Suara.com - Mencegah anak stunting bisa dilakukan dengan memastikan ibu hamil tidak kekurangan gizi, dan tidak mengalami infeksi virus maupun bakteri mencegah anak lahir prematur. Tapi apa jadinya jika anak sudah terlanjur mengalami stunting, apa yang harus dilakukan?
Stunting adalah kondisi anak gagal tumbuh baik secara fisik (lebih pendek) maupun pikiran, dan biasanya terjadi di 1.000 hari awal kehidupan.
Dokter Spesialis Gizi Klinik RSIA Bina Medika Bintaro, dr. Amalia Primahastuti, Sp.GK, mengatakan jika anak terlanjur stunting, ia menyarankan orangtua untuk membawa anak ke rumah sakit untuk mendapatkan terapi.
"Pada stunting fase awal, terapi dapat dilakukan karena cukup terbukti ada anak-anak yang menjalankan terapi, mampu kembali ke tinggi normalnya," ujar dr. Amalia berdasarkan siaran pers Sequis, Selasa (2/3/2021).
Biasanya, terapi yang diberikan dokter pada anak stunting adalah pemberian makanan bergizi seimbang dengan kalori yang adekuat dan diberikan suplementasi gizi mikro.
Apalagi saat ini, kata dr. Amalia, penanganan anak stunting sudah mendapat bantuan dan dukungan dari pemerintah Indonesia, yang punya target penurunan stunting hingga 14 persen di 2024. Hal ini mengingat angka stunting Indonesia masih di angka 27,67 persen berdasarkan Survei Status Gizi Balita Indonesia 2019.
"Pemerintah Indonesia pun sudah menjalankan berbagai program untuk meningkatkan asupan makan melalui Program Makanan Tambahan (PMT) dan suplementasi seperti kapsul vitamin A, taburia (multivitamin), dan zinc," papar dr. Amalia.
Perlu diingat, jika tidak semua anak balita pendek adalah anak stunting, karena diagnosis stunting harus diukur dari standar ukuran tinggi badan berdasarkan usia, yang diberikan Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO.
Dan, inilah beberapa ciri anak stunting yang harus diwaspadai oleh setiap orangtua, mengutip dari Hello Sehat:
Baca Juga: Angka Stunting di Kota Bandung Tinggi, Ini Deretan Penyebabnya
- Pertumbuhan melambat.
- Wajah tampak lebih muda dari anak seusianya.
- Pertumbuhan gigi terlambat.
- Performa buruk pada kemampuan fokus dan memori belajarnya.
- Usia 8 hingga 10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan kontak mata terhadap orang di sekitarnya.
- Berat badan balita tidak naik bahkan cenderung menurun.
- Perkembangan tubuh anak terhambat, seperti telat menarche (menstruasi pertama anak perempuan).
- Anak mudah terserang berbagai penyakit infeksi.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Rp80 Jutaan: Dari Si Paling Awet Sampai yang Paling Nyaman
- 5 Sabun Cuci Muka Wardah untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Sehat dan Awet Muda
- Timur Kapadze Tolak Timnas Indonesia karena Komposisi Pemain
- 5 Shio yang Diprediksi Paling Beruntung di Tahun 2026, Ada Naga dan Anjing!
- 19 Kode Redeem FC Mobile 5 Desember 2025: Klaim Matthus 115 dan 1.000 Rank Up Gratis
Pilihan
-
Kekuatan Tersembunyi Mangrove: Bisakah Jadi Solusi Iklim Jangka Panjang?
-
Orang Pintar Ramal Kans Argentina Masuk Grup Neraka di Piala Dunia 2026, Begini Hasilnya
-
6 Rekomendasi HP Rp 3 Jutaan Terbaik Desember 2025, Siap Gaming Berat Tanpa Ngelag
-
Listrik Aceh, Sumut, Sumbar Dipulihkan Bertahap Usai Banjir dan Longsor: Berikut Progresnya!
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
Terkini
-
Waspada Ancaman di Tanah Suci: Mengapa Meningitis Jadi Momok Jemaah Haji dan Umrah Indonesia?
-
Dapur Jadi Ruang Kelas: Cara Efektif Ajarkan Gizi pada Anak Melalui Memasak
-
Waspada! Ini Alasan Migrain Sangat Umum Menyerang Anak dan Remaja
-
Ikan Sidat, Harta Karun Gizi Asli Indonesia: Rahasia Nutrisi Tinggi dalam Susu Flyon
-
Wajib Tahu! Kata Dokter, Korset Pasca Caesar Bukan Cuma Tren, Tapi Kunci Pemulihan Cepat
-
Bocoran Zaskia Sungkar: 3 Produk Wajib Ada untuk Kulit Newborn, Apa Saja?
-
Mengapa Jenazah Banjir Sumatera Tanpa Identitas Dikuburkan Tanpa Tunggu Identifikasi?
-
Rahasia Umbi Garut di Minuman Ini: Solusi Alami Obati GERD dan Maag yang Direkomendasikan Ahli Gizi!
-
Kewalahan Hadapi Dunia Digital? Ini Tantangan Parenting Terbesar Orang Tua Masa Kini
-
Cuaca Lagi Labil, Ini Tips Atasi Demam Anak di Rumah