Suara.com - Tahukah Anda bahwa negara-negara di Eropa mendominasi sebagai 10 negara dengan rata-rata penduduk berbadan tinggi di dunia? Dan Belanda menjadi negara puncak yang penduduknya memiliki rata-rata tinggi badan 183,78 cm.
Di Indonesia sendiri, banyak orang yang terobsesi untuk memiliki tinggi badan ideal. Bukan hanya karena untuk menunjang penampilan, tetapi juga karena beberapa profesi yang mewajibkan tinggi badan tertentu, misalnya polisi, pramugari, dsb.
Hal ini pun kemudian membuat banyaknya mitos seputar tinggi badan yang beredar di tengah masyarakat. Oleh karena itu, Dr.O (Boney) dibawah naungan HR Group, salah satu shipper Ninja Xpress, memaparkan fakta-fakta seputar tinggi badan yang selama ini kerap disalahkaprahi. Ini dia, mengutip siaran pers yang diterima Suara.com.
1. Orangtua bertubuh pendek, maka anaknya juga pasti bertubuh pendek
Banyak orang yang beranggapan bahwa tinggi badan seseorang itu 100% ditentukan oleh faktor keturunan atau genetik. Faktanya, ada banyak anak yang tumbuh tinggi meskipun kedua orangtuanya bertubuh pendek.
Memang benar, genetik itu akan mempengaruhi tinggi badan seseorang. Tapi, ada faktor-faktor lain yang juga berpengaruh, misalnya nutrisi, hormon, hingga aktivitas fisik seseorang.
Terutama mengenai nutrisi di masa pertumbuhan, ada kemungkinan bahwa orangtua pada zaman dahulu belum begitu terpenuhi kebutuhan nutrisinya sehingga berdampak terhadap tumbuh kembangnya. Sedangkan anak di zaman sekarang relatif tercukupi secara nutrisi dan banyak orangtua yang mulai sadar pentingnya menjaga asupan nutrisi untuk anak.
2. Anak laki-laki bertambah tinggi setelah khitan
Faktanya, secara medis belum ditemukan pengaruh antara khitan dengan tinggi badan. Mitos bahwa khitan bisa menambah tinggi badan anak laki-laki disebabkan karena umumnya mereka melakukan khitan di usia menjelang pubertas. Di saat ini, hormon testosteron anak laki-laki mulai diproduksi, dan akan berdampak terhadap penampilan fisik, termasuk tinggi badan.
3. Lompat tali bisa membuat tubuh tinggi
Mitos ini cukup populer meski belum ada riset yang membenarkannya. Di tahun 2017, ada riset yang melibatkan 176 remaja perempuan di Hongkong dan menemukan fakta bahwa latihan lompat (plyometric) hanya memiliki korelasi dengan peningkatan kepadatan mineral tulang pada remaja.
Riset ini memberikan fakta bahwa aktivitas lompat tali secara teratur bisa meningkatkan kepadatan tulang yang berkaitan dengan penurunan risiko osteoporosis di masa depan, namun tidak ada kaitannya dengan tinggi badan.
Baca Juga: Pemuda Ini Jadi Sorotan saat Daftar Jadi Anggota Polri, Tingginya seperti Raksasa
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Di Balik Duka Banjir Sumatera: Mengapa Popok Bayi Jadi Kebutuhan Mendesak di Pengungsian?
-
Jangan Anggap Remeh! Diare dan Nyeri Perut Bisa Jadi Tanda Awal Penyakit Kronis yang Mengancam Jiwa
-
Obat Autoimun Berbasis Plasma Tersedia di Indonesia, Hasil Kerjasama dengan Korsel
-
Produksi Makanan Siap Santap, Solusi Pangan Bernutrisi saat Darurat Bencana
-
Indonesia Kian Serius Garap Medical Tourism Premium Lewat Layanan Kesehatan Terintegrasi
-
Fokus Mental dan Medis: Rahasia Sukses Program Hamil Pasangan Indonesia di Tahun 2026!
-
Tantangan Kompleks Bedah Bahu, RS Ini Hadirkan Pakar Dunia untuk Beri Solusi
-
Pola Hidup Sehat Dimulai dari Sarapan: Mengapa DIANESIA Baik untuk Gula Darah?
-
Dapur Sehat: Jantung Rumah yang Nyaman, Bersih, dan Bebas Kontaminasi
-
Pemeriksaan Hormon Sering Gagal? Kenali Teknologi Multiomics yang Lebih Akurat