Suara.com - Obat baru yang berpotensi mengobati nyeri akibat endometriosis dan hanya memiliki sedikit efek samping hampir mendapat peretujuan penggunaan resmi.
Endometriosis adalah kondisi peradangan kronis dan penyebab utama nyeri panggul. Tanpa penyebab atau pengobatan, banyak pasien kehabisan pilihan dan mengalami gejala kronis sepanjang hidupnya.
Perawatan jangka panjang yang aman dan efektif sangat dibutuhkan, tetapi hingga kini sangat sedikit obat yang disetujui untuk penggunaan klinis, lapor Science Alert.
"Meskipun ada kemajuan terbaru dalam pengobatan endometriosis non-bedah, masih ada kebutuhan kritis untuk pilihan terapi bagi wanita yang menderita kondisi kronis ini," kata peneliti endometriosis Hugh Taylor dari Universitas Yale.
Obat eksperimental ini, yang disebut linzagolix, sedang diuji oleh perusahaan biofarmasi ObsEva sebagai pengobatan potensial.
Pada akhir 2021 lalu, dua hasil uji klinis fase 3 sudah cukup meyakinkan BPOM AS (FDA) untuk meninjau linzagolix sebagai pengobatan fibroid rahim.
Peneliti memperkirakan tidak akan lama sampai pejabat juga mempertimbangkan obat ini sebagai perawatan endometriosis.
Dalam uji klinis tersebut, peneliti mencoba dua dosis yang berbeda, yakni dosis 200 mg dan 75 mg. Pada dosis yang lebih tinggi, pasien juga diberi terapi hormonal tambahan. Sebab, linzagolix bekerja di otak untuk mengurangi produksi estrogen di ovarium.
Hasilnya menunjukkan kedua dosis linzagolix menyebabkan pengurangan kram menstruasi parah dan sedang, sembelit terkait menstruasi (dyschezia), dan nyeri panggul setelah tiga bulan mengonsumsi. Pada enam bulan, peningkatan efek baik berlanjut.
Baca Juga: Studi Membuktikan Vaksin Covid-19 Memang Dapat Mengubah Siklus Menstruasi
"Linzagolix 200 mg sekali sehari dengan terapi tambahan menunjukkan kemanjuran yang sangat baik bersama dengan perubahan minimal dalam kepadatan mineral tulang, menunjukkan dosis ini dapat digunakan untuk pengobatan jangka panjang," sambungnya.
Di sisi lain, para peneliti di ObsEva mengatakan dosis rendah sedang diuji sebagai pilihan bagi pasien yang tidak dapat atau tidak ingin mendapat terapi tambahan.
Berita Terkait
Terpopuler
- Siapa Saja 5 Pelatih Tolak Melatih Timnas Indonesia?
- 5 Pilihan Sunscreen Wardah dengan SPF 50, Efektif Hempas Flek Hitam hingga Jerawat
- 5 Rekomendasi Bedak Cushion Anti Longsor Buat Tutupi Flek Hitam, Cocok Untuk Acara Seharian
- 10 Sepatu Jalan Kaki Terbaik dan Nyaman dari Brand Lokal hingga Luar Negeri
- 23 Kode Redeem FC Mobile 6 November: Raih Hadiah Cafu 113, Rank Up Point, dan Player Pack Eksklusif
Pilihan
-
PSSI Kalah Cepat? Timur Kapadze Terima Tawaran Manchester City
-
Menkeu Purbaya Segera Ubah Rp1.000 jadi Rp1, RUU Ditargetkan Selesai 2027
-
Menkeu Purbaya Kaji Popok Bayi, Tisu Basah, Hingga Alat Makan Sekali Pakai Terkena Cukai
-
Comeback Dramatis! Persib Bandung Jungkalkan Selangor FC di Malaysia
-
Bisnis Pizza Hut di Ujung Tanduk, Pemilik 'Pusing' Berat Sampai Berniat Melego Saham!
Terkini
-
Data BPJS Ungkap Kasus DBD 4 Kali Lebih Tinggi dari Laporan Kemenkes, Ada Apa?
-
Camping Lebih dari Sekadar Liburan, Tapi Cara Ampuh Bentuk Karakter Anak
-
Satu-satunya dari Indonesia, Dokter Ini Kupas Potensi DNA Salmon Rejuran S di Forum Dunia
-
Penyakit Jantung Masih Pembunuh Utama, tapi Banyak Kasus Kini Bisa Ditangani Tanpa Operasi Besar
-
Nggak Sekadar Tinggi Badan, Ini Aspek Penting Tumbuh Kembang Anak
-
Apoteker Kini Jadi Garda Terdepan dalam Perawatan Luka yang Aman dan Profesional
-
3 Skincare Pria Lokal Terbaik 2025: LEOLEO, LUCKYMEN dan ELVICTO Andalan Pria Modern
-
Dont Miss a Beat: Setiap Menit Berharga untuk Menyelamatkan Nyawa Pasien Aritmia dan Stroke
-
Jangan Tunggu Dewasa, Ajak Anak Pahami Aturan Lalu Lintas Sejak Sekarang!
-
Menjaga Kemurnian Air di Rumah, Kunci Hidup Sehat yang Sering Terlupa