Suara.com - Paracetamol adalah obat bebas (OTC) yang banyak digunakan untuk mengobati rasa sakit dan menurunkan demam tinggi.
Pada orang yang mengalami sakit kepala, sakit gigi, keseleo atau pilek dan flu, obat paracetamol ini bisa memberikan kelegaan instan dari semua masalah kesehatan tersebut.
Bahkan, penggunaan obat paracetamol juga cukup meningkat pesat selama pandemi virus corona Covid-19 guna menurunkan demam.
Obat paracetamol ini juga dikenal sebagai acetaminophen, obat ini lebih rendah dari ibuprofen dan hanya bekerja untuk mengobati demam ringan dan nyeri sedang.
Namun, overdosis atau mencampur obat paracetamol dengan minuman yang salah dapat menyebabkan efek samping parah dan memicu kematian.
Setiap obat bekerja secara berbeda dan memiliki dampak yang berbeda pada kesehatan Anda. Karena itu, konsultasikan ke dokter mengenai cara meminum obat yang telah diresepkan.
Beberapa obat harus diminum dalam kondisi perut kosong dan lainnya harus menggunakan susu, karena bisa mengiritasi lapisan perut.
Asalkan, Anda tidak pernah minum obat paracetamol dan lainnya dengan minuman beralkohol. Karena, minuman beralkohol mengandung etanol.
Minum paracetamol dengan etanol bisa menyebabkan mual, muntah, sakit kepala, pingsan, atau kehilangan koordinasi.
Baca Juga: Varian Omicron Pengaruhi Anak dengan Cara Berbeda, Begini Efeknya!
Minum obat paracetamol setelah minum alkohol cukup banyak semalaman juga bisa memicu bahaya besar. Kombinasi keduanya bisa meningkatkan risiko toksisitas hati, yang bisa berakibat fatal.
Selain itu dilansir dari Times of India, konsumsi minuman beralkohol juga bisa mengurangi efektivitas obat. Tidak hanya paracetamol, menggabungkan alkohol dengan obat lain bukanlah ide yang bagus.
Meskipun paracetamol adalah obat ringan, namun Anda tidak boleh mengonsumsinya berlebihan dan ada batasnya. Pada orang dewasa, 1 gram paracetamol per dosis dan 4 gram (4000 mg) per hari aman untuk dikonsumsi.
Bila Anda minum paracetamol melebihi jumlah itu bisa menyebabkan toksisitas hati. Jika Adan konsumsi 3 gelas minuman beralkohol setiap harinya, jangan pernah minum obat paracetamol lebih dari 2 gram.
Pada anak usia 2 tahun, minumlah obat parasetamil bentuk pediatrik setelah berkonsultasi dengan dokter. Sehingga, jangan asal memberikan paracetamol pada anak-anak.
Jika Anda minum obat paracetamol dalam bentuk cair, jangan lupa untuk mengukurnya. Overdosis obat paracetamol cair salah satu kesalahan umum yang sering dilakukan orang-orang.
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Rekomendasi Mobil Bekas Kabin Luas di Bawah 90 Juta, Nyaman dan Bertenaga
- 4 Daftar Mobil Bekas Pertama yang Aman dan Mudah Dikendalikan Pemula
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- 6 Shio Ini Diramal Paling Beruntung dan Makmur Pada 11 Desember 2025, Cek Kamu Salah Satunya?
- Kode Redeem FC Mobile 10 Desember 2025: Siap Klaim Nedved dan Gems Melimpah untuk Player F2P
Pilihan
-
Rencana KBMI I Dihapus, OJK Minta Bank-bank Kecil Jangan Terburu-buru!
-
4 Rekomendasi HP 5G Murah Terbaik: Baterai Badak dan Chipset Gahar Desember 2025
-
Entitas Usaha Astra Group Buka Suara Usai Tambang Emas Miliknya Picu Bencana Banjir Sumatera
-
PT Titan Infra Sejahtera: Bisnis, Profil Pemilik, Direksi, dan Prospek Saham
-
OJK: Kecurangan di Industri Keuangan Semakin Canggih
Terkini
-
Obat Autoimun Berbasis Plasma Tersedia di Indonesia, Hasil Kerjasama dengan Korsel
-
Indonesia Kian Serius Garap Medical Tourism Premium Lewat Layanan Kesehatan Terintegrasi
-
Fokus Mental dan Medis: Rahasia Sukses Program Hamil Pasangan Indonesia di Tahun 2026!
-
Tantangan Kompleks Bedah Bahu, RS Ini Hadirkan Pakar Dunia untuk Beri Solusi
-
Pola Hidup Sehat Dimulai dari Sarapan: Mengapa DIANESIA Baik untuk Gula Darah?
-
Dapur Sehat: Jantung Rumah yang Nyaman, Bersih, dan Bebas Kontaminasi
-
Pemeriksaan Hormon Sering Gagal? Kenali Teknologi Multiomics yang Lebih Akurat
-
Di Balik Prestasi Atlet, Ada Peran Layanan Kesehatan yang Makin Krusial
-
Terobosan Baru Pengobatan Diabetes di Indonesia: Insulin 'Ajaib' yang Minim Risiko Gula Darah Rendah
-
Di Balik Krisis Penyakit Kronis: Mengapa Deteksi Dini Melalui Inovasi Diagnostik Jadi Benteng Utama?