Suara.com - Infeksi virus corona Covid-19 bisa memberi dampak buruk yang tinggal di tubuh meski sudah dinyatakan sembuh. Belakangan ditemukan bahwa Covid-19 telah terbukti memiliki efek merugikan pada fungsi otak.
Sebuah studi pra-cetak yang berbasis di Universitas Oxford dan Imperial College, London, Inggris Raya (UK) adalah yang pertama untuk mendokumentasikan bukti perubahan otak usai terinfeksi Covid-19.
Menggunakan database Biobank Inggris, para peneliti memiliki akses ke gambar pemindaian otak MRI pasien Covid-19 beberapa bulan sebelum infeksi mereka. Lebih dari 700 pasien dibawa kembali untuk pemindaian otak baru. Sekitar setengah dari mereka sebelumnya terinfeksi Covid-19.
Studi ini menemukan hilangnya materi abu-abu di otak pada pasien, khususnya di area otak yang memengaruhi rasa, penciuman, memori, dan emosi.
Materi abu-abu otak sendiri mengandung sebagian besar jaringan dan sel saraf, dan bertanggung jawab untuk memproses sinyal yang dihasilkan di organ sensorik.
Karena hilangnya indra penciuman (anosmia) telah menjadi ciri yang diketahui dari infeksi awal Covid-19, serta salah satu gejala Long Covid, tidak mengherankan jika pemindaian otak menunjukkan kelainan pada penciuman area otak dibandingkan dengan sebelum infeksi.
Namun penulis penelitian mengakui bahwa masih harus ditentukan apakah saraf penciuman adalah titik masuk langsung dari virus itu sendiri, atau hanya manifestasi umum dari penyakit akut dan kronis.
Dr. George Diaz adalah ahli saraf di Memorial Healthcare System di Florida Selatan mengatakan studi baru dari Oxford ini masuk akal, mengingat sifat virusnya.
"Covid-19 bukan hanya penyakit pernapasan, tetapi penyakit pembuluh darah yang memengaruhi sirkulasi otak dan jantung," katanya dikutip dari Newschannel9, seraya menambahkan bahwa sekitar 1 dari 3 pasien Covid-19 melaporkan gejala neurologis atau psikologis dari virus tersebut.
Baca Juga: Kasus Covid-19 Balita dan Remaja Tinggi, DPRD Depok Ingin Tunda Pembelajaran Tatap Muka
Dia mengatakan lebih banyak penelitian perlu dilakukan untuk memahami dampak jangka panjang pada otak, dan apakah pasien dapat kembali ke fungsi otak normal pada akhirnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Nadiem Makarim: Ngantor di Hotel Sulit Ditemui Pejabat Tinggi
- Pemain Keturunan Rp 20,86 Miliar Hubungi Patrick Kluivert, Bersedia Bela Timnas Oktober Nanti
- Ameena Akhirnya Pindah Sekolah Gegara Aurel Hermanyah Dibentak Satpam
- Cara Edit Foto yang Lagi Viral: Ubah Fotomu Jadi Miniatur AI Keren Pakai Gemini
- Ramai Reshuffle Kabinet Prabowo, Anies Baswedan Bikin Heboh Curhat: Gak Kebagian...
Pilihan
-
Disamperin Mas Wapres Gibran, Korban Banjir Bali Ngeluh Banyak Drainase Ditutup Bekas Proyek
-
Ratapan Nikita Mirzani Nginep di Hotel Prodeo: Implan Pecah Sampai Saraf Leher Geser
-
Emil Audero Jadi Tembok Kokoh Indonesia, Media Italia Sanjung Setinggi Langit
-
KPK Bongkar Peringkat Koruptor: Eselon dan DPR Kejar-kejaran, Swasta Nomor Berapa?
-
Dugaan Korupsi BJB Ridwan Kamil: Lisa Mariana Ngaku Terima Duit, Sekalian Buat Modal Pilgub Jakarta?
Terkini
-
Kemenkes Catat 57 Persen Orang Indonesia Sakit Gigi, Tapi Cuek! Ini Dampak Ngerinya Bagi Kesehatan
-
5 Rekomendasi Obat Cacing yang Aman untuk Anak dan Orang Dewasa, Bisa Dibeli di Apotek
-
Sering Diabaikan, Masalah Pembuluh Darah Otak Ternyata Bisa Dideteksi Dini dengan Teknologi DSA
-
Efikasi 100 Persen, Vaksin Kanker Rusia Apakah Aman?
-
Tahapan Skrining BPJS Kesehatan Via Aplikasi dan Online
-
Rusia Luncurkan Vaksin EnteroMix: Mungkinkah Jadi Era Baru Pengobatan Kanker?
-
Skrining BPJS Kesehatan: Panduan Lengkap Deteksi Dini Penyakit di Tahun 2025
-
Surfing Jadi Jalan Perempuan Temukan Keberanian dan Healing di Laut
-
Bayi Rewel Bikin Stres? Rahasia Tidur Nyenyak dengan Aromaterapi Lavender dan Chamomile!
-
Varises Esofagus Bisa Picu BAB dan Muntah Darah Hitam, Ini Penjelasan Dokter Bedah