Suara.com - Menurut National Alliance of Mental Health, perawatan standar untuk penyakit mental bekerja secara lambat dan menyebabkan efek samping.
Dari masalah tersebut, seorang Profesor Teknik Kimia Fred W. Bull di College of Engineering, Chang Lu, dan rekannya di Virginia Commonwealth University mempelajari efek psikedelik menggunakan teknologi yang dikembangkan labnya pada 2015.
Temuan mereka menunjukkan bagaimana zat psikedelik seperti psilocybin, mescaline, LSD, dan obat serupa dapat meredakan gejala kecanduan, kecemasan, depresi, dan gangguan stres pasca-trauma.
Medical Xpress melaporkan bahwa tampaknya obat-obatan tersebut bekerja lebih cepat dan bertahan lebih lama dari obat-obatan penyakit mental yang ada saat ini. Efek sampingnya pun lebih sedikit.
Riset ini bergantung pada analisis genomik Lu. Prosesnya memungkinkannya menggunakan sampel jaringan yang sangat kecil, dari ratusan hingga ribuan sel, dan menarik kesimpulan dari hasilnya.
Lu juga menggunakan sejumlah kecil bahan dari wilayah tertentu di otak tikus, dan melihat efek psikedelik pada jaringan otak sangat penting.
Dalam studi ini, Lu menggunakan obat psikedelik 2,5-dimethoxy-4-iodoamphetamine atau DOI, obat yang mirip dengan LSD. Mereka memberikannya kepada tikus yang telah dilatih untuk takut pada pemicu tertentu.
Kemudian, Lu menganalisis sampel sampel otak untuk melihat perubahan epigenom dan ekspresi gen.
Mereka menemukan, variasi epigenomik umumnya lebih tahan lama daripada perubahan ekspresi gen, sehingga lebih mungkin terkait dengan efek jangka panjang dari psikedelik.
Baca Juga: Sinetron Ikatan Cinta Tak Kunjung Tamat, Amanda Manopo Ungkap Mental Jadi Berantakan
Setelah satu dosis DOI, tikus yang bereaksi terhadap pemicu ketakutan tidak lagi meresponsnya dengan perilaku cemas. Otak tikus juga menunjukkan adanya efek baik, setelah zat itu tidak lagi terdeteksi di jaringan.
"Ini adalah perkembangan yang penuh harapan bagi penderita penyakit mental dan orang-orang yang mencintai mereka," jelas Lu.
Namun, riset tentang psikedelik ini masih dalam tahap awal. Masih banyak penelitian yang perlu dilakukan sebelum psikedelik digunakan sebagai obat secara luas.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pratama Arhan dan Azizah Salsha Dikabarkan Rujuk, Ini Penjelasaan Pengadilan Agama Tigaraksa
- Selamat Datang Elkan Baggott Gantikan Mees Hilgers Bela Timnas Indonesia, Peluangnya Sangat Besar
- Hari Pelanggan Nasional 2025: Nikmati Promo Spesial BRI, Diskon Sampai 25%
- Maki-Maki Prabowo dan Ingin Anies Baswedan Jadi Presiden, Ibu Jilbab Pink Viral Disebut Korban AI
- Buktinya Kuat, Pratama Arhan dan Azizah Salsha Rujuk?
Pilihan
-
Kunker Dihapus, Pensiun Jalan Terus: Cek Skema Lengkap Pendapatan Anggota DPR Terbaru!
-
Waktu Rujuk Hampir Habis! Jumat Minggu Depan Pratama Arhan Harus Ikrar Talak ke Azizah Salsha
-
Nadiem Makarim Jadi Menteri Ke-7 Era Jokowi yang Jadi Tersangka Korupsi, Siapa Aja Pendahulunya?
-
Jadwal dan Link Streaming Timnas Indonesia vs Taiwan Malam Ini di GBT
-
Pelatih Persija Kasihan dengan Gerald Vanenburg, Soroti Situasi Timnas Indonesia U-23
Terkini
-
Varises Esofagus Bisa Picu BAB dan Muntah Darah Hitam, Ini Penjelasan Dokter Bedah
-
Revolusi Kesehatan Dimulai: Indonesia Jadi Pusat Inovasi Digital di Asia!
-
HPV Masih Jadi Ancaman, Kini Ada Vaksin Generasi Baru dengan Perlindungan Lebih Luas
-
Resistensi Antimikroba Ancam Pasien, Penggunaan Antibiotik Harus Lebih Cerdas
-
Ini Alasan Kenapa Donor Darah Tetap Relevan di Era Modern
-
Dari Kegelapan Menuju Cahaya: Bagaimana Operasi Katarak Gratis Mengubah Hidup Pasien
-
Jangan Sepelekan, Mulut Terbuka Saat Tidur pada Anak Bisa Jadi Tanda Masalah Kesehatan Serius!
-
Obat Sakit Gigi Pakai Getah Daun Jarak, Mitos atau Fakta?
-
Pilih Buah Lokal: Cara Asik Tanamkan Kebiasaan Makan Sehat untuk Anak Sejak Dini
-
Sinshe Modern: Rahasia Sehat Alami dengan Sentuhan Teknologi, Dari Stroke Hingga Program Hamil!