Suara.com - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) berencana merevisi Peraturan No. 31/2018 tentang kemasan pangan olahan. Revisi aturan itu bakal mewajibkan produk galon isi ulang yang berbahan polikarbonat untuk mencantumkan label mengandung Bisfenol A (BPA).
Label BPA free atau bebas BPA, dapat dicantumkan pada produk air minum dalam kemasan (AMDK) sekali pakai berbahan polietilena (PET) yang tidak mengandung BPA.
Sejumlah pemain besar industri air minum kemasan mengantisipasi rancangan kebijakan pelabelan risiko senyawa kimia Bisphenol-A (BPA) yang digulirkan BPOM itu. Mereka memperkenalkan galon isi ulang berbahan Polyethylene terephthalate (PET), jenis plastik kualitas tinggi dan bebas BPA.
Tujuannya untuk memperkecil ketertinggalan dari produsen lain yang lebih dulu mengeluarkan produk serupa di pasaran. BPA adalah bahan baku utama yang menjadikan Polikarbonat -- jenis plastik yang mendominasi kemasan galon isi ulang -- mudah dibentuk, tahan panas dan awet.
Dalam keterangan yang diterima Suara.com, Selasa, (7/12/2021), pengecekan lapangan menunjukkan galon isi ulang Cleo, produksi PT Sariguna Primatirta Tbk, termasuk yang mula-mula memasarkan galon air minum berbahan plastik jenis PET. Perusahaan juga termasuk yang pertama berinisiatif memasang marka "BPA free" pada kemasan produknya untuk merebut kepercayaan konsumen.
Kemudian di sejumlah tempat di Bali galon isi ulang Aqua (produksi DANONE-Aqua) sebagia mulai diperjualkan dengan kemasan plastik jenis PET -- mudah dikenali dari kode Tara Pangan 1 pada kemasan. Fisik galon terlihat tembus pandang ketimbang galon berbahan plastik Polikarbonat (kode Tara Pangan 7) yang lazimnya terlihat buram. Produk Aqua berbasis PET itu kontras dengan mayoritas produk perusahaan, merajai pasar galon isi ulang dalam 40 tahun terakhir, yang berbahan Polikarbonat.
Sementara itu, industri air minum daerah dan sejumlah produsen kecil sebagiannya memilih menggunakan galon isi ulang dengan plastik jenis PET. Dengan pertimbangan harga produksi yang lebih murah, meski usia pakainya yang lebih pendek.
Asosiasi Perusahaan Air Minum dalam Kemasan (Aspadin), organisasi lobi terbesar industri galon isi ulang, belakangan menyuarakan penentangan keras. Mereka berdalih rancangan kebijakan itu bisa memicu iklim persaingan usaha yang tidak sehat dan berpotensi membunuh industri air minum kemasan skala kecil-menengah.
Sementara itu, Asosiasi Pemasok dan Distributor Depot Air Minum Indonesia (Apdamindo), organisasi yang mewakili kepentingan 60.000 unit depot air minum di Indonesia, menolak dikait-kaitkan dalam perseteruan antara lobi industri galon isi ulang dan BPOM.
Baca Juga: Jangan Digunakan! 5 Pet Terburuk di Free Fire
"Kami hanya penonton dalam perseteruan ini," kata Ketua Apdamino, Budi Dharmawan, menekankan inti bisnis depot air isi ulang adalah penjualan air bersih ke konsumen dan bukan soal wadah penampungan air. "Bagi kami, andai konsumen datang untuk isi ulang ke depot dengan membawa ember tetap akan kami layani," katanya.
Menurut Budi, penolakan atas rancangan kebijakan yang membawa-bawa industri depot isi ulang itu tidak tepat. Selain tidak pernah ada penelitian bersama terkait dampak pelabelan BPA pada industri air minum, industri depot isi ulang pada dasarnya mendukung langkah BPOM.
"Sepanjang rancangan kebijakan BPOM berlatar keinginan untuk kepentingan kesehatan masyarakat secara luas, kami mendukungnya," katanya.
Lebih jauh, Budi melihat polemik rencana pelabelan risiko BPA muncul karena sengitnya pertarungan memperebutkan pasar air minum bermerek, yakni antara perusahaan galon isi ulang yang kemasannya menggunakan plastik Polikarbonat versus sejumlah perusahaan yang kemasannya menggunakan jenis plastik bebas BPA. "Ini sebenarnya hanya pertarungan di level dewa," katanya.
Pentingnya Pelabelan BPA BPOM mematok batas migrasi maksimal BPA 0,6 bagian per juta (mg/kg) pada semua air minum kemasan bermerek dan secara rutin mengecek kepatuhan industri atas pemenuhan batas migrasi itu demi menjaga keamanan dan mutu produk konsumsi masyarakat.
Bagi Budi, rencana pelabelan risiko BPA pada air minum kemasan seharusnya menjadi momen bagi semua pihak untuk mencari jalan keluar yang bisa mengakomodasi tugas perlindungan keamanan dan mutu pangan oleh BPOM serta kepentingan industri besar air minum kemasan
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Harga di Bawah Rp10 Juta, Hemat dan Ramah Lingkungan
- 10 Rekomendasi Tablet Harga 1 Jutaan Dilengkapi SIM Card dan RAM Besar
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
Pilihan
-
Maarten Paes: Pertama (Kalahkan) Arab Saudi Lalu Irak, Lalu Kita Berpesta!
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
Terkini
-
Belajar dari Kasus Ameena, Apakah Permen Bisa Membuat Anak Sering Tantrum?
-
Bukan Sekadar Gadget: Keseimbangan Nutrisi, Gerak, dan Emosi Jadi Kunci Bekal Sehat Generasi Alpha
-
Gerakan Kaku Mariah Carey saat Konser di Sentul Jadi Sorotan, Benarkah karena Sakit Fibromyalgia?
-
Di Balik Rak Obat dan Layar Digital: Ini Peran Baru Apoteker di Era Kesehatan Modern
-
Kesibukan Kerja Kerap Tunda Pemeriksaan Mata, Layanan Ini Jadi Jawaban
-
Langkah Tepat Pengobatan Kanker Ovarium: Masa Remisi Lebih Panjang Hingga Tahunan
-
Katarak yang Tidak Dioperasi Berisiko Meninggal Dunia Lebih Awal, Ini Alasannya
-
Pemantauan Aktif Vaksinasi Dengue di DKI Jakarta: Kolaborasi Menuju Nol Kematian 2030
-
Atasi Pembesaran Prostat Tanpa Operasi Besar? Kenali Rezum, Terapi Uap Air yang Jadi Harapan Baru
-
Dukungan untuk Anak Pejuang Kanker, Apa Saja yang Bisa Dilakukan?