Suara.com - Pria tanpa identitas yang meninggal di Afrika Barat terkonfirmasi positif infeksi virus Marburg yang mirip dengan virus Ebola. Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mengingatkan bahwa sebaran infeksi itu harus dihentikan segera karena berpotensi jadi epidemi seperti virus Ebola sebelumnya.
Sebelum meninggal, pria itu jatuh sakit dengan gejala demam, sakit kepala, kelelahan, dan sakit perut. Kemudian meninggal pada 2 Agustus, dengan tes darah menunjukkan bahwa penyebab kematiannya akibat terinfeksi virus Marburg.
WHO menyebut, penyakit tersebut sangat menular dan bisa menyebabkan demam berdarah.
"Dan memiliki tingkat kematian hingga 88 persen," kata WHO, seperti dilansir dari Fox News
Virus marburg masih dalam keluarga sama dengan virus Ebola yang pernah menewaskan sedikitnya 11.325 orang dalam epidemi 2014-2016 di bagian wilayah Guinea. Negara itu baru-baru ini dinyatakan bebas Ebola setelah serangan singkat awal tahun ini yang menewaskan 12 orang.
Marburg diyakini berasal dari kelelawar dan ditularkan dari hewan inang ke manusia.
"Virus Marburg berpotensi menyebar lebih jauh dan luas, berarti kita harus menghentikannya,” kata Dr. Matshidiso Moeti, direktur regional WHO untuk Afrika.
WHO mengirim 10 ahli untuk membantu pejabat setempat, yang mengatakan setidaknya 146 orang telah diidentifikasi melakukan kontak dengan pria itu sebelum dia meninggal.
"Kami bekerja sama dengan otoritas kesehatan untuk menerapkan respons cepat yang didasarkan pada pengalaman dan keahlian Guinea di masa lalu dalam mengelola Ebola, yang ditularkan dengan cara yang sama," kata Moeti.
Baca Juga: Ebola Berpotensi Jadi Penyakit Kronis, Virolog: Bisa Diatasi dengan Vaksin
Wabah Marburg dimulai ketika hewan yang terinfeksi, seperti monyet atau kelelawar buah, menularkan virus ke manusia. Virus kemudian menyebar dari manusia ke manusia melalui kontak dengan cairan tubuh orang yang terinfeksi.
Gejala Marburg termasuk demam tinggi dan nyeri otot. Beberapa pasien kemudian mengalami pendarahan melalui lubang tubuh seperti mata dan telinga, kata WHO.
"Tidak ada obat atau vaksin yang disetujui untuk Marburg, tetapi rehidrasi dan perawatan suportif lainnya dapat meningkatkan peluang pasien untuk bertahan hidup," demikian dikatakan WHO.
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Prabowo Kirim Surat ke Eks Menteri Termasuk Sri Mulyani, Ini Isinya...
Pilihan
-
Kendal Tornado FC vs Persela Lamongan, Manajemen Jual 3.000 Tiket
-
6 Rekomendasi HP Murah Rp 3 Jutaan dengan Kamera Terbaik September 2025
-
Wakil Erick Thohir Disebut jadi Kandidat Kuat Menteri BUMN
-
Kursi Menteri BUMN Kosong, Siapa Pengganti Erick Thohir?
-
Otak Pembunuhan Kacab Bank, Siapa Ken si Wiraswasta Bertato?
Terkini
-
Pentingnya Cek Gula Darah Mandiri: Ini Merek Terbaik yang Banyak Dipilih!
-
Prestasi Internasional Siloam Hospitals: Masuk Peringkat Perusahaan Paling Tepercaya Dunia 2025
-
Anak Bentol Setelah Makan Telur? Awas Alergi! Kenali Gejala dan Perbedaan Alergi Makanan
-
Alergi Makanan Anak: Kapan Harus Khawatir? Panduan Lengkap dari Dokter
-
Pijat Bukan Sekadar Relaksasi: Cara Alami Menjaga Kesehatan Fisik dan Mental
-
3.289 Kasus Baru Setiap Tahun: Mengenal Multiple Myeloma Lebih Dekat Sebelum Terlambat
-
Konsistensi Lawan Katarak Kongenital, Optik Ini Raih Penghargaan Nasional
-
Apa Itu HB Dosting Hexyl? Doktif Klaim Hexylresorcinol Pengganti Hydroquinone
-
Perempuan Wajib Tahu! 10.000 Langkah Sederhana Selamatkan Tulang dari Pengeroposan
-
Kemenkes Catat 57 Persen Orang Indonesia Sakit Gigi, Tapi Cuek! Ini Dampak Ngerinya Bagi Kesehatan