Suara.com - Kampanye tentang keluarga berencana kepada masyarakat ternyata lebih sulit dilakukan pasca reformasi. Terutama dalam penggunaan alat kontrasepsi yang dimaksudkan agar pasangan didak mengalami kehamilan yang tidak direncanakan.
"Tahun 2000-an, pada awal reformasi kita melihat dan juga kita sudah menyaksikan bahwa program Keluarga Berencana mengalami situasi yang tidak mudah di lapangan," kata Ketua Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Dr. Ichsan Malik, M.Si., dalam webinar perayaan Hari Kontrasepsi Sedunia, Senin (26/9/2022).
Salah satu faktornya, menurut Ichsan, juga karena alat kontrasepsi yang ketika belum banyak difasilitasi oleh pemerintah. Sejak 2020, jenis alat kontrasepsi yang disediakan pemerintah juga semakin banyak, tidak kalah dengan yang dijual oleh swasta.
Melalui Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), alat kontrasepsi tersebut kerap dibagikan secara gratis kepada masyarakat kurang mampu.
Ichsan menegaskan bahwa pemakaian alat kontrasepsi tidak hanya bertumpu oada perempuan. Laki-laki juga harus ikut berperan dalam perencanaan keluarga berrncana tersebut.
"Sayangnya sampai sekarang memang masih tetap juga kita lihat perempuan yang jadi tumpuan untuk penggunaan alat kontrasepsi. Peran serta pria masih juga menjadi masalah sampai sekarang. Pada perayaan hari kontrasepsi sedunia ini sekaligus juga kita ingin mendorong harus ada keseimbangan penggunaan alat kontrasepsi, bukan hanya perempuan tapi juga laki-laki harus kita dorong untuk penggunaan alat kontrasepsi," tuturnya.
Penggunaan alat kontrasepsi yang seimbang pada perempuan dan laki-laki, lanjutnya, tidak hanya mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. Tapi juga menurunkan angka kematian ibu dan anak.
"Jadi saya kira, isu keseimbangan penggunaan alat kontrasepsi ke depan ini perlu menjadi isu yang penting dan harus kita kembangkan," katanya.
Sementara itu, data BKKBN tercatat bahwa kebutuhan KB masyarakat yang tidak terpenuhi hingga 2021 masih sebesar 18 persen. Target pemerintah akan menurunkan angka tersebut hingga 8,3 persen.
Baca Juga: Cara Memakai Kondom dengan Benar, Bikin Ereksi Lebih Tahan Lama
Masyarakat juga diminta agar bergeser dalam penggunaan alat kontrasepsi dari non MKJP menjadi MKJP. MKJP merupakan metode kontrasepsi yang sekali pemakaiannya untuk 3 tahun hingga seumur hidup, sedangkan non MKJP pemakainnya berkisar 1 sampai 3 bulan saja.
Contoh alat kontrasepsi MKJP seperti, IUD, implan, sterilisasi, juga metode operasi pria. Sedangkan kontrasepsi non MKJP contohnya, kondom, pil, dan suntik KB.
Berita Terkait
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Jemput Weekend Seru di Bogor! 4 Destinasi Wisata dan Kuliner Hits yang Wajib Dicoba Gen Z
- 6 Ramalan Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 4-5 Oktober 2025
Pilihan
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
Terkini
-
Kesibukan Kerja Kerap Tunda Pemeriksaan Mata, Layanan Ini Jadi Jawaban
-
Langkah Tepat Pengobatan Kanker Ovarium: Masa Remisi Lebih Panjang Hingga Tahunan
-
Katarak yang Tidak Dioperasi Berisiko Meninggal Dunia Lebih Awal, Ini Alasannya
-
Pemantauan Aktif Vaksinasi Dengue di DKI Jakarta: Kolaborasi Menuju Nol Kematian 2030
-
Atasi Pembesaran Prostat Tanpa Operasi Besar? Kenali Rezum, Terapi Uap Air yang Jadi Harapan Baru
-
Dukungan untuk Anak Pejuang Kanker, Apa Saja yang Bisa Dilakukan?
-
Anak Sering Mengeluh Mata Lelah? Awas, Mata Minus Mengintai! Ini Cara Mencegahnya
-
Dokter dan Klinik Indonesia Raih Penghargaan di Cynosure Lutronic APAC Summit 2025
-
Stop Ruam Popok! 5 Tips Ampuh Pilih Popok Terbaik untuk Kulit Bayi Sensitif
-
Fenomena Banyak Pasien Kanker Berobat ke Luar Negeri Lalu Lanjut Terapi di Indonesia, Apa Sebabnya?