Suara.com - Terinfeksi Covid-19 meski hanya gejala, ringan juga dapat meninggalkan dampak jangka panjang pada kondisi otak, demikian menurut hasil penelitian dari Universitas Oxford Inggris dan Imperial College of London.
Agustus lalu, para peneliti menuliskan hasil penelitian mereka bahwa pencitraan otak dari Biobank Inggris, termasuk data lebih dari 40.000 orang di Inggris sejak 2014, menunjukkan perbedaan ketebalan materi abu-abu di antara mereka yang telah terinfeksi Covid-19 dan tidak.
Ilmuwan tersebut telah mengidentifikasi masing-masing 68 dan 67 efek longitudinal signifikan yang terkait dengan infeksi SARS-CoV-2 di otak.
Pada kelompok penyintas Covid-19, jaringan materi abu-abu berkurang di lobus frontal dan temporal. Sementara pada populasi umum, perubahan volume materi abu-abu lebih besar dari normal.
Hasil pemindaian otak penyintas Covid-19 dengan gejala parah sama dengan mereka yang mengalami infeksi ringan, yakni pengurangan nyata dari ketebalan materi abu-abu.
Selain itu, peserta yang terinfeksi SARS-CoV-2 juga menunjukkan penurunan kognitif yang lebih besar selama pengujian dan lebih lambat dalam memproses informasi dibandingkan dengan mereka yang tidak tertular virus.
Para peneliti mencocokkan kelompok berdasarkan usia, jenis kelamin, tanggal tes awal, dan lokasi studi, di samping faktor risiko umum lainnya untuk penyakit.
Namun para ilmuwan menyadari bahwa penelitian itu belum ditinjau oleh rekan sejawat dan tidak boleh digunakan sebagai indikator praktik klinis, katanya dikutip dari Fox News.
Meskipun terlalu dini untuk menarik kesimpulan tentang dampak jangka panjang dari perubahan terkait virus corona, temuan itu dinilai telah menimbulkan kekhawatiran mengenai pengaruhnya terhadap perubahan biologis, termasuk penuaan.
Baca Juga: Tenggorokan Tak Nyaman saat Terpapar Covid-19, dr Tirta Sarankan Minum Ini
Dalam sebuah studi baru-baru ini dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) ditemukan bahwa orang dewasa yang terinfeksi Covid-19 dapat memiliki masalah kesehatan jangka panjang lainnya seperti kelelahan, kehilangan penciuman atau rasa, dan sesak napas.
Gejalanya bisa berlangsung sebulan atau lebih. CDC juga memperingatkan adanya disfungsi kognitif dalam bentuk pelupa, kehilangan memori atau kabut otak.
Berita Terkait
Terpopuler
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Seret Nama Mantan Bupati Sleman, Dana Hibah Pariwisata Dikorupsi, Negara Rugi Rp10,9 Miliar
- Ini 5 Shio Paling Beruntung di Bulan Oktober 2025, Kamu Termasuk?
- Rumah Tangga Deddy Corbuzier dan Sabrina Diisukan Retak, Dulu Pacaran Diam-Diam Tanpa Restu Orangtua
- 5 Promo Asus ROG Xbox Ally yang Tidak Boleh Dilewatkan Para Gamer
Pilihan
-
Bahlil Vs Purbaya soal Data Subsidi LPG 3 Kg, Pernah Disinggung Sri Mulyani
-
3 Rekomendasi HP 1 Jutaan Baterai Besar Terbaru, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Menkeu Purbaya Pernah Minta Pertamina Bikin 7 Kilang Baru, Bukan Justru Dibakar
-
Dapur MBG di Agam Dihentikan Sementara, Buntut Puluhan Pelajar Diduga Keracunan Makanan!
-
Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
Terkini
-
Anak Percaya Diri, Sukses di Masa Depan! Ini yang Wajib Orang Tua Lakukan!
-
Produk Susu Lokal Tembus Pasar ASEAN, Perkuat Gizi Anak Asia Tenggara
-
Miris! Ahli Kanker Cerita Dokter Layani 70 Pasien BPJS per Hari, Konsultasi Jadi Sebentar
-
Silent Killer Mengintai: 1 dari 3 Orang Indonesia Terancam Kolesterol Tinggi!
-
Jantung Sehat, Hidup Lebih Panjang: Edukasi yang Tak Boleh Ditunda
-
Siloam Hospital Peringati Hari Jantung Sedunia, Soroti Risiko AF dan Stroke di Indonesia
-
Skrining Kanker Payudara Kini Lebih Nyaman: Pemeriksaan 5 Detik untuk Hidup Lebih Lama
-
CEK FAKTA: Ilmuwan China Ciptakan Lem, Bisa Sambung Tulang dalam 3 Menit
-
Risiko Serangan Jantung Tak Pandang Usia, Pentingnya Layanan Terpadu untuk Selamatkan Nyawa
-
Bijak Garam: Cara Sederhana Cegah Hipertensi dan Penyakit Degeneratif