Suara.com - Pernyataan Ikatan Dokter Indonesia yang memberikan dukungan kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait pelabelan BPA kemasan pangan berbahan Polikarbonat, menuai reaksi dari berbagai pihak. Hal itu salah satunya diungkapkan oleh Pakar hukum persaingan usaha yang juga Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH. M.Li,.
Ia juga meminta BPOM tidak terlalu memaksakan regulasi pelabelan “berpotensi mengandung BPA” kepada kemasan pangan berbahan Polikarbonat, apalagi yang dikhususkan untuk air minum dalam kemasan (AMDK). Karena, menurutnya, isu mengenai bahaya BPA dalam kemasan tersebut masih terjadi pro kontra.
“Dari dunia kesehatan sendiri isu ini kan masih pro dan kontra. Jadi, ya jangan dong itu dipaksakan menjadi beban kita para konsumen nantinya. Sebagai pakar hukum bisnis, saya hanya mempertanyakan regulasi pelabelan BPA itu sebenarnya untuk kepentingan siapa? Termasuk Ikatan Dokter Indonesia atau IDI yang memberikan dukungan. Kan masih ada pro kotra juga di kalangan para dokter,” ujarnya.
Ningrum melihat bahwa regulasi pelabelan BPA ini ada unsur persaingan usahanya. Menurutnya, kalau dari segi persaingan usaha, apapun yang occure cost atau yang menimbulkan biaya, tentu akan menjadi beban suatu industri. “Semua peraturan yang menimbulkan dampak pada meningkatnya biaya produksi seperti pelabelan BPA ini, itu pasti berdampak pada konsumen dan itu perlu menjadi pertimbangan,” katanya.
Dia mempertanyakan juga apakah BPOM sudah mengukur dampak dari regulatory impact assessment dari wacana pelabelan BPA itu. “Apa dampaknya ketika dikeluarkannya suatu peraturan yang mewajibkan pelabelan BPA itu. Dan sekarang IDI mulai ribut nggak genah. Ini kan aneh kelihatannya,” ucapnya.
Dia menuturkan persaingan usaha itu ada yang namanya natural barrier to entry dan artificial barrier to entry. Yang natural, menurut Ningrum, itu harus dipenuhi oleh para pelaku usaha sesuai dengan kebutuhan industri.
Tapi, lanjutnya, yang artificial ini suka sekali ada regulasi-regulasi yang menjadikan ada beban untuk industri itu masuk ke dalam satu pasar seperti pelabelan BPA ini.
Menurutnya, kebijakan ini jelas akan menjadi satu level beban yang akan dihadapi pelaku usaha yang memproduksi produk terkait.
“Kalau BPOM mengatakan produk itu merusak kesehatan masyarakat, saya mau ada buktinya, benar nggak. Jangan-jangan asal ngomong saja dia itu. Makanya banyak orang yang rebut karena isu ini,” katanya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Murah untuk Aktivitas Harian Pemula, Biaya Operasional Rendah
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- 7 Rekomendasi Bedak Padat Anti Dempul, Makeup Auto Flawless dan Anti Cakey
- 51 Kode Redeem FF Terbaru 8 Desember 2025, Klaim Skin Langka Winterlands dan Snowboard
- Sambut HUT BRI, Nikmati Diskon Gadget Baru dan Groceries Hingga Rp1,3 Juta
Pilihan
-
Rekomendasi 7 Laptop Desain Grafis Biar Nugas Lancar Jaya, Anak DKV Wajib Tahu!
-
Harga Pangan Nasional Hari Ini: Cabai Sentuh Rp70 Ribu
-
Shell hingga Vivo sudah Ajukan Kuota Impor 2026 ke ESDM: Berapa Angkanya?
-
Kekhawatiran Pasokan Rusia dan Surplus Global, Picu Kenaikan Harga Minyak
-
Survei: Kebijakan Menkeu Purbaya Dongkrak Optimisme Konsumen, tapi Frugal Spending Masih Menguat
Terkini
-
Di Balik Prestasi Atlet, Ada Peran Layanan Kesehatan yang Makin Krusial
-
Terobosan Baru Pengobatan Diabetes di Indonesia: Insulin 'Ajaib' yang Minim Risiko Gula Darah Rendah
-
Di Balik Krisis Penyakit Kronis: Mengapa Deteksi Dini Melalui Inovasi Diagnostik Jadi Benteng Utama?
-
Cara Mencegah Stroke Sejak Dini dengan Langkah Sederhana, Yuk Pelajari!
-
12 Gejala Penyakit ISPA yang Wajib Diwaspadai, Serang Korban Banjir Sumatra
-
Stop Gerakan Tutup Mulut! 3 Metode Ampuh Bikin Anak Lahap MPASI di Usia Emas
-
Bukan Hanya Estetika: Ini Terobosan Stem Cell Terkini yang Dikembangkan Ilmuwan Indonesia
-
Kolesterol Jahat Masih Tinggi, 80 Persen Pasien Jantung Gagal Capai Target LDL-C
-
Waspada Ancaman di Tanah Suci: Mengapa Meningitis Jadi Momok Jemaah Haji dan Umrah Indonesia?
-
Dapur Jadi Ruang Kelas: Cara Efektif Ajarkan Gizi pada Anak Melalui Memasak