Suara.com - Para peneliti di Coloardo State University (CSU), menemukan pria dan orang yang suka berbicara keras lebih mudah menyebarkan virus corona Covid-19.
Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Environmental Science and Technology Letters, peneliti membuktikan pria sebagai penyebar virus corona Covid-19 terbanyak dengan memeriksa emisi aerosol pernapasan dari peserta yang sehat dari berbagai usia dan jenis kelamin ketika berbicara dan bernyanyi.
Para peneliti mengukur konsentrasi jumlah partikel virus corona Covid-19 antara 0,25 dan 33 mikrometer dari 63 peserta berusia 12-61 tahun dan volume suara serta tingkat CO2 (karbon dioksida) yang dihembuskan peserta.
Pengukuran sampel dilakukan ketika subjek mengenakan masker dan membukanya di dalam laboratorium.
Para peneliti menyimpulkan bahwa bernyanyi menghasilkan aerosol 77 persen lebih banyak daripada berbicara biasa, orang dewasa menghasilkan aerosol 62 peren lebih banyak daripada anak di bawah umum dan pria menghasilkan aerosol 34 persen lebih banyak daripada wanita.
Tapi, para peneliti tidak lagi menggunakan perbedaan usia dan jenis kelamin setelah memperhitungkan volume suara peserta dan pengukuran CO2 yang dihembuskan peserta dalam model linier.
Hasil eksperimen menggunakan alat musik tiup ini masih menunggu analisis data lebih lanjut dan tinjauan sejawat.
Sebenarnya studi ini sudah dikembangkan sejak awal pandemi virus corona Covid-19 sebagai upata menentukan apa yang bisa dilakukan orang-orang dalam seni pertunjukkan agar bisa kembali ke panggung untuk bekerja dengan aman.
"Apakah bernyanyi lebih buruk daripada berbicara dalam hal berapa banyak partikel yang dihembuskan? menurut penelitian itu sih benar. Semakin keras seseorang berbicara atau bernyanyi, maka semakin buruk emisinya," kata penulis studi, John Volckens dikutip dari Fox News.
Baca Juga: Studi: Pasien Virus Corona Covid-19 Parah Berisiko Meninggal Usai 12 Bulan
Jika ada perbedaan yang siginifikan dengan memperhiungkan CO2 antara pria dengan wanita dan anak-anak, maka Anda harus tahu berapa banyak pria, wanita dan anak di bawah umur yang berada di ruangan untuk memperkirakan risiko penularannya.
"Data kami menunjukkan bahwa Anda tidak akan tahu jika hanya mengukur CO2 dan tingkat kebisingan, karena itu hanya penyeimbang untuk perbedaan demografis ini," kata John Volckens.
Tapi, temuan ini juga memiliki keterbatasan, seperti lingkungan laboratorium yang mungkin kurang tepat untuk digeneralisasikan pada situasi nyata.
Para peneliti juga tidak mempertimbangkan jenis aktivitas vokal lainnya dan tidak mengukur risiko penularan penyakit pernapasan. Sehingga, observasi dan penelitian tambahan diperlukan untuk mengkarakterisasi emisi aerosol pernapasan selama perkembangan anak usia dini.
Goble, direktur Sekolah Musik, Teater dan Tari CSU mengatakan bahwa bekerja dengan para insinyur CSU membantu timnya untuk lebih memahami bagaimana seni visual dan pertunjukan dapat mengimplementasikan kembali program mereka.
Saat ini, protokol kesehatan yang diterapkan dalam seni pertunjukan CSU termasuk penggunaan masker, pembatasan waktu tempat hunian, jarak fisik setidaknya enam kaki untuk pelajaran suara dan waktu tambahan antar kelas agar ada pertukaran udara yang cukup di ruang pertunjukan.
Berita Terkait
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Jemput Weekend Seru di Bogor! 4 Destinasi Wisata dan Kuliner Hits yang Wajib Dicoba Gen Z
- 6 Ramalan Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 4-5 Oktober 2025
Pilihan
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
Terkini
-
Langkah Tepat Pengobatan Kanker Ovarium: Masa Remisi Lebih Panjang Hingga Tahunan
-
Katarak yang Tidak Dioperasi Berisiko Meninggal Dunia Lebih Awal, Ini Alasannya
-
Pemantauan Aktif Vaksinasi Dengue di DKI Jakarta: Kolaborasi Menuju Nol Kematian 2030
-
Atasi Pembesaran Prostat Tanpa Operasi Besar? Kenali Rezum, Terapi Uap Air yang Jadi Harapan Baru
-
Dukungan untuk Anak Pejuang Kanker, Apa Saja yang Bisa Dilakukan?
-
Anak Sering Mengeluh Mata Lelah? Awas, Mata Minus Mengintai! Ini Cara Mencegahnya
-
Dokter dan Klinik Indonesia Raih Penghargaan di Cynosure Lutronic APAC Summit 2025
-
Stop Ruam Popok! 5 Tips Ampuh Pilih Popok Terbaik untuk Kulit Bayi Sensitif
-
Fenomena Banyak Pasien Kanker Berobat ke Luar Negeri Lalu Lanjut Terapi di Indonesia, Apa Sebabnya?
-
Anak Percaya Diri, Sukses di Masa Depan! Ini yang Wajib Orang Tua Lakukan!