Suara.com - Rasa bangaga kini telah menyelimuti masyrakat Indonesia, usai atlet bulutangkis ganda putri Indonesia, Greysia Polii dan Apriyani Rahayu berhasil menyabet medali emas di Olimpiade Tokyo 2020.
Selain program latihan yang teratur, pencapaian mereka bisa dipastikan terdapat pola makan dan aturan diet kesehatan yang harus dipatuhi untuk menunjang stamina saat pertandingan.
Tapi tahu nggak sih, kalau dalam pola makan atlet beredar mitos, yang justru jadi bumerang untuk kesehatan mereka.
Berikut 4 mitos aturan makan atlet lengkap dengan penjelasannya, mengutip buku 'Makanan Sehat untuk Atlet' karya dr. Creig Hoyt, et al, diterjemahkan Lala Herawati Dharma, diterbitkan Nuansa Cendekia, Januari 2019.
1. Atlet harus minum susu
Ini adalah mitos yang tidak benar. Berdasarkan hasil riset, kelebihan protein dalam tubuh termasuk yang diperoleh dari susu bisa menjadi racun.
Alasan lain, susu yang berasal dari sapi memiliki keseimbangan asam amino yang berbeda untuk kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan manusia. Alih-alih susu sapi, susu kambing justru lebih mendekati ideal dan menjawab kebutuhan manusia.
Terakhir, tidak semua orang memiliki enzim pencernaan yang bisa mencerna susu, yang alhasil ia justru mengalami masalah pencernaan.
2. Atlet butuh makan roti
Baca Juga: Air Mata Takjub Legenda Bulutangkis Atas Capaian Emas Greysia dan Apriyani di Olimpiade
Ini hanyalah mitos semata. Sama seperti susu tidak semua orang bisa mencerna protein yang terkandung dalam gandum. Ini karena gandung adalah makanan kombinasi pati dan protein, yang membutuhkan enzim-enzim pencernaan khusus untuk mengolahnya secara bersamaan.
Banyak kelompok ras yang belum terbiasa mengonsumsi jenis makanan ini, seperti orang timur dan kulit hitam yang lebih terbiasa dengan nasi putih atau nasi merah.
3. Sarapan daging adalah yang terbaik pada hari pertandingan
Jangan terlalu menganggap serius mitos ini, karena daging dalam perut setidaknya memerlukan waktu selama 4 jam untuk mengolahnya.
Ini karena tubuh butuh waktu lama untuk mencerna pakan sapi dalam yang mengandung urea (pupuk kimia) membuat tubuh harus bekerja ekstra keras. Padahal tubuh sudah berjuang menghadapi latihan yang berat sebelum pertandingan.
"Protein daging sangat lambat untuk diubah menjadi gula yang jadi sumber energi. Jadi sebagai makanan sebelum pertandingan, daging tidak banyak membantu," tutur dr. Hoyt.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Motor Matic Paling Nyaman Buat Touring di 2026: Badan Anti Pegal, Pas Buat Bapak-bapak
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- 3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
Pilihan
-
UPDATE Klasemen SEA Games 2025: Indonesia Selangkah Lagi Kunci Runner-up
-
6 Mobil Bekas Paling Cocok untuk Wanita: Lincah, Irit, dan Punya Bagasi Cukup
-
OJK Awasi Ketat Pembayaran Pinjol Dana Syariah Indonesia yang Gagal Bayar
-
Jejak Emas Rakyat Aceh Bagi RI: Patungan Beli Pesawat, Penghasil Devisa & Lahirnya Garuda Indonesia
-
Pabrik Toba Pulp Lestari Tutup Operasional dan Reaksi Keras Luhut Binsar Pandjaitan
Terkini
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental
-
Dari Alat Medis hingga Kesehatan Digital, Indonesia Mempercepat Transformasi Layanan Kesehatan
-
Fenomena Sadfishing di Media Sosial, Bagaimana Cara Mengatasinya?
-
5 Kesalahan Umum Saat Memilih Lagu untuk Anak (dan Cara Benarnya)
-
Heartology Cetak Sejarah: Operasi Jantung Kompleks Tanpa Belah Dada Pertama di Indonesia