Suara.com - Selain ancaman Covid-19, Indonesia juga sedang masih memiliki ancaman penyakit menular lainnya yakni demam berdarah dengue (DBD), yang kasusnya meningkat di musim hujan.
Spesialis Anak Konsultan Penyakit Infeksi & Tropis Anak, Dr. dr. Debbie Latupeirissa, Sp.A (K) mengatakan DBD kerap muncul saat peralihan antara musim hujan ke musim kemarau.
"Penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ‘dibawa’ oleh nyamuk Aedes Aegypti ini ditandai dengan gejala khas seperti demam tinggi tanpa disertai gejala lainnya, misalnya tanpa disertai batuk, pilek, ataupun sesak napas," ujar Dr. Debbie dalam keterangannya, Senin (28/2/2022).
Di antara gejala yang umum itu, ada juga gejala lain seperti nyeri di belakang mata, sakit kepala, nyeri sendi, hingga munculnya bercak merah pada kulit atau pendarahan.
"Tapi biasanya bercak merah di kulit akan muncul di pertengahan atau di akhir periode DBD, dan jarang terlihat di awal terinfeksi," tuturnya.
Dokter yang berpraktik di RS Pondok Indah, Bintaro Jaya itu membenarkan karena disebabkan virus, maka sifat penyakit ini self limiting disease atau bisa sembuh dengan sendirinya.
Tapi yang berbahaya dari DBD ini adalah masa kritisnya, yang periodenya disebut pelana kuda, saat demam turun dan terlihat membaik itu adalah masa kritis karena trombositnya bisa sangat rendah.
Itulah yang menyebabkan tidak jarang DBD memakan korban jiwa jika segera tidak mendapatkan penanganan.
"Terlebih lagi jika pasien DBD telah memasuki fase berbahaya, dan terjadi pada anak-anak berusia lebih kecil yang belum dapat mengutarakan kondisi mereka. Karenanya, banyak penderita DBD yang kemudian dirawat di rumah sakit untuk dipantau lebih ketat kondisinya," tutup dr. Debbie.
Baca Juga: Hits Health: Perbedaan Gejala Omicron dan DBD, Kepribadian Pemilik Golongan Darah O
Sementara itu data terbaru DBD sepanjang 2022 hingga 20 Februari 2022, sudah terdapat 13.776 kasus, dengan jumlah kematian mencapai 145 orang, dengan jumlah kelompok tertinggi terinfeksi DBD usia 15 hingga 44 tahun.
Adapun selama 2022 Bandung jadi kota tertinggi dengan DBD 598 kasus, kedua Depok dengan 394 kasus, Bogor 347 kasus, Sumedang 347 kasus, dan Cirebon 317 kasus.
Berita Terkait
-
Puncak Musim Hujan Masih Berlangsung, Gubernur Sumbar Imbau Warga Waspadai Bencana Susulan
-
5 Sepatu Anti-Selip Cocok untuk Musim Hujan, Model Keren Mulai Rp100 Ribuan
-
5 Rekomendasi Lip Balm Anti Bibir Pecah-Pecah untuk Musim Hujan
-
5 Rekomendasi Motor Paling Aman untuk Musim Hujan: Rem Pakem, Ban Anti Slip
-
5 Pilihan Jaket Parka Tahan Air dan Angin, Tetap Hangat Saat Hujan
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Keluarga 3 Baris Rp50 Jutaan Paling Dicari, Terbaik Sepanjang Masa
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Sepatu Running Lokal Selevel Asics Original, Kualitas Juara Harga Aman di Dompet
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
-
Resmi Melantai di Bursa, Saham Superbank Melambung Tinggi
-
Jadwal dan Link Streaming Nonton Rizky Ridho Bakal Raih Puskas Award 2025 Malam Ini
-
5 HP RAM 6 GB Paling Murah untuk Multitasking Lancar bagi Pengguna Umum
Terkini
-
Heartology Cetak Sejarah: Operasi Jantung Kompleks Tanpa Belah Dada Pertama di Indonesia
-
Keberlanjutan Makin Krusial dalam Layanan Kesehatan Modern, Mengapa?
-
Indonesia Kini Punya Pusat Bedah Robotik Pertama, Tawarkan Bedah Presisi dan Pemulihan Cepat
-
Pertama di Indonesia, Operasi Ligamen Artifisial untuk Pasien Cedera Lutut
-
Inovasi Terapi Kanker Kian Maju, Deteksi Dini dan Pengobatan Personal Jadi Kunci
-
Gaya Bermain Neymar Jr Jadi Inspirasi Sepatu Bola Generasi Baru
-
Menopause dan Risiko Demensia: Perubahan Hormon yang Tak Bisa Diabaikan
-
Penelitian Ungkap Mikroplastik Memperparah Penyempitan Pembuluh Darah: Kok Bisa?
-
Lari Sambil Menjelajah Kota, JEKATE Running Series 2025 Resmi Digelar
-
Di Balik Duka Banjir Sumatera: Mengapa Popok Bayi Jadi Kebutuhan Mendesak di Pengungsian?