Suara.com - Sebuah studi baru memberikan bukti bahwa teori konspirasi tentang Covid-19 dapat berdampak negatif pada orang-orang yang memercayainya.
Penelitian yang terbit di Personality and Individual Differences juga menunjukkan bahwa keyakinan terhadap konspirasi Covid-19 memprediksi peningkatan tekanan mental.
Para peneliti menggunakan platform Amazon's Mechanical Turk untuk menyurvei 797 penduduk Kanada dan Amerika Serikat pada April 2020. Sekitar setengah dari peserta disurvei lagi pada Mei 2020.
Sebagai bagian dari survei, para peserta ditanya apakah mereka setuju atau tidak dengan pernyataan konspirasi tentang asal-usul virus corona, seperti "Covid adalah senjata biologis" dan "Covid adalah cara untuk mengelola kelebihan populasi".
"Sekitar 50% peserta dalam penelitian kami percaya setidaknya satu teori konspirasi tentang Covid-19," kata penulis studi Talia Leibovitz, kandidat master dalam psikologi klinis di Universitas Toronto, Scarborough.
Peneliti menemukan beberapa bukti bahwa keyakinan tersebut terkait dengan hasil kesehatan mental yang negatif. Misalnya, mereka yang percaya teori konspirasi cenderung mengalami peningkatan kecemasan satu bulan kemudian.
"Teori konspirasi sering kali berkembang sebagai cara untuk mengatasi ketidakpastian dan situasi mengancam yang tidak terkendali. Namun, mempercayai teori konspirasi sebenarnya terkait dengan perasaan cemas yang lebih besar dalam penelitian kami," kata Leibovitz, dilansir PsyPost.
Kepercayaan pada teori konspirasi juga dikaitkan dengan memegang skema negatif tentang diri sendiri dan orang lain. Misalnya, mereka setuju dengan frasa seperti "saya tidak dicintai" dan "orang lain bermusuhan".
Namun, penelitian ini juga memiliki keterbatasan.
Baca Juga: 5.800 Orang di AS yang Sudah 2 Kali Vaksin Covid-19 Terinfeksi Virus Corona
"Meski demikian, penelitian kami tidak menemukan hubungannya dengan kualitas hidup. Jangka waktu satu bulan penelitian mungkin tidak cukup lama untuk mendeteksi perubahan ini dan studi selanjutnya dapat memeriksa periode tindak lanjut yang lebih lama," sambung Leibovitz.
Penelitian selanjutnya juga dapat memeriksa keyakinan teori konspirasi dalam kaitannya dengan faktor kesehatan mental lain, seperti suasana hati dan hubungan interpersonal, serta bagaimana keyakinan konspirasi berkembang dan menyebar.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pelatih Argentina Buka Suara Soal Sanksi Facundo Garces: Sindir FAM
- Kiper Keturunan Karawang Rp 2,61 Miliar Calon Pengganti Emil Audero Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
- Seret Nama Mantan Bupati Sleman, Dana Hibah Pariwisata Dikorupsi, Negara Rugi Rp10,9 Miliar
Pilihan
-
Menkeu Purbaya Pernah Minta Pertamina Bikin 7 Kilang Baru, Bukan Justru Dibakar
-
Dapur MBG di Agam Dihentikan Sementara, Buntut Puluhan Pelajar Diduga Keracunan Makanan!
-
Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
-
Harga Emas Antam Terpeleset Jatuh, Kini Dibanderol Rp 2.235.000 per Gram
-
Roy Suryo Ikut 'Diseret' ke Skandal Pemalsuan Dokumen Pemain Naturalisasi Malaysia
Terkini
-
Miris! Ahli Kanker Cerita Dokter Layani 70 Pasien BPJS per Hari, Konsultasi Jadi Sebentar
-
Silent Killer Mengintai: 1 dari 3 Orang Indonesia Terancam Kolesterol Tinggi!
-
Jantung Sehat, Hidup Lebih Panjang: Edukasi yang Tak Boleh Ditunda
-
Siloam Hospital Peringati Hari Jantung Sedunia, Soroti Risiko AF dan Stroke di Indonesia
-
Skrining Kanker Payudara Kini Lebih Nyaman: Pemeriksaan 5 Detik untuk Hidup Lebih Lama
-
CEK FAKTA: Ilmuwan China Ciptakan Lem, Bisa Sambung Tulang dalam 3 Menit
-
Risiko Serangan Jantung Tak Pandang Usia, Pentingnya Layanan Terpadu untuk Selamatkan Nyawa
-
Bijak Garam: Cara Sederhana Cegah Hipertensi dan Penyakit Degeneratif
-
HD Theranova: Terobosan Cuci Darah yang Tingkatkan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal
-
Stres Hilang, Jantung Sehat, Komunitas Solid: Ini Kekuatan Fun Run yang Wajib Kamu Coba!