Suara.com - Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia atau PDSI mengklaim akan bekerjasama dengan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) agar bisa memberikan rekomendasi izin praktik dokter.
Seperti diketahui, KKI adalah lembaga independen yang tanggung jawabnya langsung berada di bawah presiden RI, yang berhak mengeluarkan surat tanda registrasi (STR).
STR ini nantinya bisa digunakan untuk dokter bisa mendapatkan surat izin praktik dokter yang dikeluarkan pemerintah daerah melalui Perizinan Terpadu (PTSP).
"Kami bekerjasama dengan konsil kedokteran Indonesia. Konsil itu yang meneguhkan, jadi jujur kami siap kerjasama dengan konsil," ujar Sekretaris Umum PDSI, dr. Erfan Gustiawan, Sp.KKLP, SH, MH (Kes) saat konferensi pers beberapa waktu lalu.
Dokter Erfan juga mengakui bahwa organisasi profesi tidak bisa mengeluarkan izin praktik, tapi hanya sebatas memberikan rekomendasi dokter, untuk mendapatkan STR maupun izin praktik di PTSP.
"Izin praktik ada di PTSP , bukan organisasi profesi, termasuk bukan kami. Organisasi itu hanya memberi rekomendasi, dan tergantung PTSP, mau terima rekomendasi kami atau nggak. Atau (menerima) yang lain nggak masalah," kata dr. Erfan.
Lebih jauh ia mengatakan, sama seperti sumpah dokter di seluruh dunia yang isinya sama, tapi ada banyak turunannya, maka menurut dr. Erfan, tidak ada organisasi yang tunggal, termasuk organisasi kedokteran.
"Karena sebenarnya sumpah dokternya sama, sumpah hippocrates sama di seluruh dunia. Jadi itu patokannya, jadi sebetulnya yang tunggal itu harusnya organisasi negara," tutup dr. Erfan.
Sementara itu, pada keterangannya Jumat (29/4/2022), Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr. Adib Khumaidi mengatakan bahwa organisasi kedokteran harus tunggal.
Baca Juga: Susunan Organisasi PDSI Saingan IDI: Ketuanya Anak Buah Terawan
Tujuannya, agar organisasi kedokteran bisa memberikan perlindungan kepada pasien, meningkatkan mutu layanan, dan memberikan kepastian hukum pada masyarakat.
"Bila organisasi kedokteran lebih dari satu akan berpotensi membuat standar, persyaratan, sertifikasi keahlian, dan kode etik berbeda dan membingungkan tenaga profesi kedokteran maupun masyarakat yang merupakan pengguna jasa," jelas dr. Adib.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 7 Bedak Padat yang Awet untuk Kondangan, Berkeringat Tetap Flawless
- 8 Mobil Bekas Sekelas Alphard dengan Harga Lebih Murah, Pilihan Keluarga Besar
- 5 Rekomendasi Tablet dengan Slot SIM Card, Cocok untuk Pekerja Remote
- 7 Rekomendasi HP Murah Memori Besar dan Kamera Bagus untuk Orang Tua, Harga 1 Jutaan
Pilihan
-
Pertemuan Mendadak Jusuf Kalla dan Andi Sudirman di Tengah Memanasnya Konflik Lahan
-
Cerita Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Jenuh Dilatih Guardiola: Kami seperti Anjing
-
Mengejutkan! Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Resmi Pensiun Dini
-
Kerugian Scam Tembus Rp7,3 Triliun: OJK Ingatkan Anak Muda Makin Rawan Jadi Korban!
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
Terkini
-
Klinik Safe Space, Dukungan Baru untuk Kesehatan Fisik dan Mental Perempuan Pekerja
-
Mengubah Cara Pandang Masyarakat Terhadap Spa Leisure: Inisiatif Baru dari Deep Spa Group
-
Terobosan Baru Lawan Kebutaan Akibat Diabetes: Tele-Oftalmologi dan AI Jadi Kunci Skrining
-
5 Buah Tinggi Alkali yang Aman Dikonsumsi Penderita GERD, Bisa Mengatasi Heartburn
-
Borobudur Marathon Jadi Agenda Lari Akhir 2025
-
Waspada Konsumsi Minuman Soda Diet, Temuan Terbaru Sebut Risiko Penyakit Hati Naik hingga 60%
-
Inovasi Kedokteran Gigi yang Siap Ubah Layanan Kesehatan Mulut Indonesia
-
Waspada "Diabesity", Mengapa Indonesia Jadi Sarang Penyakit Kombinasi Diabetes dan Obesitas?
-
Gaya Hidup Modern Picu Kelelahan, Inovasi Wellness Mulai Dilirik Masyarakat Urban
-
Rahasia Anak Tumbuh Percaya Diri dan Kreatif, Jessica Iskandar Beberkan Kuncinya