Suara.com - Banyak orang menganggap remeh dry eye atau mata kering pada anak. Padahal di zaman serba digital saat ini, kondisi tersebut perlu diwaspadai karena bisa merusak mata anak, dan dampaknya akan lebih sulit ditangani.
Dokter Mata Kering dan Lensa Kontak, JEC Eye Hospitals and Clinics, dr. Niluh Archi S. R., SpM, mengatakan bahwa penyakit mata pada anak yang disebabkan mata kering lebih sulit ditangani dibandingkan orang dewasa.
"Meskipun tidak ada perbedaan mata kering berdasarkan usia, tetapi proses anamnesis (wawancara medis) pada pasien anak lebih sulit ketimbang pasien dewasa. Anak seringkali belum bisa mendeskripsikan keluhan yang dirasakan secara verbal. Ini yang menjadi tantangan," ujar dr. Niluh dalam acara Bulan Peringatan Mata Kering, sekaligus Hari Anak Nasional oleh JEC Dry Eye Service yang digelar secara virtual, Selasa (31/7/2024).
Mata kering alias sindrom mata kering, adalah kelainan multifaktorial dari tear film yang menimbulkan gejala berupa rasa tidak nyaman, nyeri, mengganjal, dan mudah iritasi. Ini adalah gangguan penglihatan dan ketidakstabilan lapisan air mata dengan potensi kerusakan di permukaan mata atau kornea.
Mirisnya, kata dr. Niluh, mata kering pada anak diperparah dengan screen time atau waktu untuk menatap layar yang berlebihan. Tak main-main, laporan revealing average screen time statistics oleh Backlinko menemukan rerata screen time masyarakat Indonesia mencapai 7 jam 38 menit per hari.
Padahal berdasarkan rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), anak di bawah 1 tahun dilarang menatap layar gawai. Anak usia 1 hingga 3 tahun, screentime tidak boleh lebih dari 1 jam, namun dengan beberapa catatan khusus batita 1-2 tahun hanya boleh menatap layar yang berupa video chatting (untuk berkomunikasi).
Bagi anak usia 3 hingga 6 tahun (pra-sekolah), waktu screen time maksimal adalah satu jam per hari, dan semakin singkat semakin baik. Untuk anak usia 6 hingga 12 tahun (masa sekolah), screen time yang disarankan adalah maksimal 90 menit per hari. Dan untuk anak usia sekolah 12 hingga 18 tahun (sekolah menengah), waktu screen time tidak lebih dari 2 jam per hari.
Dr. Niluh mengatakan, screen time yang berlebih dapat memengaruhi dinamika berkedip anak, seperti berkurangnya frekuensi dan kelengkapan berkedip. Kondisi ini dapat meningkatkan kekeringan permukaan mata yang seiring waktu berpotensi memulai siklus mata kering.
Kalau mata kering pada anak sudah terjadi, maka akan sangat mengganggu aktivitas mereka, karena rasanya seperti mengganjal, sering merah, berair, terasa kering, sensasi berpasir, muncul kotoran, terasa lengket, serta kerap mengucek mata.
Baca Juga: 6 Penyebab Mata Terus Berair dan Cara Mengatasinya
“Di sini kepekaan orang tua sangatlah krusial! Orang tua harus tanggap dan kritis jika mendapati anak mulai menunjukkan gejala-gejala mata kering. Termasuk segera memeriksakan ke dokter mata. Lebih dari itu, orang tua harus tegas memberlakukan batasan screen time kepada anak. Dengan disiplin menjalankan screen time yang bijak, harapannya anak bisa terhindar dari risiko mata kering," pungkas Dr. Niluh.
Berita Terkait
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- Diskon Listrik 50 Persen PLN Oktober 2025, Begini Syarat dan Cara Dapat E-Voucher Tambah Daya!
- Shin Tae-yong Batal Comeback, 4 Pemain Timnas Indonesia Bernafas Lega
- 7 Rekomendasi Smartwatch untuk Tangan Kecil: Nyaman Dipakai dan Responsif
- 5 Bedak Padat yang Cocok untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Samarkan Flek Hitam
Pilihan
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
Terkini
-
Tak Sekadar Air Putih, Ini Alasan Artesian Water Jadi Tren Kesehatan Baru
-
Vitamin C dan Kolagen: Duo Ampuh untuk Kulit Elastis dan Imunitas Optimal
-
Smart Hospital, Indonesia Mulai Produksi Tempat Tidur Rumah Sakit yang Bisa 'Baca' Kondisi Pasien
-
Tren Minuman Bernutrisi: Dari Jamu ke Collagen Drink, Inovasi Kesehatan yang Jadi Gaya Hidup Baru
-
Perawatan Komprehensif untuk Thalasemia: Dari Transfusi hingga Dukungan Psikologis
-
Indonesia Kaya Tanaman Herbal, Kenapa Produksi Obat Alami Dalam Negeri Lambat?
-
Supaya Anak Peduli Lingkungan, Begini Cara Bangun Karakter Bijak Plastik Sejak Dini
-
Kemendagri Dorong Penurunan Angka Kematian Ibu Lewat Penguatan Peran TP PKK di Daerah
-
Gaya Hidup Modern Bikin Diabetes di Usia Muda Meningkat? Ini Kata Dokter
-
Saat Kesehatan Mata Jadi Tantangan Baru, Ini Pentingnya Vision Care Terjangkau dan Berkelanjutan