Suara.com - Memberikan pelayanan terbaiik bagi pasien talasemia masih menjadi pekerjaan rumah Indonesia. Kelainan produksi darah akibat faktor genetik itu saat ini masuk lima besar penggunaan anggaran jaminan kesehatan masyarakat, berdasarkan data BPJS Kesehatan.
Guru Besar Departemen Kesehatan Anak FKUI-RSCM Prof. dr. Pustika Amalia Sp.A mengatakan, kasus talasemia di Indonesia paling banyak ditemukan di Pulau Sumatera dan Pulau Sumbawa.
"Sepanjang Sumatera dari Aceh sampai Lampung itu banyak (pengidap talasemia). Mungkin karena perpindahan penduduk waktu zaman dulu. Seperti misalnya, dari China menularkan campak, (Sumatera) itu semua pesisir lewatnya, makanya kena," kata Profesor Pustika dalam webinar Hari Talasemia Sedunia 2022, Minggu (15/5/2022).
Sedangkan penyebab kasus talasemia di Sumbawa diperkirakan karena banyaknya pernikahan sedarah di daerah tersebut.
"Di Sumbawa memang 33 persen (kasus talasemia) kemungkinan karena mereka pernikahannya adalah indoor. Jadi sesama tidak pernah keluar, sesama penduduk di pulau itu saja. Makanya kenapa sepertiga orang di Pulau Sumbawa adalah pembawa talasemia," katanya.
professor Pustika menambahkan, lima dari 100 penduduk Indonesia memiliki pembawa sifat talasemia atau disebut juga talasemia minor.
Artinya, apabila menikah dengan sesama pemilik sifat talasemia minor, maka 25 persen anaknya berpotensi menjadi talasemia mayor. Kemudian, 50 persen kemungkinan sehat dan 25 persen berpotensi talasemia minor.
"Potensi itu terjadi pada setiap kehamilan," kata Profesor Pustika.
Orang dengan pembawa sifat talasemia minor tidak menunjukan gejala sama sekali dan hidup seperti orang normal. Dibutuhkan tes darah lengkap untuk mengetahuinya apakah deseorang memiliki pembawa sifat talasemia.
Baca Juga: Hingga H+5 Lebaran, ASDP Catat 647 Ribu Orang Menyeberang dari Sumatera ke Jawa
"Dikatakan WHO bahwa di negara-negara dengan angka talasemia tinggi seharusnya pemerintah melakukan skrining untuk semua penduduk."
"Supaya tujuannya jangan sampai ada talasemia mayor baru yang lahir. Kalau nggak sakit itu bukan berarti nggak sakit, tapi mungkin ada gen yang bisa diturunkan kepada anak," pungkasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Penyerang Klub Belanda Siap Susul Miliano Bela Timnas Indonesia: Ibu Senang Tiap Pulang ke Depok
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 Oktober: Raih 18.500 Gems dan Pemain 111-113
- Gary Neville Akui Salah: Taktik Ruben Amorim di Manchester United Kini Berbuah Manis
- 7 Rekomendasi Sunscreen Mengandung Alpha Arbutin untuk Hilangkan Flek Hitam di Usia 40 Tahun
- 7 Pilihan Parfum HMNS Terbaik yang Wanginya Meninggalkan Jejak dan Awet
Pilihan
-
Menkeu Purbaya Tebar Surat Utang RI ke Investor China, Kantongi Pinjaman Rp14 Triliun
-
Dari AMSI Awards 2025: Suara.com Raih Kategori Inovasi Strategi Pertumbuhan Media Sosial
-
3 Rekomendasi HP Xiaomi 1 Jutaan Chipset Gahar dan RAM Besar, Lancar untuk Multitasking Harian
-
Tukin Anak Buah Bahlil Naik 100 Persen, Menkeu Purbaya: Saya Nggak Tahu!
-
Menkeu Purbaya Mau Tangkap Pelaku Bisnis Thrifting
Terkini
-
K-Pilates Hadir di Jakarta: Saat Kebugaran, Kecantikan, dan Wellness Jadi Satu
-
Plak, Gusi Berdarah, Gigi Berlubang: Masalah Sehari-Hari yang Jadi Ancaman Nasional?
-
Mudah dan Ampuh, 8 Cara Mengobati Sariawan yang Bisa Dicoba
-
5 Inovasi Gym Modern: Tak Lagi Hanya Soal Bentuk Tubuh dan Otot, Tapi Juga Mental!
-
Dua Pelari Muda dari Komunitas Sukses Naik Podium di Jakarta Running Festival 2025
-
Seberapa Kuat Daya Tahan Tubuh Manusia? Ini Kata Studi Terbaru
-
Langkah Kecil, Dampak Besar: Edukasi SADARI Agar Perempuan Lebih Sadar Deteksi Dini Kanker Payudara
-
Ginjal Rusak Tanpa Gejala? Inovasi Baru Ini Bantu Deteksi Dini dengan Akurat!
-
Apotek Bisa Jadi Garda Depan Edukasi dan Deteksi Dini Stunting, Begini Perannya
-
Tak Sekadar Air Putih, Ini Alasan Artesian Water Jadi Tren Kesehatan Baru