Suara.com - Jumlah anak di dunia yang terinfeksi hepatitis akut terus bertambah. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat setidaknya ada 228 kasus hepatitis anak, dan puluhan kasus lainnya masih dalam konfirmasi.
“Pada 1 Mei, setidaknya 228 kasus yang mungkin dilaporkan ke WHO dari 20 negara, lebih dari 50 kasus tambahan masih diselidiki,” kata Juru bicara WHO Tarik Jasarevic dalam jumpa pers di Jenewa, dikutip dari Fox News.
WHO telah meminta kepada para otoritas kesehatan di seluruh dunia untuk menyelidiki peningkatan kasus hepatitis tersebut yang diperkirakan menyebabkan radang hati parah pada anak-anak.
WHO telah menyatakan wabah hepatitis akut itu menjadi kejadian luar biasa (KLB). Hingga saat ini, para ilmuwan kesehatan di dunia belum mengetahui penyebab dari infeksi tersebut.
Dari pemeriksaan Laboratorium sementara tidak ditemukan virus Hepatitis A, B, C, D, dan E. Namun pada beberapa kasus ditemukan SARS Cov-2 dan/atau Adenovirus. Oleh karena itu, pemeriksaan pathogen (biologis maupun kimiawi) perlu dilakukan lebih lanjut.
Hepatitis akut tersebut menimbulkan gejala seperti perubahan warna urine menjadi lebih gelap juga feses yang pucat, kulit menguning dan terasa gatal.
Kemudian ada nyeri sendi atau pegal-pegal disertai demam tinggi, mual, muntah, atau nyeri perut. Pasien kemudian lesu juga hilang nafsu makan, diare serta kejang, dan ditandai dengan Serum Aspartate transaminase (AST) / SGOT atau Alanine transaminase (ALT) / SGPT lebih dari 500 U/L.
Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K)., telah mengimbau kepada masyarakat maupun seluruh dokter anak untuk waspada terhadap gejala hepatitis akut tersebut.
"Kami pun meminta agar seluruh dokter anak dan residen dokter anak juga turut mengawasi apabila gejala diatas muncul pada pasiennya," imbaunya.
Baca Juga: 5 Fakta Hepatitis Misterius yang Gemparkan Dunia, Diduga Sudah Masuk Indonesia
IDAI juga mengimbau masyarakat tetap tenang dan berhati-hati serta mencegah infeksi dengan mencuci tangan, meminum air bersih yang matang, makan makanan yang bersih dan matang penuh, membuang tinja atau popok sekali pakai pada tempatnya. Kemudian menggunakan alat makan sendiri-sendiri, memakai masker, dan menjaga jarak.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Di Balik Duka Banjir Sumatera: Mengapa Popok Bayi Jadi Kebutuhan Mendesak di Pengungsian?
-
Jangan Anggap Remeh! Diare dan Nyeri Perut Bisa Jadi Tanda Awal Penyakit Kronis yang Mengancam Jiwa
-
Obat Autoimun Berbasis Plasma Tersedia di Indonesia, Hasil Kerjasama dengan Korsel
-
Produksi Makanan Siap Santap, Solusi Pangan Bernutrisi saat Darurat Bencana
-
Indonesia Kian Serius Garap Medical Tourism Premium Lewat Layanan Kesehatan Terintegrasi
-
Fokus Mental dan Medis: Rahasia Sukses Program Hamil Pasangan Indonesia di Tahun 2026!
-
Tantangan Kompleks Bedah Bahu, RS Ini Hadirkan Pakar Dunia untuk Beri Solusi
-
Pola Hidup Sehat Dimulai dari Sarapan: Mengapa DIANESIA Baik untuk Gula Darah?
-
Dapur Sehat: Jantung Rumah yang Nyaman, Bersih, dan Bebas Kontaminasi
-
Pemeriksaan Hormon Sering Gagal? Kenali Teknologi Multiomics yang Lebih Akurat