Suara.com - Peristiwa buruk yang dialami seseorang bisa berujung pada trauma sepanjang hidupnya. Bahkan, peristiwa di masa lalu yang kurang baik, bisa berakhir kehilangan rasa percaya dengan orang lain.
Saat mengalami proses traumatis ada beberapa perubahan yang terjadi pada otak. Bukan hanya neurologis saja, melainkan kelenjar memori.
Ini terlihat pada pasien yang didiagnosis dengan Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD). Ada tiga bagian otak yang terkena yang dikutip dari Healthshots:
Hippocampus: merupakan pusat otak yang menjaga emosi dan memori. Namun bagian otak ini menyusut akibat peristiwa traumatis.
Amigdala: Bagian otak yang menjaga kreativitas ini bisa meningkat, jika seseorang mengalami peristiwa trauma.
Cingulate Anterior: Pusat otak yang berfungsi untuk perencanaan dan pengembangan diri ini, bisa mengalami penurunan akibat dari peristiwa traumatis.
Selain tiga bagian otak yang terkena dampaknya, ada dampak jangka panjang lain yang bisa berpengaruh. Salah satunya:
Kenangan buruk yang membuat stres
Peristiwa seperti kenangan bisa membuat seseorang stres, jika kenangan tersebut berakhir menyakitkan sehingga bisa menimbulkan trauma. Selain itu, dampak ini terjadi ketika otak terus-menerus mengeluarkan rangsangan hormon stres, yang membuat seseorang kembali menghidupkan kenangannya yang menyakitkan.
Baca Juga: Pilih Gambar, Cari Tahu Trauma Masa Kecil Kamu Lewat Tes Kepribadian Ini
Kurangnya rasa kontrol emosi
Peristiwa traumatis bisa menyebabkan fungsi otak amigdala menjadi sulit dikontrol. Bahkan, bagian otak yang menghasilkan pemikiran kreatif, bertahan hidup, dan emosional ini, bisa menghidupkan kembali peristiwa traumatis. Tak hanya itu, emosi yang tidak dikontrol sangat sulit bila bagian otak ini mengalami dampaknya.
Atas dampak ini, seseorang perlu mengontrol pikiran dari peristiwa yang membuatnya trauma. Bahkan, peristiwa tersebut bisa saja menjadi pelajaran atau pengalaman. Dan jika pikiran terus dibangun secara positif, maka bisa berakhir membaik. Begitupun sebaliknya, jika pikiran terus negatif maka sulit untuk mengontrol emosinya sendiri.
Berita Terkait
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- 9 Mobil Bekas dengan Rem Paling Pakem untuk Keamanan Pengguna Harian
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
Pilihan
-
Statistik Suram Elkan Baggott Sepanjang 2025, Cuma Main 360 Menit
-
Pengguna PLTS Atap Meningkat 18 Kali Lipat, PLN Buka Kouta Baru untuk 2026
-
Bank Dunia Ingatkan Menkeu Purbaya: Defisit 2027 Nyaris Sentuh Batas Bahaya 3%
-
Jadi Calon Kuat Pelatih Timnas Indonesia, John Herdman Punya Kesamaan Taktik dengan STY
-
Kelangsungan Usaha Tidak Jelas, Saham Toba Pulp Lestari (INRU) Digembok BEI Usai Titah Prabowo
Terkini
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental
-
Dari Alat Medis hingga Kesehatan Digital, Indonesia Mempercepat Transformasi Layanan Kesehatan
-
Fenomena Sadfishing di Media Sosial, Bagaimana Cara Mengatasinya?
-
5 Kesalahan Umum Saat Memilih Lagu untuk Anak (dan Cara Benarnya)
-
Heartology Cetak Sejarah: Operasi Jantung Kompleks Tanpa Belah Dada Pertama di Indonesia
-
Keberlanjutan Makin Krusial dalam Layanan Kesehatan Modern, Mengapa?
-
Indonesia Kini Punya Pusat Bedah Robotik Pertama, Tawarkan Bedah Presisi dan Pemulihan Cepat
-
Pertama di Indonesia, Operasi Ligamen Artifisial untuk Pasien Cedera Lutut
-
Inovasi Terapi Kanker Kian Maju, Deteksi Dini dan Pengobatan Personal Jadi Kunci