Suara.com - Perang seperti yang terjadi antara Ukraina dan Rusia tak hanya dapat menghancurkan secara fisik tetapi juga mental. Termasuk anak-anak yang terjebak dan tinggal di zona perang.
Invasi Rusia ke Ukraina yang semakin intensif tidak hanya menyebabkan kehancuran bangunan tetapi juga berdampak bagi mental anak.
Setidaknya, melansir dari ABC News, tujuh anak telah tewas di Ukraina, ungkap Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia. Selain kematian, beberapa anak juga mengalami luka-luka akibat serangan udara dan juga ledakan.
Zona perang ini membuat kelompok anak-anak bersembunyi di tempat, seperti ruang bawah tanah dan stasiun metro. Tidak cuma itu, beberapa lainnya meninggalkan rumah dan menyelamatkan diri ke negara tetangga.
"Anak-anak sangat rentan terhadap rasa tidak aman. Tidak hanya trauma fisik, tetapi juga trauma psikologis. Dan itu dapat bergema dan memiliki dampak untuk waktu yang cukup lama," ungkap Profesor Pediatri dari Universitas Stanford, Dr. Paul Wise.
Risiko Kesehatan Mental Bagi Anak yang Tinggal di Zona Perang
Beberapa risiko fisik yang dialami anak akibat zona perang adalah, mulai akibat menghirup asap dan abu dari kebakaran hingga ledakan. Dampaknya, ini bisa berimbas pada hidung dan juga paru-paru.
Di sisi lain, penelitian menunjukkan, anak-anak dan keluarga yang tinggal atau melarikan diri dari wilayah perang, memiliki risiko menderita masalah kesehatan mental.
"Kami telah melihat situasi perang masa lalu seperti yang terjadi di Ukraina, salah satunya peningkatan depresi dan kecemasan," ungkap Dr. Monica Barreto, Psikolog Klinis dari Rumah Sakit Anak Orlando, Health Arnold Palmer.
Baca Juga: Gangguan Kesehatan Mental Dapat Dipengaruhi oleh Kondisi Iklim
Meski tidak semua anak mengalami trauma, tetapi mereka bisa memiliki reaksi yang berbeda terhadap situasi traumatis yang mereka rasakan.
"Beberapa anak mungkin lebih gelisah, dan mereka mungkin lebih sulit untuk ditenangkan," ungkap Direktur Pusat Anak Berkembang dari Universitas Harvard, Dr. Jack Shonkoff.
"Beberapa anak dalam keadaan seperti ini cenderung menarik diri, tidak banyak menangis, dan tidak menuntut banyak perhatian," lanjut Dr. Jack.
Dari kondisi tersebut, terkadang banyak anak yang menutupi sebagian rasa traumanya atas peristiwa perang. Dr. Jack menegaskan, kondisi ini bisa mengkhawatirkan bagi mental anak ke depannya.
"Terkadang, itu adalah tanda dari hal-hal yang paling dikhawatirkan, karena anak-anak memilih menarik diri, dan menginternalisasi banyak hal yang terjadi," pungkasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Pentingnya Cek Gula Darah Mandiri: Ini Merek Terbaik yang Banyak Dipilih!
-
Prestasi Internasional Siloam Hospitals: Masuk Peringkat Perusahaan Paling Tepercaya Dunia 2025
-
Anak Bentol Setelah Makan Telur? Awas Alergi! Kenali Gejala dan Perbedaan Alergi Makanan
-
Alergi Makanan Anak: Kapan Harus Khawatir? Panduan Lengkap dari Dokter
-
Pijat Bukan Sekadar Relaksasi: Cara Alami Menjaga Kesehatan Fisik dan Mental
-
3.289 Kasus Baru Setiap Tahun: Mengenal Multiple Myeloma Lebih Dekat Sebelum Terlambat
-
Konsistensi Lawan Katarak Kongenital, Optik Ini Raih Penghargaan Nasional
-
Apa Itu HB Dosting Hexyl? Doktif Klaim Hexylresorcinol Pengganti Hydroquinone
-
Perempuan Wajib Tahu! 10.000 Langkah Sederhana Selamatkan Tulang dari Pengeroposan
-
Kemenkes Catat 57 Persen Orang Indonesia Sakit Gigi, Tapi Cuek! Ini Dampak Ngerinya Bagi Kesehatan