Suara.com - Diet keto sempat digemari oleh banyak masyarakat dalam beberapa tahun belangan. Diet keto disebut sebut mampu menurunkan berat badan dengan cepat.
Diet keto biasanya terdiri dari 80 persen lemak, 15 persen protein, dan hanya 5 persen kalori dari karbohidrat. Jika mengonsumsi 2.000 kalori sehari, itu berarti hanya 100 di antaranya berasal dari karbohidrat termasuk karbohidrat sehat seperti buah dan sayuran.
Saat makan dengan cara ini, hal itu bisa memicu ketosis, yang berarti tubuh telah membakar semua karbohidratnya dan perlu mulai membakar lemak untuk energi. Namun, sebelum memulai diet ini, penting untuk paham risikonya lebih dulu.
Anda mungkin terkena "flu keto"
Dilansir melalui Womenshelth, Flu keto adalah hal yang nyata. Mengurangi karbohidrat hingga drastis dan mengalami keadaan ketosis (tubuh membakar lemak untuk energi) dapat menyebabkan sejumlah gejala tidak nyaman, seperti sakit kepala, kelelahan, nyeri otot, mual, dan diare.
Efek sampingnya adalah hasil transisi tubuh untuk menggunakan lemak sebagai sumber energi utama daripada karbohidrat, jelas Kristen Mancinelli, M.S., R.D.N., penulis The Ketogenic Diet. Setelah beradaptasi dengan sumber bahan bakar baru (biasanya dalam satu atau dua minggu), baru orang tersebut akan mulai merasa lebih baik.
Anda mungkin merasa murung
Saat menjalani diet rendah karbohidrat, Anda mungkin tidak mendapatkan karbohidrat yang dibutuhkan untuk menghasilkan serotonin, zat kimia otak yang membantu mengatur suasana hati. Selain itu juga akan berpengaruh pada tidur dan nafsu makan — dua faktor lain yang dapat mengganggu disposisi Anda, kata Laura Iu, RD, ahli diet terdaftar dan ahli terapi nutrisi bersertifikat konselor makan intuitif yang berbasis di New York City.
Perilaku makan Anda bisa berubah
Baca Juga: Lagi Belajar Jadi Vegetarian? Yuk Coba Pola Makan Flexitarian!
Mengurangi karbohidrat dapat menyebabkan otak melepaskan zat kimia yang disebut neuropeptida-Y (NPY), yang memberi tahu tubuh bahwa kita membutuhkan karbohidrat.
Ketika kita tidak mendapatkan karbohidrat yang dibutuhkan tubuh kita, bahan kimia ini menumpuk dan dapat mengintensifkan mengidam, yang dapat meningkatkan risiko mengembangkan pola makan yang tidak teratur seperti pesta makan berlebihan, kata Iu.
"Ini tidak ada hubungannya dengan tidak memiliki 'kekuatan kemauan' yang cukup, ini lebih berkaitan dengan respons biologis tubuh terhadap perampasan," katanya.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Link DANA Kaget Khusus Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cuan Rp 345 Ribu
- 7 Rekomendasi Parfum Terbaik untuk Pelari, Semakin Berkeringat Semakin Wangi
- Unggahan Putri Anne di Tengah Momen Pernikahan Amanda Manopo-Kenny Austin Curi Perhatian
- 8 Moisturizer Lokal Terbaik untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Solusi Flek Hitam
- 15 Kode Redeem FC Mobile Aktif 10 Oktober 2025: Segera Dapatkan Golden Goals & Asian Qualifier!
Pilihan
-
Tekstil RI Suram, Pengusaha Minta Tolong ke Menkeu Purbaya
-
Grand Mall Bekasi Tutup, Netizen Cerita Kenangan Lawas: dari Beli Mainan Sampai Main di Aladdin
-
Jay Idzes Ngeluh, Kok Bisa-bisanya Diajak Podcast Jelang Timnas Indonesia vs Irak?
-
278 Hari Berlalu, Peringatan Media Asing Soal Borok Patrick Kluivert Mulai Jadi Kenyataan
-
10 HP dengan Kamera Terbaik Oktober 2025, Nomor Satu Bukan iPhone 17 Pro
Terkini
-
National Hospital Surabaya Buktikan Masa Depan Medis Ada di Tangan AI!
-
Inovasi Bedah Robotik Pertama di Indonesia: Angkat Kanker Payudara Tanpa Hilangkan Bentuk Alami
-
Riset Ungkap Rahasia Bahagia: Bergerak 15 Menit Setiap Hari Bikin Mental Lebih Sehat
-
Mengembalikan Filosofi Pilates sebagai Olahraga yang Menyatukan Gerak, Napas, dan Ketenangan
-
Perawatan Mata Modern di Tengah Maraknya Gangguan Penglihatan
-
Terungkap! Ini Rahasia Otak Tetap Prima, Meski di Usia Lanjut
-
Biar Anak Tumbuh Sehat dan Kuat, Imunisasi Dasar Jangan Terlewat
-
Susu Kambing Etawanesia Bisa Cegah Asam Urat, Ini Kata dr Adrian di Podcast Raditya Dika
-
Toko Roti Online Bohong Soal 'Gluten Free'? Ahli Gizi: Bisa Ancam Nyawa!
-
9.351 Orang Dilatih untuk Selamatkan Nyawa Pasien Jantung, Pecahkan Rekor MURI