Suara.com - Mengajarkan anak berpuasa menjadi tugas orangtua, meski usia mereka belum masuk usia baligh atau diwajibkan untuk berpuasa.
Terlebih, anak-anak belajar dengan cara melihat. Saat ia memerhatikan orangtua makan sahur dan berbuka, serta tidak makan dari subuh hingga magrib, mungkin mereka memiliki keinginan untuk melakukan hal yang sama.
Terkait hal tersebut, Dokter Spesialis Anak dr. Kanya Ayu Paramastri, Sp.A, mengungkap jika dalam segi kesehatan, hal tersebut diperbolehkan. Meski begitu, ada hal-hal yang perlu diperhatikan orangtua saat mulai mengajarkan anak berpuasa.
Salah satunya adalah jangan terlalu dipaksakan untuk anak menahan lapar seharian seperti orang dewasa.
Menurut dia, esensi berpuasa tidak hanya menahan lapar dan haus, tapi juga bagaimana mereka menjadi seseorang yang jujur, memiliki empati dan simpati terhadap sesama yang kurang beruntung di sekitarnya.
"Jadi kalau saat berpuasa, dia merasa lapar, gak kuat, gak apa-apa lho bilang, boleh kok, jadi jangan di push full day, tapi kita harus tetap perhatikan kondisi anak bagaimana," ujarnya dalam peluncuran Redoxon Kids Senin (4/4/2022).
Saat anak ingin mencoba berpuasa, lanjut dr. Kanya, pastikan gizi anak dalam kondisi baik terlebih dahulu. Bagaimana jumlah makan dan minumnya sebelum berpuasa, hingga apakah nafsu makannya dalam keadaan baik.
Jika ada gangguan nutrisi atau sedang mengejar pertumbuham berat badan, dr. Kanya menekankan sebaiknya anak tak perlu berpuasa terlebih dahulu.
"Optimalisasi dulu pertumbuhan anak, kalau sudah oke baru diizinkan dengan tetap dipantau kemampuan si anak," jelas dia.
Baca Juga: 4 Cara Mudah Melatih Anak Berpuasa di Bulan Ramadan
Hal lainnya adalah pastikan cairan tubuh mereka cukup dengan minum 8-10 gelas sehari. Usahakan untuk minum air putih agar hidrasinya baik dan bagi pemberiannya pada sebelum tidur, sahur, menjelang imsak dan seterusnya.
Bukan cuma itu, perhatikan juga nutrisi yang masuk. Jangan hanya fokus pada makronutrien saja, tapi juga mikronutrien.
Pilih karbohidrat yang kompleks sehingga tidak cepat habis dindalam tubuh, pastikan anak mengonsumsi makanan padat agar lebih lama di dalam lambung, khususnya protein.
"Menambah massa protein sehingga anak kenyang lebih lama juga bisa dilakukan. Beri makan anaknjelang waktu imsak, karena pengosongan lambung 4 jam, sehingga 4 jam pertama dia masih kenyang," ungkapnya.
Jika dirasa mikronutriennya belum mencukupi, anak sulit makan buah dan sayur, cukupi dengan suplementasi juga bisa dilakukan.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental
-
Dari Alat Medis hingga Kesehatan Digital, Indonesia Mempercepat Transformasi Layanan Kesehatan
-
Fenomena Sadfishing di Media Sosial, Bagaimana Cara Mengatasinya?
-
5 Kesalahan Umum Saat Memilih Lagu untuk Anak (dan Cara Benarnya)
-
Heartology Cetak Sejarah: Operasi Jantung Kompleks Tanpa Belah Dada Pertama di Indonesia