Suara.com - Peningkatan aktivitas otak akibat stres terkait denganr isiko masalah jantung langka yang disebut sindrom takotsubo (TTS). Menurut penelitian oleh European Society of Cardiology, kondisi ini juga dikenal sebagai sindrom patah hati.
Studi tersebut menemukan bahwa semakin besar aktivitas sel saraf di wilayah amigdala otak, maka semakin cepat sindrom TTS ini berkembang.
Para peneliti menyarankan bahwa intervensi untuk menurunkan aktivitas otak terkait stres ini bisa membantu mengurangi risiko pengembangan TTS. Kondisi ini bisa mencakup perawatan obat atau Teknik untuk menurunkan stres.
TTS juga dikenal sebagai sindrom patah hati, yang ditandai dengan melemahnya otot jantung mendadak. Kemudian, kondisi ini menyebabkan ventrikel kiri jantung membengkak di bagian bawah dan leher tetap sempit.
Kondisi ini biasanya dipicu oleh episode tekanan emosional parah, seperti kesedihan, kemarahan atau ketakutan. Pasien akan mengalami nyeri dada dan sesak napas yang bisa menyebabkan serangan jantung dan kematian.
TTS lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Amigdala adalah bagian otak yang mengontrol emosi, motivasi, pembelajaran, dan memori.
Bagian amigdala ini juga terlibat dalam kontrol sistem saraf otonom dan mengatur fungsi jantung. Studi tersebut menunjukkan bahwa peningkatan aktivitas neurobiologis terakit stres di amigdala mungkin memainkan peran penting dalam perkembangan TTS.
"Kami juga mengidentifikasi hubungan signifikan antara aktivitas otak terkait stres dan sumsum tulang belakang. Temuan ini memberikan wawasan tentang mekanisme potensial yang berkontribusi pada koneksi jantung-otak," kata Dr Ahmed Tawakol, wakil direktur Pusat Penelitian Pencitraan Kardiovaskular di Rumah Sakit Umum Massachusetts dikutip dari Health Shots.
Dalam studi pertama, pemindaian otak menggunakan F-fluorodeoxyglucose positron emission tomography/computed tomography (PET-CT) menilai aktivitas otak sebelum TTS berkembang.
Baca Juga: Deteksi Tekanan Darah di Rumah, Efek Samping Vaksin AstraZeneca
Dr Tawakol dan rekannya menganalisis data pada 104 orang dengan usia rata-rata 68 tahun, 72 persen di antaranya adalah wanita.
Para pasien telah menjalani pemindaian di Rumah Sakit Umum Massachusetts (Boston, AS) antara tahun 2005 dan 2019. Sebagian besar dari mereka menjalani pemindaian untuk memastikan mereka menderita kanker dan menilai aktivitas sel darah di sumsum tulang.
Para peneliti membandingkan 41 orang yang mengembangkan TTS antara enam bulan dan lima tahun setelah pemindaian dengan 63 orang yang tidak menderita TTS.
Dr Tawakal mengatakan area otak yang memiliki aktivitas metabolik lebih tinggi cenderung lebih banyak digunakan. Karena itu, aktivitas yang lebih tinggi di jaringan yang terkait dengan stres di otak menunjukkan bahwa individu tersebut memiliki respons yang lebih aktif terhadap stres.
Demikian pula, aktivitas yang lebih tinggi di sumsum tulang mencerminkan metabolisme sumsum tulang yang lebih besar.
Para peneliti menemukan bahwa orang yang mengembangkan TTS memiliki aktivitas amygdala terkait stres lebih tinggi daripada pemindaian awal dibandingkan dengan individu yang tidak mengembangkan TTS.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
-
Nova Arianto Ungkap Biang Kerok Kekalahan Timnas Indonesia U-17 dari Zambia
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
-
Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
-
Emas Hari Ini Anjlok! Harganya Turun Drastis di Pegadaian, Antam Masih Kosong
Terkini
-
Indonesia di Ambang Krisis Dengue: Bisakah Zero Kematian Tercapai di 2030?
-
Sakit dan Trauma Akibat Infus Gagal? USG Jadi Solusi Aman Akses Pembuluh Darah!
-
Dokter Ungkap Fakta Mengejutkan soal Infertilitas Pria dan Solusinya
-
Mitos atau Fakta: Biopsi Bisa Bikin Kanker Payudara Menyebar? Ini Kata Ahli
-
Stroke Mengintai, Kenali FAST yang Bisa Selamatkan Nyawa dalam 4,5 Jam!
-
Dari Laboratorium ITB, Lahir Teknologi Inovatif untuk Menjaga Kelembapan dan Kesehatan Kulit Bayi
-
Manfaatkan Musik dan Lagu, Enervon Gold Bantu Penyintas Stroke Temukan Cara Baru Berkomunikasi
-
Gerakan Peduli Kanker Payudara, YKPI Ajak Perempuan Cintai Diri Lewat Hidup Sehat
-
Krisis Iklim Kian Mengancam Kesehatan Dunia: Ribuan Nyawa Melayang, Triliunan Dolar Hilang
-
Pertama di Indonesia: Terobosan Berbasis AI untuk Tingkatkan Akurasi Diagnosis Kanker Payudara