Suara.com - Bendera Merah Putih yang tak bisa dikibarkan di podium Piala Thomas 2020 akibat sanksi dari Badan Anti-Doping Dunia, WADA, yang menilai Indonesia tidak mematuhi program test doping plan (TDP) tentu saja membuat banyak pihak kecewa, tak hanya para atlet bulutangkis, tetapi juga rakyat Indonesia.
Apalagi kemenangan tersebut sangat ditunggu-tunggu, setelah 19 tahun Indonesia tak pernah menjuarai Piala Thomas.
Seperti diketahui, Indonesia berhasil menjadi juara Piala Thomas 2020 setelah mengalahkan China dengan skor 3-0 pada Minggu (17/10/2021) malam.
Namun saat seremoni juara, Bendera Merah Putih justru tidak dikibarkan di Ceres Arena, Aarhurs, Denmark, tempat pertandingan berlangsung.
Sebagai gantinya, hanya ada bendera Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) yang ditayangkan di layar.
Peristiwa itu terjadi akibat buntut dari sanksi yang diberikan oleh WADA, karena Indonesia dinilai tidak mematuhi program test doping plan.
WADA memberikan sanksi kepada Lembaga Anti Doping Indonesia (LADI) pekan lalu. Indonesia bersama tujuh negara lain tidak mengirimkan sampel uji doping selama masa pandemi, yakni pada 2020 dan 2021.
Lantas, apa itu doping dan mengapa tes doping sangat penting bagi atlet?
Istilah doping mengacu pada penggunaan obat-obatan terlarang, obat-obatan, atau perawatan oleh atlet dengan tujuan meningkatkan kinerja atletik.
Baca Juga: Kenali Jenis Obat yang Dilarang Konsumsi Bagi Atlet Sebagai Doping
Dikutip dari American College of Medical Toxicology, praktik doping oleh para atlet sudah ada sejak berabad-abad yang lalu.
Tujuan dari praktik doping biasanya dilakukan agar meningkatkan massa otot, mengurangi waktu pemulihan, meningkatkan energi maupun daya tahan tubuh, juga menutupi zat obat lain yang dikonsumsi atlet.
Perhatian dunia akan penggunaan doping oleh atlet makin ramai diperbincangkan sejak beberapa tahun lalu karena berbagai macam obat peningkat kinerja yang makin banyak tersedia. Juga karena kasus doping oleh atlet elit yang ramai di media.
Selain itu tercatat bahwa para atlet berisiko mengalami efek kesehatan yang merugikan, bahkan kematian dini, yang terkait dengan penggunaan doping.
Kondisi itu sempat menyebabkan larangan pertama doping dikeluarkan oleh Asosiasi Internasional Federasi Atletik pada 1928.
Namun, karena kemampuan untuk menguji zat terlarang sangat terbatas pada waktu itu sehingga tidak diteruskan.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- PSSI Tunjuk John Herdman Jadi Pelatih, Kapten Timnas Indonesia Berikan Komentar Tegas
- Media Swiss Sebut PSSI Salah Pilih John Herdman, Dianggap Setipe dengan Patrick Kluivert
Pilihan
-
Ranking FIFA Terbaru: Timnas Indonesia Makin Pepet Malaysia Usai Kena Sanksi
-
Sriwijaya FC Selamat! Hakim Tolak Gugatan PKPU, Asa Bangkit Terbuka
-
Akbar Faizal Soal Sengketa Lahan Tanjung Bunga Makassar: JK Tak Akan Mundur
-
Luar Biasa! Jay Idzes Tembus 50 Laga Serie A, 4.478 Menit Bermain dan Minim Cedera
-
4 Rekomendasi HP OPPO Murah Terbaru untuk Pengguna Budget Terbatas
Terkini
-
Standar Global Layanan Kesehatan Kian Ditentukan oleh Infrastruktur Rumah Sakit
-
Gaya Hidup Anak Muda: Nongkrong, Makan Enak, Tapi Kolesterol Jangan Lupa Dicek
-
Jaringan Layanan Kesehatan Ini Dorong Gaya Hidup Sehat Lewat Semangat "Care in Every Step"
-
Rekomendasi Minuman Sehat untuk Kontrol Diabetes, Ini Perbandingan Dianesia, Mganik dan Flimeal
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental