Suara.com - Varian Omicron yang menjadi penyebab kenaikan kasus COVID-19 dalam beberapa pekan terakhir tidak bisa ditangani menggunakan satu jenis obat saja.
Pakar mengatakan untuk bisa mengalahkan varian Omicron, dibutuhkan kombinas obat antibodi yang tepat.
"Strategi penanganan bila bertemu varian baru yakni menggunakan kombinasi, jadi tidak menggunakan satu antibodi monoklonal," ungkap Dr. Ceva Wicaksono Pitoyo, SpPD, K-P, FINASIM, KIC dari Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, mengutip ANTARA.
Dokter Ceva yang berpraktik di RSUPN Ciptomangunkusumo, Jakarta itu mengatakan, monoklonal antibodi kombinasi bekerja untuk menargetkan RBD spike protein dan menurunkan jumlah virus dengan efektivitas hingga 70 persen untuk mengurangi beratnya penyakit.
"Ini mungkin yang bisa kita pertimbangkan ke depan," kata dia.
Menurut dia, Bamlanivimab dengan Etesevimab masih mungkin diharapkan bekerja karena bisa menyerang virus dari dua sisi dan ini akan lebih baik pada hasilnya.
Selain itu, ada juga Sotrovimab yang sebelumnya bekerja pada varian Alpha, Beta, Gamma dan Delta. Sementara untuk Omicron, para peneliti belum memiliki datanya, tetapi tampaknya menurunkan kemampuannya.
"Kalau pun diberikan tampaknya dia membutuhkan dosis yang cukup tinggi, dan mungkin tidak sebagus terhadap varian sebelumnya. Kalau pun masih bisa diberikan untuk lebih baik daripada enam antibodi monoklonal lain," kata Dr. Ceva.
"Tetapi peningkatan kemampuan daya hambatnya hanya meningkat 3 kali lipat, tidak setinggi apa yang kita harapkan," sambung dia.
Baca Juga: Menguji Klaim Dokter Faheem Younus Soal Rekomendasi Masker KN95, Benarkah Paling Efektif?
Selain terapi antibodi monoklonal, penanganan infeksi penyakit akibat virus bisa juga dengan mengandalkan obat-obat penekan imun pada level yang menguntungkan.
Saat ini, beberapa negara sudah mendapatkan persetujuan tentang Molnupiravir untuk menurunkan risiko penyakit memberat dan rawat inap di rumah sakit, kemudian kombinasi obat Ritonavir dan Nirmatrelvir yakni dalam bentuk oral sehingga bisa diberikan dini.
"Bisa diberikan pada pasien gejala ringan sampai sedang, menurunkan mortalitas hingga 80 persen," kata Ceva.
Sementara itu, ada sejumlah antivirus yang awalnya dipakai namun saat ini tercatat sudah tidak lagi direkomendasikan antara lain Hydroxychloroquine dan Ivermectin.
Lebih lanjut, Ceva mengatakan, setelah memberikan antivirus dokter juga harus mempertimbangkan strategi memberikan obat untuk merangsang antibodi atau berupa antibodi seperti plasma konvalesen yakni plasma dari orang sudah sembuh yang sudah memiliki antibodi terhadap penyakit.
Menurut dia, hasil pengobatannya bisa bervariasi, salah satunya bisa memperkecil risiko kematian pasien dengan catatat titer imunoglobulin antibodi di dalam serum harus sangat tinggi.
Berita Terkait
-
Investasi Paling Mahal Itu Kesehatan! Dokter Tirta Ingatkan Pola Makan Seimbang
-
Dilaporkan Kasus Pencemaran Nama Baik, Oky Pratama Ngeles Sebut Bukan Unggahannya
-
Kronologi Dokter Oky Pratama Dilaporkan Suami Heni Sagara, Berawal Postingan 'Mafia Skincare'
-
Dokter Oky Pratama Dilaporkan Suami Heni Sagara, Statusnya Naik ke Penyidikan
-
Akhir Petualangan Dokter Predator, Priguna Anugerah Divonis 11 Tahun Penjara
Terpopuler
- Siapa Saja 5 Pelatih Tolak Melatih Timnas Indonesia?
- 5 Pilihan Sunscreen Wardah dengan SPF 50, Efektif Hempas Flek Hitam hingga Jerawat
- 5 Rekomendasi Bedak Cushion Anti Longsor Buat Tutupi Flek Hitam, Cocok Untuk Acara Seharian
- 10 Sepatu Jalan Kaki Terbaik dan Nyaman dari Brand Lokal hingga Luar Negeri
- 23 Kode Redeem FC Mobile 6 November: Raih Hadiah Cafu 113, Rank Up Point, dan Player Pack Eksklusif
Pilihan
-
PSSI Kalah Cepat? Timur Kapadze Terima Tawaran Manchester City
-
Menkeu Purbaya Segera Ubah Rp1.000 jadi Rp1, RUU Ditargetkan Selesai 2027
-
Menkeu Purbaya Kaji Popok Bayi, Tisu Basah, Hingga Alat Makan Sekali Pakai Terkena Cukai
-
Comeback Dramatis! Persib Bandung Jungkalkan Selangor FC di Malaysia
-
Bisnis Pizza Hut di Ujung Tanduk, Pemilik 'Pusing' Berat Sampai Berniat Melego Saham!
Terkini
-
Data BPJS Ungkap Kasus DBD 4 Kali Lebih Tinggi dari Laporan Kemenkes, Ada Apa?
-
Camping Lebih dari Sekadar Liburan, Tapi Cara Ampuh Bentuk Karakter Anak
-
Satu-satunya dari Indonesia, Dokter Ini Kupas Potensi DNA Salmon Rejuran S di Forum Dunia
-
Penyakit Jantung Masih Pembunuh Utama, tapi Banyak Kasus Kini Bisa Ditangani Tanpa Operasi Besar
-
Nggak Sekadar Tinggi Badan, Ini Aspek Penting Tumbuh Kembang Anak
-
Apoteker Kini Jadi Garda Terdepan dalam Perawatan Luka yang Aman dan Profesional
-
3 Skincare Pria Lokal Terbaik 2025: LEOLEO, LUCKYMEN dan ELVICTO Andalan Pria Modern
-
Dont Miss a Beat: Setiap Menit Berharga untuk Menyelamatkan Nyawa Pasien Aritmia dan Stroke
-
Jangan Tunggu Dewasa, Ajak Anak Pahami Aturan Lalu Lintas Sejak Sekarang!
-
Menjaga Kemurnian Air di Rumah, Kunci Hidup Sehat yang Sering Terlupa