Suara.com - Lebih dari dua per tiga orang (lebih dari 60 persen) yang memiliki kasus Covid-19 ringan atau sedang akan terus mengembangkan gejala jangka panjang. Hal ini disimpulkan oleh studi dari University of Arizona Health Sciences.
"Ini adalah peringatan nyata bagi siapa saja yang belum divaksinasi," kata pemimpin peneliti Melanie Bell, seorang profesor biostatistik di College of Public Health di universitas tersebut seperti yang dikutip dari US News.
"Jika Anda terkena Covid-19, kemungkinan Anda akan mengalami gejala jangka panjang sangat tinggi," imbuhnya.
Studi CoVHORT telah mengikuti warga Arizona yang memiliki Covid-19 sejak Mei 2020, serta mereka yang belum terinfeksi. Di antara peserta yang dites positif Covid-19, hampir 69 persen masih memiliki setidaknya satu gejala setelah 30 hari dan angkanya naik menjadi 77 persen setelah 60 hari.
Menurut temuan yang diterbitkan online 4 Agustus di jurnal PLOS ONE mereka dengan gejala jangka panjang Covid-19 cenderung kurang berpendidikan, memiliki alergi musiman dan kondisi kesehatan yang sudah ada sebelumnya. Mereka juga melaporkan sendiri tingkat keparahan gejala yang lebih besar.
Tiga puluh hari setelah tes positif Covid-19, gejala yang paling umum di antara pasien dengan Covid-19 jangka panjang adalah kelelahan, sesak napas, kabut otak, stres atau kecemasan, perubahan rasa dan bau, nyeri tubuh dan nyeri otot, insomnia, sakit kepala, dan nyeri sendi.
Jumlah rata-rata gejala adalah tiga jenis tetapi beberapa pasien bisa memiliki sebanyak 20 gejala sekaligus.
Tingkat gejala jangka panjang Covid-19 di antara pasien dalam penelitian ini hanya sedikit lebih rendah dari yang diperkirakan untuk pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit.
Sebagian besar penelitian tentang gejala jangka panjang Covid-19 berfokus pada pasien rawat inap dengan infeksi parah. Studi CoVHORT bertujuan untuk mengisi kesenjangan dengan berfokus pada pasien Covid-19 yang tidak dirawat di rumah sakit.
Baca Juga: Ekonomi Kepulauan Riau Tumbuh Positif Usai Dihantam Wabah Covid-19
Para peneliti mengatakan penelitian mereka terus memberikan data penting yang dapat membantu mengidentifikasi pasien Covid-19 mana yang paling rentan terhadap infeksi parah dan konsekuensi kesehatan jangka panjang.
Berita Terkait
Terpopuler
- Bak Bumi dan Langit, Adu Isi Garasi Menkeu Baru Purbaya Yudhi vs Eks Sri Mulyani
- Apa Jabatan Nono Anwar Makarim? Ayah Nadiem Makarim yang Dikenal Anti Korupsi
- Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Nadiem Makarim: Ngantor di Hotel Sulit Ditemui Pejabat Tinggi
- Kata-kata Elkan Baggott Jelang Timnas Indonesia vs Lebanon Usai Bantai Taiwan 6-0
- Mahfud MD Terkejut dengan Pencopotan BG dalam Reshuffle Kabinet Prabowo
Pilihan
-
Studi Banding Hemat Ala Konten Kreator: Wawancara DPR Jepang Bongkar Budaya Mundur Pejabat
-
Jurus Baru Menkeu Purbaya: Pindahkan Rp200 Triliun dari BI ke Bank, 'Paksa' Perbankan Genjot Kredit!
-
Sore: Istri dari Masa Depan Jadi Film Indonesia ke-27 yang Dikirim ke Oscar, Masuk Nominasi Gak Ya?
-
CELIOS Minta MUI Fatwakan Gaji Menteri Rangkap Jabatan: Halal, Haram, atau Syubhat?
-
Hipdut, Genre Baru yang Bikin Gen Z Ketagihan Dangdut
Terkini
-
Sering Diabaikan, Masalah Pembuluh Darah Otak Ternyata Bisa Dideteksi Dini dengan Teknologi DSA
-
Efikasi 100 Persen, Vaksin Kanker Rusia Apakah Aman?
-
Tahapan Skrining BPJS Kesehatan Via Aplikasi dan Online
-
Rusia Luncurkan Vaksin EnteroMix: Mungkinkah Jadi Era Baru Pengobatan Kanker?
-
Skrining BPJS Kesehatan: Panduan Lengkap Deteksi Dini Penyakit di Tahun 2025
-
Surfing Jadi Jalan Perempuan Temukan Keberanian dan Healing di Laut
-
Bayi Rewel Bikin Stres? Rahasia Tidur Nyenyak dengan Aromaterapi Lavender dan Chamomile!
-
Varises Esofagus Bisa Picu BAB dan Muntah Darah Hitam, Ini Penjelasan Dokter Bedah
-
Revolusi Kesehatan Dimulai: Indonesia Jadi Pusat Inovasi Digital di Asia!
-
HPV Masih Jadi Ancaman, Kini Ada Vaksin Generasi Baru dengan Perlindungan Lebih Luas