Suara.com - Save the Children meminta agar para pemimpin dunia yang tergabung dalam Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT G20 dapat segera mengambil langkah nyata untuk mengatasi dampak berbagai persoalan yang menempatkan anak-anak dan orang muda pada risiko yang sangat tinggi.
"Kami sebagai perwakilan dari organisasi sipil global khususnya yang berfokus pada upaya pemenuhan hak-hak anak berharap agar para pemimpin dunia dapat mendengarkan dan melibatkan anak-anak dalam dialog pengambilan keputusan serta memprioritaskan kepentingan anak pada agenda G20," ujar CEO Save the Children Indonesia Selina Patta Sumbung dalam keterangannya.
Civil 20 (C20) yang merupakan salah satu engagement groups dalam G20 melaksanakan kick off meeting pada 7/3 di Bali.
Sebagai salah satu anggota dalam C20, Save the Children menginisiasi side event/pertemuan tambahan untuk menyerukan urgensi permasalahan dan risiko yang dihadapi anak di seluruh dunia.
C20 adalah salah satu ruang bagi para pemangku kepentingan untuk berpartisipasi menyuarakan prioritas isu yang perlu ditangani serius.
Saat ini, lanjut Selina, anak-anak dan orang muda di seluruh dunia dihadapkan pada ancaman global termasuk COVID-19, krisis iklim, perang dan konflik, serta krisis penghidupan.
“Ancaman ini menghadirkan risiko besar bagi masa depan dan Bumi yang berkelanjutan agar anak-anak dapat hidup aman, nyaman dan terpenuhi hak-haknya. Untuk itu, penting untuk menyerukan hal ini agar menjadi prioritas dalam pembahasan G20,” ujar dia.
C20 merupakan wadah organisasi masyarakat sipil di seluruh dunia untuk menjembatani gerakan komunitas sipil global ke pengambil kebijakan dan keputusan G20. C20 berupaya menyuarakan isu-isu masyarakat sipil, salah satunya mengenai Pendidikan, Digitalisasi, dan Ruang Publik (Education, Digitalization, and Civic Space).
Side Event C20 yang diselenggarakan oleh Save the Children mengusung permasalahan penting yang perlu mendapat perhatian oleh seluruh pihak dan para pemimpin G20, di antaranya 1) masalah kekerasan berbasis gender salah satunya ditandai dengan pernikahan anak; 2) masalah perlindungan anak di ranah daring di mana karena pandemi anak menjadi terekspos dengan dunia digital dan online; 3) masalah akses ke vaksin, tidak hanya vaksin COVID-19 tetapi juga terganggunya pelaksanaan vaksinasi reguler; 4) krisis iklim dan ketahanan anak; serta 5) masalah kesetaraan gender pada anak dan perlunya perlindungan sosial yang adaptif.
Baca Juga: Kominfo Akan Gelar Pameran Transformasi Digital Indonesia di Bali
Data dan fakta yang memperkuat permasalahan tersebut telah diutarakan oleh berbagai pihak seperti: Unicef (2020) menyatakan bahwa setiap tahun, 12 juta anak perempuan menikah ketika berusia belum 18 tahun, kata dia.
Lebih lanjut disampaikan bahwa 21 persen dari perempuan muda menikah sebelum mereka berulang tahun ke-18. DQ (Digital Quotient) Institute (2020) menemukan bahwa secara global anak-anak berusia 8–12 tahun mengalami masalah yang dinamakan cyber pandemic.
Terdapat 60 persen anak-anak 8–12 tahun terpapar dengan risiko dunia digital di antaranya bertemu dengan orang-orang asing atau mengalami pelecehan seksual, kekerasan atau muatan pornografi, ancaman, gangguan media sosial, cyber-bullying, dan risiko nama baik.
Pada sektor kesehatan, data juga menunjukkan gambaran buram. Menurut WHO dan UNICEF, cakupan vaksinasi reguler anak mengalami penurunan dari 86 persen di 2019, menjadi 83 persen di 2020.
Diperkirakan 23 juta anak umur di bawah 1 (satu) tahun tidak mendapatkan vaksin standar. Angka ini merupakan yang tertinggi sejak 2009. Pada tahun 2020, jumlah anak-anak yang sama sekali tidak mendapatkan vaksinasi meningkat menjadi 3,4 juta.
Pada konteks krisis iklim, laporan terbaru Save the Children tahun 2021 secara global “Born Into the climate Crisis / Lahir di masa krisis iklim”, menggambarkan bahwa anak-anak yang lahir pada tahun 2020 merupakan pihak yang paling terdampak parah akibat krisis iklim ini.
Berita Terkait
-
Gibran Wakili Prabowo di Forum KTT G20, DPR: Jangan Cuma Hadir, Tapi Ikut Dialog
-
Gibran Wakilkan Pidato Presiden di KTT G20, Ini Alasan Prabowo Tak Pergi ke Afrika Selatan
-
Hadiri KTT G20 di Afsel, Gibran akan Berpidato di Depan Pemimpin Dunia
-
Review Film G20: Aksi Heroik di Tengah Diplomasi dan Krisis Global
-
Poin-poin Debut Perdana Prabowo di KTT G20 Brasil: Pelajari Program Makan Bergizi, Suarakan Perdamain di Palestina
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Motor Bekas di Bawah 10 Juta Buat Anak Sekolah: Pilih yang Irit atau Keren?
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- 5 Mobil Bekas 3 Baris Harga 50 Jutaan, Angkutan Keluarga yang Nyaman dan Efisien
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
- 10 Mobil Bekas Rp75 Jutaan yang Serba Bisa untuk Harian, Kerja, dan Perjalanan Jauh
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Di Balik Duka Banjir Sumatera: Mengapa Popok Bayi Jadi Kebutuhan Mendesak di Pengungsian?
-
Jangan Anggap Remeh! Diare dan Nyeri Perut Bisa Jadi Tanda Awal Penyakit Kronis yang Mengancam Jiwa
-
Obat Autoimun Berbasis Plasma Tersedia di Indonesia, Hasil Kerjasama dengan Korsel
-
Produksi Makanan Siap Santap, Solusi Pangan Bernutrisi saat Darurat Bencana
-
Indonesia Kian Serius Garap Medical Tourism Premium Lewat Layanan Kesehatan Terintegrasi
-
Fokus Mental dan Medis: Rahasia Sukses Program Hamil Pasangan Indonesia di Tahun 2026!
-
Tantangan Kompleks Bedah Bahu, RS Ini Hadirkan Pakar Dunia untuk Beri Solusi
-
Pola Hidup Sehat Dimulai dari Sarapan: Mengapa DIANESIA Baik untuk Gula Darah?
-
Dapur Sehat: Jantung Rumah yang Nyaman, Bersih, dan Bebas Kontaminasi
-
Pemeriksaan Hormon Sering Gagal? Kenali Teknologi Multiomics yang Lebih Akurat