Suara.com - Mutasi virus corona Covid-19 menjadi salah satu hal yang dikhawatirkan bisa menghambat penanganan pandemi. Namun ternyata, tidak selalu mutasi virus akan berdampak buruk terhadap kesakitan yang terjadi.
Dokter spesialis patologi klinik dr. Louis Markus Sp. PK., menjelaskan bahwa ada tiga kemungkinan yang terjadi jika virus bermutasi.
"Pertama jadi lebih lemah sehingga lebih mudah dibunuh oleh tubuh dan dia tidak bisa disebarkan lagi ke orang lain. Kemungkinan kedua, dari mutasi dia berubah tapi tidak berubah sifatnya. Jadi masih sama aja kalau yang. Ketiga inilah yang kita takutkan, dia berubah lalu jadi kayak x-men, tiba-tiba jadi punya superpower sifat itu berubah jadi lebih dahsyat dan lebih infeksius," papar dokter Louisa dalam webinar daring, Jumat (17/9/2021)
Ia menjelaskan, virus punya peluang bermutasi ketika sedang berada di dalam tubuh manusia. Selama masa infeksi, virus akan berkembang biak. Jika terjadi perubahan kode spike virus saat proses berkembang biak, maka terjadi mutasi.
Semakin banyak virus berkembang biak, maka peluang mutasi juga bisa semakin besar. Sehingga akan muncul berbagai varian baru virus corona, kata dokter Louisa.
"Varian itu sendiri, jadi WHO membagi jadi 2. Satu namanya varian of interest, satu lagi varian of concern," imbuhnya.
Perbedaan antara dua varian tersebut jika varian of interest merupakan mutasi virus yang mengalami perubahan sifat, tetap bisa menular ke orang lain, namun belum dipastikan apakah lebih berbahaya atau tidak.
Sementara variant of concern telah terbukti lebih cepat menular dan telah terjadi perubahan molekul biologis dalam tubuh virus. Dokter Louisa menyampaikan, sampai saat ini masih empat varian yang ditetapkan WHO sebagai variant of concern, di antaranya Alpha, Beta, Gamma, dan Delta.
Menurutnya, bukan tidak mungkin ke depan masih akan kembali muncul berbagai varian baru dari virus corona.
Baca Juga: Tambah 206 Kasus, Pasien Covid-19 di Jakarta Kini Tembus 855.806 Orang
"Bisa jadi virus yang baru mengalami perubahan dalam proses tatalaksana, jadi dia akan mempengaruhi proses medis. Contohnya apakah vaksin jadi nggak mempan, apakah nanti terapinya harus berganti," ucapnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Kecewa Kena PHP Ivan Gunawan, Ibu Peminjam Duit: Kirain Orang Baik, Ternyata Munafik
- Uang Jemaah Disita KPK, Khalid Basalamah Terseret Pusaran Korupsi Haji: Masih Ada di Ustaz Khalid
- 15 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 24 September 2025: Kesempatan Dapat Packs, Coin, dan Player OVR 111
- Kapan Awal Puasa Ramadan dan Idul Fitri 2026? Simak Jadwalnya
- Tanah Rakyat Dijual? GNP Yogyakarta Geruduk DPRD DIY, Ungkap Bahaya Prolegnas UUPA
Pilihan
-
Dukungan Dua Periode Prabowo-Gibran Jadi Sorotan, Ini Respon Jokowi
-
Menkeu Purbaya Putuskan Cukai Rokok 2026 Tidak Naik: Tadinya Saya Mau Turunin!
-
Akankah Dolar AS Tembus Rp17.000?
-
Dokter Tifa Kena Malu, Kepala SMPN 1 Solo Ungkap Fakta Ijazah Gibran
-
Penyebab Rupiah Loyo Hingga ke Level Rp 16.700 per USD
Terkini
-
Nada Tarina Pamer Bekas Jahitan Operasi, Kenapa Skoliosis Lebih Rentan pada Wanita?
-
Apa Itu Tylenol: Obat yang Diklaim Donald Trump Bisa Bikin Autis
-
Mengenal Osteosarcoma, Kanker Tulang Ganas yang Mengancam Nyawa Anak dan Remaja
-
Viral Guyonan Lelaki Manja saat Sakit, Dokter Saraf Bongkar Fakta Toleransi Nyeri
-
Bukan Cuma Pekerja, Ternyata Orang Tua juga Bisa Burnout karena Masalah Membesarkan Anak
-
Benarkah Diet Keto Berisiko untuk Kesehatan? Ini Jawaban Ahli
-
Tren Mengkhawatirkan! Mengapa Kasus Kanker pada Anak Muda Meningkat?
-
Gaya Hidup Higienis: Kebiasaan Kecil yang Berdampak Besar bagi Tubuh
-
Mengenal Penyakit Lyme yang Diderita Bella Hadid: Bagaimana Perawatannya?
-
Terapi Imunologi Sel: Inovasi Perawatan Kesehatan untuk Berbagai Penyakit Kronis