Suara.com - Merasa lapar terus-terusan setelah makan? kadar gula Anda mungkin bisa jadi penyebabnya.
Melansir dari Eat This, sebuah studi baru dari PREDICT, program penelitian nutrisi terbesar yang sedang berlangsung di dunia meneliti mengapa beberapa orang berjuang untuk menurunkan berat badan, bahkan ketika mereka mengikuti diet yang dikontrol kalori. Penelitian ini diterbitkan dalam jurnal Nature Metabolism.
Para peneliti mengumpulkan data lengkap tentang respons gula darah (dan penanda kesehatan lainnya) dari hampir 1.100 orang setelah mereka makan sarapan dan makanan standar pilihan mereka selama dua minggu. Secara total, tim peneliti memeriksa lebih dari 8.000 sarapan dan 70.000 makanan secara total.
Sarapan standar termasuk muffin yang mengandung jumlah kalori yang sama, namun, mereka memiliki kandungan protein, karbohidrat, lemak, dan serat yang bervariasi.
Para peserta mengenakan pemantau glukosa berkelanjutan (CGM) untuk mengukur kadar gula darah mereka selama periode dua minggu sehingga peneliti dapat melihat seberapa baik tubuh mereka memproses gula.
Mereka bahkan memakai perangkat yang memantau level mereka di siang hari saat mereka aktif dan di malam hari saat mereka sedang tidur. Peserta kemuaidan diminta untuk mencatat saat mereka merasakan lapar.
Penelitian ini menemukan penurunan yang signifikan dalam gula darah sebenarnya terjadi dalam dua hingga empat jam setelah. Mereka yang mengalami penurunan (gula darah) paling signifikan alami peningkatan rasa lapar 9 persen.
Mereka juga makan 75 lebih banyak kalori dalam tiga sampai empat jam setelah sarapan dan diperkirakan 312 kalori lebih banyak sepanjang hari.
"Sudah lama diduga bahwa kadar gula darah memainkan peran penting dalam mengendalikan rasa lapar, tetapi hasil dari penelitian sebelumnya tidak meyakinkan," kata Dr. Sarah Berry, penulis studi dan peneliti dari King's College di London dalam sebuah pernyataan.
Baca Juga: Puasa Jadi Lebih Tahan Lapar dengan Konsumsi 5 Makanan ini Saat Sahur
"Kami sekarang telah menunjukkan bahwa penurunan gula adalah prediktor yang lebih baik untuk rasa lapar dan asupan kalori berikutnya daripada respons puncak gula darah awal setelah makan, mengubah cara kita berpikir tentang hubungan antara kadar gula darah dan makanan yang kita makan," imbuhnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Nadiem Makarim: Ngantor di Hotel Sulit Ditemui Pejabat Tinggi
- Ameena Akhirnya Pindah Sekolah Gegara Aurel Hermanyah Dibentak Satpam
- Cara Edit Foto yang Lagi Viral: Ubah Fotomu Jadi Miniatur AI Keren Pakai Gemini
- Pemain Keturunan Rp 20,86 Miliar Hubungi Patrick Kluivert, Bersedia Bela Timnas Oktober Nanti
- Ramai Reshuffle Kabinet Prabowo, Anies Baswedan Bikin Heboh Curhat: Gak Kebagian...
Pilihan
-
Menkeu Purbaya Sebut Mulai Besok Dana Jumbo Rp200 Triliun Masuk ke Enam Bank
-
iPhone di Tangan, Cicilan di Pundak: Kenapa Gen Z Rela Ngutang Demi Gaya?
-
Purbaya Effect, Saham Bank RI Pestapora Hari Ini
-
Usai Dilantik, Menkeu Purbaya Langsung Tanya Gaji ke Sekjen: Waduh Turun!
-
Kritik Sosial Lewat Medsos: Malaka Project Jadi Ajak Gen Z Lebih Melek Politik
Terkini
-
5 Rekomendasi Obat Cacing yang Aman untuk Anak dan Orang Dewasa, Bisa Dibeli di Apotek
-
Sering Diabaikan, Masalah Pembuluh Darah Otak Ternyata Bisa Dideteksi Dini dengan Teknologi DSA
-
Efikasi 100 Persen, Vaksin Kanker Rusia Apakah Aman?
-
Tahapan Skrining BPJS Kesehatan Via Aplikasi dan Online
-
Rusia Luncurkan Vaksin EnteroMix: Mungkinkah Jadi Era Baru Pengobatan Kanker?
-
Skrining BPJS Kesehatan: Panduan Lengkap Deteksi Dini Penyakit di Tahun 2025
-
Surfing Jadi Jalan Perempuan Temukan Keberanian dan Healing di Laut
-
Bayi Rewel Bikin Stres? Rahasia Tidur Nyenyak dengan Aromaterapi Lavender dan Chamomile!
-
Varises Esofagus Bisa Picu BAB dan Muntah Darah Hitam, Ini Penjelasan Dokter Bedah
-
Revolusi Kesehatan Dimulai: Indonesia Jadi Pusat Inovasi Digital di Asia!