Suara.com - Satgas Covid-19 menyebut setelah dua tahun lebih Indonesia dilanda pandemi Covid-19, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) serta protokol kesehatan 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan) harusnya sudah melekat di kehidupan masyarakat.
Di tengah kenaikan kasus Covid-19 yang terjadi akhir-akhir ini, Juru Bicara Satgas Covid-19 Prof Wiku Adisasmito mengingatkan kembali masyarakat pentingnya perilaku mencegah COVID-19 dalam setiap aktivitas.
"Di tengah kondisi kasus yang kembali dinamis dalam beberapa minggu terakhir, COVID-19 mengingatkan kita kembali pentingnya konsisten mengendalikan peluang penularan secara bersama-sama," katanya dikutip dari situs resmi Satgas Covid-19.
Hasil pantauan kepatuhan secara nasional menunjukkan kecenderungan sikap “setengah disiplin” dalam menjalankan 3M. Seperti hanya menjalankan 1 atau 2 aspek saja dari 3 aspek yang seharusnya tidak terpisahkan dari 3M.
Secara linear, kinerja pemantauan dan pelaporan kepatuhan di daerah juga menurun. Dimana, beberapa bulan terakhir, jumlah daerah yang melapor semakin berkurang. Hanya 17 dari 34 provinsi melapor pada pekan terakhir (25 - 31 Juli 2022). Lalu, kepatuhan memakai masker cenderung lebih rendah daripada menjaga jarak. Dari 17 provinsi yang melapor pada pekan terakhir, sekitar 40% kelurahan/desa tidak patuh memakai masker. Sedangkan hanya sekitar 20% kelurahan/desa tidak patuh menjaga jarak.
Dari 5 provinsi dengan kasus tertinggi, nyatanya memiliki tingkat kepatuhan protokol kesehatan yang harus dievaluasi kembali. Dimana salah satunya yang terendah yaitu Provinsi Jawa Barat dengan angka kepatuhan memakai masker dan menjaga jarak di bawah 20%.
"Saya berharap kedepannya baik masyarakat maupun aparat setempat yang berkewajiban mengawasi kedisiplinan protokol kesehatan, agar sama-sama kembali membangun dan mengkonsistenkan atmosfer yang kembali patuh, taat, dan tidak menyepelekan," pesan Wiku.
Dan penting diingat, walau COVID-19 dapat disembuhkan, namun dengan upaya pencegahan jauh lebih baik dibandingkan harus mengobati. Karena apabila terkena COVID-19, maka kualitas hidup akan berkurang dan menghambat aktivitas. Selain itu, juga berpotensi tinggi menularkan orang lain, serta berdampak jangka panjang atau long covid di kemudian hari.
Perlu diperhatikan, beberapa penelitian sepakat jika kasus COVID-19 tidak terus ditekan, maka beban kesehatan masyarakat kedepannya semakin berat. Studi juga menunjukkan bahwa ada peningkatan jumlah kebutuhan kontrol medis lanjutan ke rumah sakit akibat gangguan kesehatan paska sembuh dari COVID-19. Dan potensi lebih besar jika sebelumnya pasien memiliki riwayat gangguan kesehatan mental.
"Jika tidak ditekan kondisi ini, maka akan berpotensi mengganggu kualitas hidup perseorangan," imbuh Wiku.
Untuk itu, masyarakat perlu menguatkan kembali 12 upaya PHBS sebagai dasar untuk membentuk kondisi kesehatan masyarakat jangka panjang. Baik saat pandemi atau tidak. Diantaranya, mencuci tangan, memakai masker, menghindari kerumunan, menghindari bersentuhan, rutin desinfeksi, tidak keluar rumah saat sakit, mengkonsumsi makanan sehat, hindari menyentuh wajah, aktif secara aktif, minum cukup air, menjaga kesehatan mental, dan tidur cukup.
Menerapkan, gaya hidup bersih dan sehat adalah budaya yang tidak mengenal batasan waktu, harus dijalankan dengan konsisten dan sempurna untuk sepenuhnya terjaga. Munculnya beberapa penyakit baru maupun yang sudah ada sebelumnya, patut menjadi refleksi pentingnya membudayakan PHBS dalam berbagai aktivitas.
Selain itu, saat ini banyak negara melonjak lagi kasusnya akibat mandat pembebas masker, maupun munculnya fenomena seperti COVID-19 rebound (muncul kembalinya gejala setelah sembuh). Hal ini menjadi pelajaran bagi Pemerintah untuk kedepannya terus berupaya menyesuaikan berbagai kebijakan penanganan. Agar tetap adaptif baik dengan membaca data, mengobservasi fakta, dan menelaah studi ilmiah.
Berita Terkait
-
Edukasi PHBS: Langkah Kecil di Sekolah, Dampak Besar untuk Kesehatan Anak
-
Cuci Tangan Selamatkan Nyawa: Fakta Penting Sanitasi Sekolah yang Sering Disepelekan
-
Cegah Stunting Sekaligus Jaga Lingkungan: Edukasi PHBS Jadi Kunci di Gunungkidul
-
Menjalani Ramadan dengan Gaya Hidup Kirei: Bersih, Sehat, dan Penuh Kedamaian
-
Semarak Hidup Sehat Bersama KKN Unila 2025 di Cakat Tulang Bawang
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Motor Bekas di Bawah 10 Juta Buat Anak Sekolah: Pilih yang Irit atau Keren?
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
- 5 Mobil Bekas 3 Baris Harga 50 Jutaan, Angkutan Keluarga yang Nyaman dan Efisien
- 5 Sepatu Lokal Senyaman Hoka Ori, Cushion Empuk Harga Jauh Lebih Miring
Pilihan
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
-
Agensi Benarkan Hubungan Tiffany Young dan Byun Yo Han, Pernikahan di Depan Mata?
-
6 Smartwatch Layar AMOLED Murah untuk Mahasiswa dan Pekerja, Harga di Bawah Rp 1 Juta
Terkini
-
Jangan Anggap Remeh! Diare dan Nyeri Perut Bisa Jadi Tanda Awal Penyakit Kronis yang Mengancam Jiwa
-
Obat Autoimun Berbasis Plasma Tersedia di Indonesia, Hasil Kerjasama dengan Korsel
-
Produksi Makanan Siap Santap, Solusi Pangan Bernutrisi saat Darurat Bencana
-
Indonesia Kian Serius Garap Medical Tourism Premium Lewat Layanan Kesehatan Terintegrasi
-
Fokus Mental dan Medis: Rahasia Sukses Program Hamil Pasangan Indonesia di Tahun 2026!
-
Tantangan Kompleks Bedah Bahu, RS Ini Hadirkan Pakar Dunia untuk Beri Solusi
-
Pola Hidup Sehat Dimulai dari Sarapan: Mengapa DIANESIA Baik untuk Gula Darah?
-
Dapur Sehat: Jantung Rumah yang Nyaman, Bersih, dan Bebas Kontaminasi
-
Pemeriksaan Hormon Sering Gagal? Kenali Teknologi Multiomics yang Lebih Akurat
-
Di Balik Prestasi Atlet, Ada Peran Layanan Kesehatan yang Makin Krusial