Suara.com - Fobia merupakan ketakutan ekstrem yang membuat pengidapnya tidak bisa berfungsi secara normal. Ketakutan ini bisa muncul akibat trauma negatif, tetapi karena terlalu parah dan sering tidak rasional, fobia bisa melumpuhkan.
Sebenarnya, menurut Very Well Mind, penyebab fobia belum dipahami secara luas. Namun, semakin banyak penelitian menunjukkan bahwa genetik kemungkinan dapat berpengaruh.
Sebuah studi menunjukkan bahwa anak kembar yang dibesarkan secara terpisah berisiko tinggi memiliki fobia serupa.
Sementara itu, peneliti menemukan bahwa apabila keluarga tingkat pertama mengidap fobia, maka keturunannya bisa hingga tiga kali lebih mungkin mengembangkan fobia juga.
Pusat Penelitian Primata Nasional Yerkes di Universitas Emory juga pernah melakukan studi terhadap tikus dengan membuat mereka fobia terhadap bau bunga sakura. Ketakutan itu diinduksi kejutan listrik, membuat tikus enggan membaui aroma bunga.
Hal yang mengejutkan peneliti adalah kuturunan-keturunan tikus tersebut juga menjadi punya kondisi yang sama dengan induk mereka. Tidak sampai di sini, cucu-cucu tikud tersebut juga memiliki fobia yang sama.
Menurut peneliti, dilansir Spirituality & Health, ini adalah contoh dari epigenesis, yakni perubahan gen akibat efek bahan kimia atau faktor selain perubahan kode genetik itu sendiri.
Epigenesis menunjukkan bahwa gen merespon stresor dari lingkungan. Dengan mengubah aktivitas gen, kemudian stresor ini memengaruhi cara kita memahami rangsangan dari lingkungan dan bagaimana cara meresponnya.
Paparan berulang terhadap rangsangan negatif dari lingkungan dapat membuat ketakutan itu permanen, langsung menghubungkan ke otak. Setelah perubahan menjadi bagian dari susunan genetik, maka akan bisa diturunkan ke generasi berikutnya.
Baca Juga: Mahasiswi Korban Teror Sperma Trauma: 2 Hari Tak Bisa Makan hingga Takut Keluar Rumah
Warisan sifat-sifat ini telah dibuktikan dalam sejumlah penelitian tentang orang-orang yang trauma oleh perang, kelaparan, dan keadaan buruk lainnya.
Dampak emosional serta psikologis dari trauma tersebut juga terlihat pada keturunan para korban ini, bahkan pada generasi yang lahir jauh setelah peristiwa traumatis tersebut.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Body Lotion dengan SPF 50 untuk Usia 40 Tahun ke Atas
- 5 Mobil Bekas Sekelas Honda Jazz untuk Mahasiswa yang Lebih Murah
- 26 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 13 November: Klaim Ribuan Gems dan FootyVerse 111-113
- Biodata dan Pendidikan Gus Elham Yahya yang Viral Cium Anak Kecil
- 5 Pilihan Bedak Padat Wardah untuk Samarkan Garis Halus Usia 40-an, Harga Terjangkau
Pilihan
-
Bobibos Ramai Dibicarakan! Pakar: Wajib Lolos Uji Kelayakan Sebelum Dijual Massal
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
-
Rolas Sitinjak: Kriminalisasi Busuk dalam Kasus Tambang Ilegal PT Position, Polisi Pun Jadi Korban
-
Menkeu Purbaya Ungkap Ada K/L yang Balikin Duit Rp3,5 T Gara-Gara Tak Sanggup Belanja!
-
Vinfast Serius Garap Pasar Indonesia, Ini Strategi di Tengah Gempuran Mobil China
Terkini
-
Waspada Konsumsi Minuman Soda Diet, Temuan Terbaru Sebut Risiko Penyakit Hati Naik hingga 60%
-
Inovasi Kedokteran Gigi yang Siap Ubah Layanan Kesehatan Mulut Indonesia
-
Waspada "Diabesity", Mengapa Indonesia Jadi Sarang Penyakit Kombinasi Diabetes dan Obesitas?
-
Gaya Hidup Modern Picu Kelelahan, Inovasi Wellness Mulai Dilirik Masyarakat Urban
-
Rahasia Anak Tumbuh Percaya Diri dan Kreatif, Jessica Iskandar Beberkan Kuncinya
-
BRIN Uji Rokok Elektrik: Kadar Zat Berbahaya Lebih Rendah, Tapi Perlu Pengawasan
-
Sering Luput Dari Perhatian Padahal Berbahaya, Ketahui Cara Deteksi dan Pencegahan Aritmia
-
Vape Bukan Alternatif Aman: Ahli Ungkap Risiko Tersembunyi yang Mengintai Paru-Paru Anda
-
Kesehatan Perempuan dan Bayi jadi Kunci Masa Depan yang Lebih Terjamin
-
8 Olahraga yang Efektif Menurunkan Berat Badan, Tubuh Jadi Lebih Bugar