Suara.com - Rencana pelabelan risiko Bisfenoal-A (BPA) pada kemasan galon isi ulang dinilai membawa dampak positif bagi kesehatan masyarakat. Bahkan, sejumlah pihak mendukung Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk menggulirkan aturan tersebut.
Salah satunya dari Ketua Umum Asosiasi Pemasok dan Distributor Depot Air Minum Indonesia (Apdampindo), Budi Dharmawan. Ia mengatakan bahwa sepanjang rancangan kebijakan BPOM memang berlatar keinginan untuk kepentingan kesehatan masyarakat secara luas, maka Budi siap mendukung.
Menurut Budi, penolakan lobi industri atas rancangan kebijakan pelabelan itu lebih karena persaingan memperebutkan pasar air minum kemasan bermerek di kalangan masyarakat menengah ke atas yang angkanya mencapai 35 miliar liter per tahun.
"Ini sebenarnya hanya pertarungan di level dewa," katanya merujuk pada persaingan antara perusahaan-perusahaan galon isi ulang bermerek yang produknya menggunakan plastik Polikarbonat yang mengandung BPA dan telah 40 tahun lebih menguasai pasar versus sejumlah pemain baru yang produknya menggunakan plastik lebih berkelas dan bebas BPA.
"Bagi kami, andai konsumen datang untuk isi ulang ke depot dengan membawa ember tetap akan kami layani," kata Budi menyebut fokus bisnis industri depot air minum adalah penyediaan air bersih untuk kalangan menengah ke bawah.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Perusahaan Air Minum dalam Kemasan (Aspadin), Rachmat Hidayat, menyatakan menolak rencana pelabelan risiko BPA pada air minum kemasan antara lain karena bakal mematikan industri Air Minum Dalam Kemasan. "Galon isi ulang sudah digunakan hampir 40 tahun, tidak saja oleh rumah tangga di perkotaan tetapi juga di sub-urban, termasuk di institusi pemerintah, rumah sakit, kantor dan lainnya," katanya menepis risiko kesehatan dari paparan BPA pada galon isi ulang.
Beberapa waktu lalu, Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM, Rita Endang, menyampaikan perkembangan rancangan kebijakan (policy brief) pencantuman label risiko BPA pada air minum kemasan. Menurut Rita, arah dari policy brief yang telah digulirkan sejak awal 2021 itu adalah pencantuman label risiko BPA pada semua produk air minum dalam kemasan.
"Redaksinya nanti bisa berupa kalimat 'mungkin/dapat mengandung BPA' untuk galon yang menggunakan plastik polikarbonat," katanya merujuk pada insiatif pelabelan "BPA Free" (Bebas BPA) yang telah diadopsi pemerintah di sejumlah negara, termasuk di Amerika Serikat dan Perancis. BPA adalah bahan baku utama yang menjadikan Polikarbonat -- jenis plastik kemasan yang jamak dijumpai pada produk galon isi ulang -- mudah dibentuk, tahan panas dan awet. Sebagai senyawa kimia, BPA dapat bermigrasi pada air dalam kemasan plastik dan memicu risiko kesehatan yang serius.
Lantaran itu lah, sejak 2019, BPOM menetapkan batas migrasi maksimal BPA sebesar 0,6 bagian per juta (mg/kg) pada semua air minum kemasan. Sekaitan itu pula, BPOM secara rutin mengecek kepatuhan industri AMDK atas batas migrasi BPA itu.
Baca Juga: BPOM RI Berikan Kabar Terkini Seputar Vaksin Merah Putih, Siap Uji Klinik?
Di Senayan, anggota Komisi IX DPR Arzeti Bilbina memberi aplus. "Saya minta BPOM membuat aturan setiap wadah plastik untuk tidak ada kandungan BPA dengan ditandai ada label 'BPA free'," katanya dalam sesi dengar pendapat dengan Kepala BPOM, Penny K Lukito.
Respon positif juga datang dari Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi. "Semakin tinggi standar keamanan dan mutu pangan yang ditetapkan BPOM, tentunya semakin baik bagi perlindungan konsumen," katanya.
Sementara itu, sumber di kalangan industri menggambarkan dua kali pertemuan tertutup BPOM dan perwakilan industri AMDK belum lama ini, terkait sosialisasi rencana pelabelan risiko BPA, berlangsung panas.
Lebih jauh, dia menjelaskan pihak Aspadin menyampaikan dalam pertemuan bahwa banyak industri kecil bakal gulung tikar karena rencana pelabelan itu. Namun, katanya, BPOM kontan keberatan dengan pernyataan itu lantaran tujuan dari rencana pelabelan itu adalah penyelarasan standar pelabelan kemasan pangan dan juga untuk memberi informasi yang presisi pada konsumen.
Berita Terkait
Terpopuler
- 10 Rekomendasi Tablet Harga 1 Jutaan Dilengkapi SIM Card dan RAM Besar
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Harga di Bawah Rp10 Juta, Hemat dan Ramah Lingkungan
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
Pilihan
-
Maarten Paes: Pertama (Kalahkan) Arab Saudi Lalu Irak, Lalu Kita Berpesta!
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
Terkini
-
Belajar dari Kasus Ameena, Apakah Permen Bisa Membuat Anak Sering Tantrum?
-
Bukan Sekadar Gadget: Keseimbangan Nutrisi, Gerak, dan Emosi Jadi Kunci Bekal Sehat Generasi Alpha
-
Gerakan Kaku Mariah Carey saat Konser di Sentul Jadi Sorotan, Benarkah karena Sakit Fibromyalgia?
-
Di Balik Rak Obat dan Layar Digital: Ini Peran Baru Apoteker di Era Kesehatan Modern
-
Kesibukan Kerja Kerap Tunda Pemeriksaan Mata, Layanan Ini Jadi Jawaban
-
Langkah Tepat Pengobatan Kanker Ovarium: Masa Remisi Lebih Panjang Hingga Tahunan
-
Katarak yang Tidak Dioperasi Berisiko Meninggal Dunia Lebih Awal, Ini Alasannya
-
Pemantauan Aktif Vaksinasi Dengue di DKI Jakarta: Kolaborasi Menuju Nol Kematian 2030
-
Atasi Pembesaran Prostat Tanpa Operasi Besar? Kenali Rezum, Terapi Uap Air yang Jadi Harapan Baru
-
Dukungan untuk Anak Pejuang Kanker, Apa Saja yang Bisa Dilakukan?