Suara.com - Kasus HIV/AIDS di Indonesia masih menjadi perhatian bagi dunia kesehatan. Hal ini karena banyaknya para pasien HIV/AIDS yang masih belum mengetahui kondisinya serta cara mengobati penyakit ini.
Mantan Menteri Kesehatan RI sekaligus Ketua Badan Pembina Yayasan Kemitraan Indonesia Sehat (YKIS), Dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH mengatakan, saat ini HIV/AIDS tertinggi terjadi pada para ibu hamil (bumil) dan pelaku hubungan sesama jenis.
Hal ini terlihat dari data Kemenkes 2021 yang menunjukkan, penularan tertinggi terjadi pada ibu hamil dan pelaku hubungan sesama jenis.
Sementara, itu data lain juga penyebab HIV/AIDS di masyarakat karena berbagai masalah lainnya. Berikut data penularan HIV pada tahun 2021.
- Pelaku hubungan sesama jenis tercatat 9.826 penularan.
- Ibu hamil tercatat 4.466 penularan. Hal ini mengalami peningkatan dari 2017 yang hanya 3.873.
- Pasien tuberkulosis (TB) yaitu 4.500 dan mengalami penurunan dari sebelumnya 6.218.
- Wanita pekerja seks yang sekitar 1000-an penularan.
- Beberapa faktor lainnya seperti waria, pengguna narkotika suntikan, pasien IMS, berada di bawah 1000.
Dr. Nafsiah berharap, HIV/AIDS ini dapat ditangani pada 2030 mendatang. Hal ini dengan menangani tiga faktor, baik penularan, angka kematian, serta berkurangnya stigma dan diskriminasi.
“2030 itu diharapkan sudah bisa ending epidemi HIV AIDS. Artinya sudah ada three zero yakni, tidak adanya infeksi baru, tidak ada kematian terkait HIV dan AIDS, serta tidak adanya stigma buruk dan diskriminasi kepada para pasien,” ucap Dr. Nafsiah dalam konferensi pers Strategi Penanggulangan AIDS dalam Rangka Menuju Ending, Selasa (27/12/2022).
Selain itu, pentingnya pengetahuan masyarakat terkait HIV/AIDS juga sangat membantu untuk mencegah penularan. Hal ini juga mendorong masyarakat untuk tidak melakukan diskriminasi kepada para penderita HIV/AIDS.
“Pengetahuan masyarakat mengenai HIV/AIDS semakin luas sehingga bisa menghentikan penularan. Hal ini juga mengurangi stigma dan diskriminasi kepada para penderita kalau mereka juga punya hak dan terkadang seseorang melakukan kesalahan,” ucap Dr. Nafsiah.
Selain dari masyarakatnya, Dr. Nafsiah juga meminta pihak pemerintah terus melakukan pengawasan serta edukasi. Pihak pemerintah harus melakukan S.T.O.P (suluh atau edukasi, testing, obati yang sakit, serta memantau perkembangan penularan).
Berita Terkait
Terpopuler
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 September: Klaim Pemain 108-112 dan Hujan Gems
- Thom Haye Akui Kesusahan Adaptasi di Persib Bandung, Kenapa?
- Rekam Jejak Brigjen Helfi Assegaf, Kapolda Lampung Baru Gantikan Helmy Santika
- Saham DADA Terbang 2.000 Persen, Analis Beberkan Proyeksi Harga
- Ahmad Sahroni Ternyata Ada di Rumah Saat Penjarahan, Terjebak 7 Jam di Toilet
Pilihan
-
Gile Lo Dro! Pemain Keturunan Filipina Debut Bersama Barcelona di LaLiga
-
BCA Mobile 'Tumbang' di Momen Gajian, Netizen Mengeluh Terlantar Hingga Gagal Bayar Bensin!
-
Profil Agus Suparmanto: Ketum PPP versi Aklamasi, Punya Kekayaan Rp 1,65 Triliun
-
Harga Emas Pegadaian Naik Beruntun: Hari Ini 1 Gram Emas Nyaris Rp 2,3 Juta
-
Sidang Cerai Tasya Farasya: Dari Penampilan Jomplang Hingga Tuntutan Nafkah Rp 100!
Terkini
-
Jantung Sehat di Usia Muda: 5 Kebiasaan yang Wajib Kamu Tahu!
-
Infeksi Silang di Rumah Sakit? Linen Medis Antivirus Ini Jadi Solusi!
-
Golden Period Jadi Kunci, RS Ini Siapkan Layanan Cepat Tangani Stroke
-
Nada Tarina Pamer Bekas Jahitan Operasi, Kenapa Skoliosis Lebih Rentan pada Wanita?
-
Apa Itu Tylenol: Obat yang Diklaim Donald Trump Bisa Bikin Autis
-
Mengenal Osteosarcoma, Kanker Tulang Ganas yang Mengancam Nyawa Anak dan Remaja
-
Viral Guyonan Lelaki Manja saat Sakit, Dokter Saraf Bongkar Fakta Toleransi Nyeri
-
Bukan Cuma Pekerja, Ternyata Orang Tua juga Bisa Burnout karena Masalah Membesarkan Anak
-
Benarkah Diet Keto Berisiko untuk Kesehatan? Ini Jawaban Ahli
-
Tren Mengkhawatirkan! Mengapa Kasus Kanker pada Anak Muda Meningkat?