Suara.com - Kebahagiaan merupakan salah satu tujuan terpenting dalam hidup. Namun ternyata, ambisi mencari kebahagiaan itu justru bisa berdampak buruk.
Sebab, memiliki tujuan seperti itu dapat membuat kita mementingkan diri sendiri. Mengejar kebahagiaan secara aktif dapat memperburuk kecenderungan menjadi individualis, bisa menjadi sosok yang mengorbankan orang lain demi mencari kesenangan pribadi, lapor The Conversation.
"Berfokus untuk membuat diri kita bahagia, kita melupakan prinsip dasar kebahagiaan, yaitu mencari kebahagiaan sejati di luar diri kita," jelas profesor psikologi Christian van Nieuwerburgh di Universitas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan RCSI.
Menurutnya, gagasan kita harus mencari kebahagiaan dapat menunjukkan bahwa aslinya tidak ada kebahagiaandalam hidup kita.
Selain itu, semakin kita mengejar kebahagiaan, semakin besar kemungkinan akan kecewa dengan situasi saat ini. Lebih buruk lagi, mencari kebahagiaan justru dapat menyebabkan gejala depresi apabila tidak menemukannya dan putus asa.
"Itu bisa membuat kita menyalahkan diri sendiri karena tidak bahagia," sambungnya.
Implikasi bahwa kita semua harus bahagia dan hal itu dapat dicapai secara mudah bisa membuat kita merasa ada yang salah dengan orang yang tidak bahagia.
Obsesi terhadap kebahagiaan telah melahirkan industri dan organisasi yang menjanjikan cara cepat untuk membuat kita bahagia. Inilah salah satu alasan mengapa berfokus hanya pada 'kebahagiaan' bisa merusak.
Di sisi lain, membicarakan kebahagiaan dengan orang yang menderita kemiskinan ekstrem, mengalami ketidakadilan sosial hidup di tengah konflik atau sedang terkena bencana alam, sering kali tidak tepat.
Baca Juga: Kesejahteraan Petani Naik Signifikan, Suharso Manoarfa: Kita Harus Terus Tingkatkan
Sederhananya, menjadi bahagia bukanlah prioritas dalam situasi tersebut. Menasihati orang lain untuk berbahagia di masa-masa traumatis bisa dianggap kurang belas kasih.
"Jika kita fokus terlalu sempit pada mengejar kebahagiaan, kita berisiko melupakan kesejahteraan, yang memiliki makna lebih dalam dari hedonisme," imbuhnya.
Selain itu, kesejahteraan juga mencakup hubungan dengan orang-orang, tujuan hidup, rasa pencapaian dan harga diri.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas yang Anti-Rugi: Pemakaian Jangka Panjang Tetap Aman Sentosa
- 3 Mobil Bekas 60 Jutaan Kapasitas Penumpang di Atas Innova, Keluarga Pasti Suka!
- 5 Mobil Listrik 8 Seater Pesaing BYD M6, Kabin Lega Cocok untuk Keluarga
- Cek Fakta: Viral Ferdy Sambo Ditemukan Meninggal di Penjara, Benarkah?
- Target Harga Saham CDIA Jelang Pergantian Tahun
Pilihan
-
Catatan Akhir Tahun: Emas Jadi Primadona 2025
-
Dasco Tegaskan Satgas DPR RI Akan Berkantor di Aceh untuk Percepat Pemulihan Pascabencana
-
6 Rekomendasi HP Murah Layar AMOLED Terbaik untuk Pengalaman Menonton yang Seru
-
Kaleidoskop Sumsel 2025: Menjemput Investasi Asing, Melawan Kepungan Asap dan Banjir
-
Mengungkap Gaji John Herdman dari PSSI, Setara Harga Rumah Pinggiran Tangsel?
Terkini
-
Pakar Ungkap Cara Memilih Popok Bayi yang Sesuai dengan Fase Pertumbuhannya
-
Waspada Super Flu Subclade K, Siapa Kelompok Paling Rentan? Ini Kata Ahli
-
Asam Urat Bisa Datang Diam-Diam, Ini Manfaat Susu Kambing Etawa untuk Pencegahan
-
Kesehatan Gigi Keluarga, Investasi Kecil dengan Dampak Besar
-
Fakta Super Flu, Dipicu Virus Influenza A H3N2 'Meledak' Jangkit Jutaan Orang
-
Gigi Goyang Saat Dewasa? Waspada! Ini Bukan Sekadar Tanda Biasa, Tapi Peringatan Serius dari Tubuh
-
Bali Menguat sebagai Pusat Wellness Asia, Standar Global Kesehatan Kian Jadi Kebutuhan
-
Susu Creamy Ala Hokkaido Tanpa Drama Perut: Solusi Nikmat buat yang Intoleransi Laktosa
-
Tak Melambat di Usia Lanjut, Rahasia The Siu Siu yang Tetap Aktif dan Bergerak
-
Rahasia Sendi Kuat di Usia Muda: Ini Nutrisi Wajib yang Perlu Dikonsumsi Sekarang