?
-
Terobosan Penanganan Masalah Bahu: Dari Terapi Non-Bedah hingga Bedah Minim Invasif
-
Cuaca Berubah-ubah Bikin Sakit? Ini 3 Bahan Alami Andalan Dokter untuk Jaga Imunitas!
-
Review Lengkap Susu Flyon: Manfaat, Komposisi, Cara Konsumsi dan Harga Terbaru