Suara.com - Long Covid-19 atau Post Covid Syndrome yang juga disebut gejala sisa Covid-19 bisa sangat mengganggu, dan bisa juga dialami orang yang terinfeksi varian Omicron.
Hal ini ditegaskan Ketua Satgas Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof. Zubairi Djoerban bahwa meskipun Omicron varian baru, sehingga datanya masih sedikit, tapi dipastikan Omicron bisa menyebabkan long Covid-19.
"(Laporan penyintas Omicron mengalami long Covid-19) ada dan memang terjadi. Hanya angka kejadiannya belum banyak," ujar Prof. Zubairi melalui cuitannya dikutip suara.com, Jumat (4/3/2022).
Long Covid-19 adalah gejala sisa yang bisa terjadi 2 hingga 3 minggu setelah dinyatakan sembuh dari Covid-19. Bahkan di beberapa kejadian long Covid-19 bisa terjadi hingga berbulan-bulan.
Umumnya gejala long Covid-19 seperti batuk, lemas, mudah lelah, hingga sulit berkonsentrasi.
Selain itu, long Covid-19 juga bukan tanda virus masih ada dan hidup di dalam tubuh, virus sudah mati dalam waktu 2 minggu, tapi kerusakan organ yang disebabkan virus butuh waktu lebih lama untuk pulih.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) itu mengungkap gejala long Covid-19 varian Omicron yang paling banyak ditemui adalah brain fog.
"Beberapa nakes mengalami itu (brain fog)," jelasnya.
Mengutip Hello Sehat, brain fog atau pikiran berkabut adalah istilah untuk menggambarkan serangkaian gejala yang sering terkait dengan fungsi kognitif otak.
Baca Juga: Kemenkes Malaysia: 91 Persen Korban Meninggal Covid-19 Tidak Sadar Terinfeksi Virus Corona
Gejala ini termasuk lupa dan kehilangan memori jangka pendek, sulit berkonsentrasi, kesulitan dalam berpikir dan memecahkan masalah, pikiran terasa kabur atau kosong, kebingungan atau linglung, dan masalah kognitif lainnya.
Meski Omicron bisa menyerang orang yang sudah divaksinasi lengkap atau bahkan sudah vaksin booster, sehingga Prof. Zubairi belum bisa memastikan apakah vaksinasi bisa mencegah kejadian long Covid-19.
"Penelitian memberi bukti awal bahwa vaksin dapat mencegah Long Covid atau setidaknya mengurangi tingkat keparahan. Butuh penelitian lebih banyak lagi," tutup Prof. Zubairi.
Berita Terkait
Terpopuler
- 3 Fakta Menarik Skuad Timnas Indonesia Jelang Duel Panas Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- 15 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 27 September 2025, Kesempatan Raih Pemain OVR 109-113
- 30 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 28 September: Raih Hadiah Prime Icon, Skill Boost dan Gems Gratis
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
Pilihan
-
Misi Bangkit Dikalahkan Persita, Julio Cesar Siap Bangkit Lawan Bangkok United
-
Gelar Pertemuan Tertutup, Ustaz Abu Bakar Baasyir Ungkap Pesan ke Jokowi
-
Momen Langka! Jokowi Cium Tangan Abu Bakar Ba'asyir di Kediamannya di Solo
-
Laga Klasik Timnas Indonesia vs Arab Saudi: Kartu Merah Ismed, Kemilau Boaz Solossa
-
Prabowo 'Ngamuk' Soal Keracunan MBG: Menteri Dipanggil Tengah Malam!
Terkini
-
Risiko Serangan Jantung Tak Pandang Usia, Pentingnya Layanan Terpadu untuk Selamatkan Nyawa
-
Bijak Garam: Cara Sederhana Cegah Hipertensi dan Penyakit Degeneratif
-
HD Theranova: Terobosan Cuci Darah yang Tingkatkan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal
-
Stres Hilang, Jantung Sehat, Komunitas Solid: Ini Kekuatan Fun Run yang Wajib Kamu Coba!
-
Jantung Sehat di Usia Muda: 5 Kebiasaan yang Wajib Kamu Tahu!
-
Infeksi Silang di Rumah Sakit? Linen Medis Antivirus Ini Jadi Solusi!
-
Golden Period Jadi Kunci, RS Ini Siapkan Layanan Cepat Tangani Stroke
-
Nada Tarina Pamer Bekas Jahitan Operasi, Kenapa Skoliosis Lebih Rentan pada Wanita?
-
Apa Itu Tylenol: Obat yang Diklaim Donald Trump Bisa Bikin Autis
-
Mengenal Osteosarcoma, Kanker Tulang Ganas yang Mengancam Nyawa Anak dan Remaja