Suara.com - Para ilmuwan menyatakan bahwa selama masa pandemi Covid-19 pada awal 2020 lalu membuat lapisan ozon yang selama ini menjadi ancaman untuk kesehatan manusia dan iklim mengalami penurunan 15 persen secara global.
Hal tersebut berdasarkan hasil penelitian yang dipimpin oleh para ilmuwan di Laboratorium Propulsi Jet NASA di California selatan.
Dilansir melalui news18, sebagai akibat dari emisi Nitrogen oksida (NOx) yang lebih rendah, pada Juni 2020, tingkat ozon global turun drastis. Bahkan menurut pengambil kebijakan penurunan itu setara dengan 15 tahun pengurangan secara konvensional.
Menurutnya, semakin ketat penguncian yang diberlakukan suatu negara, semakin besar pengurangan emisi.
Misalnya, perintah untuk tinggal di rumah di China pada awal Februari 2020 menghasilkan penurunan emisi NOx 50 persen di beberapa kota dalam beberapa minggu; sebagian besar negara bagian AS mencapai penurunan 25 persen kemudian di musim semi.
Hasil total dari pengurangan emisi NOx itu berkisar pada penurunan 2 persen pada ozon global. Jumlah itu merupakan setengah dari jumlah kontrol emisi NOx paling agresif yang dipertimbangkan oleh Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim, badan otoritatif pakar iklim internasional.
Pengurangan ozon dari pengurangan emisi NOx dengan cepat menyebar ke seluruh dunia dan dari permukaan ke atas lebih dari 10 kilometer.
“Saya benar-benar terkejut melihat seberapa besar dampaknya terhadap ozon global. Kami mengharapkan lebih banyak respons lokal di permukaan," kata ilmuwan JPL Jessica Neu, dalam sebuah pernyataan.
Namun, baik emisi NOx dan ozon global akan naik lagi ketika ekonomi dunia kembali pulih, ungkap temuan yang diterbitkan dalam jurnal Science Advances.
Baca Juga: Duh! Rumah Sakit di Pati Over Kapasitas, Banyak Nakes Terpapar Covid-19
Ozon melindungi kita dari radiasi matahari yang merusak ketika berada tinggi di atas Bumi di stratosfer. Ozon di permukaan diperkirakan menyebabkan 365.000 kematian secara global pada tahun 2019 dengan merusak paru-paru orang yang rentan, seperti anak kecil dan penderita asma.
Demikian pula, itu juga dapat merusak sistem pernapasan tanaman, termasuk kemampuan mereka untuk berfotosintesis, serta mengurangi pertumbuhan tanaman dan hasil panen.
Berita Terkait
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Saham Entitas Grup Astra Anjlok 5,87% Sepekan, Terseret Sentimen Penutupan Tambang Emas Martabe
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
-
Resmi Melantai di Bursa, Saham Superbank Melambung Tinggi
Terkini
-
5 Kesalahan Umum Saat Memilih Lagu untuk Anak (dan Cara Benarnya)
-
Heartology Cetak Sejarah: Operasi Jantung Kompleks Tanpa Belah Dada Pertama di Indonesia
-
Keberlanjutan Makin Krusial dalam Layanan Kesehatan Modern, Mengapa?
-
Indonesia Kini Punya Pusat Bedah Robotik Pertama, Tawarkan Bedah Presisi dan Pemulihan Cepat
-
Pertama di Indonesia, Operasi Ligamen Artifisial untuk Pasien Cedera Lutut
-
Inovasi Terapi Kanker Kian Maju, Deteksi Dini dan Pengobatan Personal Jadi Kunci
-
Gaya Bermain Neymar Jr Jadi Inspirasi Sepatu Bola Generasi Baru
-
Menopause dan Risiko Demensia: Perubahan Hormon yang Tak Bisa Diabaikan
-
Penelitian Ungkap Mikroplastik Memperparah Penyempitan Pembuluh Darah: Kok Bisa?
-
Lari Sambil Menjelajah Kota, JEKATE Running Series 2025 Resmi Digelar