Suara.com - Dokter dari Stanford Medicine berhasil melakukan transplantasi ginjal kepada tiga anak dengan penyakit genetik langka tanpa memberi mereka obat penekan kekebalan atau imunosupresan.
Umumnya, penerima organ harus meminum obat imunosupresan selama sisa hidup untuk mencegah sistem kekebalan menolak organ baru di dalam tubuhnya.
Namun, efek samping obat tersebut adalah meningkatkan risiko infeksi dan kanker. Dalam beberapa kasus, imunosupresan tidak efektif, sehingga tubuh menolak organ tersebut.
Dalam operasi ini, dokter mencoba transplantasi sel punca dari sumsum tulang pendonor organ ke penerima, bersamaan dengan ginjalnya.
Sejauh ini, tidak satu pun dari ketiga pasien mengalami penyakit graft-versus-host (GvHD) parah dan mereka juga tidak memerlukan obat imunosupresan dalam jangka panjang.
"Ini terobosan," tanggap kepala bedah Program Transplantasi Ginjal dan Pankreas di Pusat Medis Universitas Pittsburgh, Amit Tevar, dilansir Live Science.
Ketiga penerima transplantasi ginjal tersebut Krus Davenport (8), Paizlee (7), dan satu anak lainnya, mereka menderita penyakit kekebalan langka disebut Schimke immuno-osseous dysplasia (SIOD).
Kondisi langka mereka menyebabkan penyakit ginjal kronis dan kegagalan sumsum tulang. Sehingga mereka membutuhkan transplatasi ginjal serta sel induk.
Pendonor ketiga anak tersebut adalah orang tua masing-masing.
Baca Juga: Aksi Peduli Lingkungan, Penggemar BTS Transplantasi Terumbu Karang di Laut Lombok Utara
Pertama, dokter menyelesaikan transplantasi sel punca. Lalu, lima sampai 10 bulan kemudian setelah anak pulih, dokter menstranplantasi ginjal.
Ketiga pasien sekarang telah hidup dengan ginjal baru yang berfungsi sepenuhnya selama 22 hingga 34 bulan.
"Mereka menjalani semuanya, pergi ke sekolah, pergi berlibur, mereka berolahraga. Mereka menjalani kehidupan yang benar-benar normal," kata penulis utama laporan dan profesor pediatri di Stanford, Alice Bertania.
Teknik operasi, yang dinamai DISOT untuk transplantasi organ kekebalan ganda atau padat, menerima persetujuan BPOM AS (FDA) pada 27 Mei untuk merawat pasien dengan kondisi tertentu, yang berdampak pada ginjal.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 5 Moisturizer Murah yang Mencerahkan Wajah untuk Ibu Rumah Tangga
- PSSI Tunjuk John Herdman Jadi Pelatih, Kapten Timnas Indonesia Berikan Komentar Tegas
Pilihan
-
Luar Biasa! Jay Idzes Tembus 50 Laga Serie A, 4.478 Menit Bermain dan Minim Cedera
-
4 Rekomendasi HP OPPO Murah Terbaru untuk Pengguna Budget Terbatas
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
Terkini
-
Standar Global Layanan Kesehatan Kian Ditentukan oleh Infrastruktur Rumah Sakit
-
Gaya Hidup Anak Muda: Nongkrong, Makan Enak, Tapi Kolesterol Jangan Lupa Dicek
-
Jaringan Layanan Kesehatan Ini Dorong Gaya Hidup Sehat Lewat Semangat "Care in Every Step"
-
Rekomendasi Minuman Sehat untuk Kontrol Diabetes, Ini Perbandingan Dianesia, Mganik dan Flimeal
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental