Suara.com - Masa liburan atau libur lebaran yang identik dengan suasana santai dan bebas dari rutinitas sering kali menjadi momen yang dinantikan anak-anak.
Namun, transisi dari masa libur ke hari pertama masuk sekolah ternyata bisa menjadi sumber kecemasan tersendiri bagi sebagian anak.
Kondisi ini dikenal sebagai post holiday blues, yakni perasaan sedih, cemas, atau enggan kembali ke rutinitas sekolah setelah liburan panjang.
Psikolog klinis dewasa lulusan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Teresa Indira Andani, M.Psi., menjelaskan bahwa fenomena ini umum terjadi, terutama pada anak usia 6 hingga 12 tahun.
Pada rentang usia ini, anak-anak sedang berada dalam tahap belajar mandiri dan mulai mengembangkan rasa kompetensi diri, sehingga tekanan untuk kembali ke lingkungan sekolah yang menuntut sering kali memicu stres.
“Selain rasa malas, beberapa anak juga bisa merasa cemas, misalnya takut menghadapi tugas sekolah yang menumpuk atau kesulitan beradaptasi kembali dengan teman-teman,” ujar Teresa dikutip dari ANTARA, Senin (7/4/2025).
Menurut Teresa, cara berpikir anak-anak usia sekolah dasar yang masih konkret menyebabkan mereka kesulitan memahami mengapa harus kembali menjalani rutinitas yang menuntut, setelah menikmati kesenangan selama liburan.
“Perubahan mendadak dari suasana bebas ke lingkungan yang penuh aturan bisa membuat mereka merasa tidak nyaman atau bahkan takut,” jelasnya.
Namun, tingkat adaptasi setiap anak bisa berbeda. Anak-anak yang memiliki kepekaan emosional tinggi atau mengalami kesulitan sosial mungkin memerlukan waktu dan dukungan ekstra agar bisa kembali merasa nyaman di sekolah.
Baca Juga: Rekomendasi 5 Film Lokal yang Cocok Ditonton untuk Menikmati Sisa Libur Lebaran
Untuk membantu anak mengatasi post holiday blues, Teresa merekomendasikan strategi yang ia sebut sebagai T.E.R.A.T.U.R, yakni:
- Terapkan jadwal serupa sekolah: Mengembalikan pola tidur dan makan seperti saat hari sekolah.
- Evaluasi dan ulangi kebiasaan belajar: Ajak anak mengingat kembali aktivitas belajar ringan di rumah.
- Rangsang interaksi: Dorong anak untuk mulai berkomunikasi lagi dengan teman sekolahnya.
- Aktifkan minat sekolah: Ingatkan hal-hal menyenangkan di sekolah, seperti pelajaran favorit atau kegiatan ekstrakurikuler.
- Tumbuhkan perasaan positif: Beri apresiasi atas semangat kecil yang ditunjukkan anak.
- Ulangi rutinitas pagi: Bangunkan anak dengan cara yang menyenangkan agar siap menghadapi hari.
- Ringankan kecemasan: Buka ruang komunikasi agar anak bisa menyampaikan apa yang mereka rasakan.
“Memberikan pujian atau hadiah kecil saat anak menunjukkan semangat kembali ke sekolah dapat menjadi dorongan positif,” tambah Teresa.
Selain itu, melibatkan anak dalam persiapan perlengkapan sekolah juga bisa menjadi bagian dari proses penyesuaian yang menyenangkan. Misalnya, memilih alat tulis baru atau menata ulang meja belajar bersama-sama.
Teresa juga menekankan bahwa peran guru tidak kalah pentingnya dalam masa transisi ini. Guru dapat menciptakan suasana yang hangat dan tidak menekan pada hari-hari pertama masuk sekolah.
“Misalnya dengan mengadakan permainan ringan, kegiatan bercerita, atau memberi waktu untuk anak berbagi pengalaman liburannya. Ini bisa membantu mengurangi kecemasan dan membangun kembali semangat anak,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa bila kecemasan anak tampak berkepanjangan atau justru semakin parah, orang tua sebaiknya tidak ragu untuk berkonsultasi dengan profesional, seperti psikolog anak, untuk mendapatkan pendampingan lebih lanjut.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Murah untuk Aktivitas Harian Pemula, Biaya Operasional Rendah
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- 7 Rekomendasi Bedak Padat Anti Dempul, Makeup Auto Flawless dan Anti Cakey
- 51 Kode Redeem FF Terbaru 8 Desember 2025, Klaim Skin Langka Winterlands dan Snowboard
- Sambut HUT BRI, Nikmati Diskon Gadget Baru dan Groceries Hingga Rp1,3 Juta
Pilihan
-
Rekomendasi 7 Laptop Desain Grafis Biar Nugas Lancar Jaya, Anak DKV Wajib Tahu!
-
Harga Pangan Nasional Hari Ini: Cabai Sentuh Rp70 Ribu
-
Shell hingga Vivo sudah Ajukan Kuota Impor 2026 ke ESDM: Berapa Angkanya?
-
Kekhawatiran Pasokan Rusia dan Surplus Global, Picu Kenaikan Harga Minyak
-
Survei: Kebijakan Menkeu Purbaya Dongkrak Optimisme Konsumen, tapi Frugal Spending Masih Menguat
Terkini
-
Pemeriksaan Hormon Sering Gagal? Kenali Teknologi Multiomics yang Lebih Akurat
-
Di Balik Prestasi Atlet, Ada Peran Layanan Kesehatan yang Makin Krusial
-
Terobosan Baru Pengobatan Diabetes di Indonesia: Insulin 'Ajaib' yang Minim Risiko Gula Darah Rendah
-
Di Balik Krisis Penyakit Kronis: Mengapa Deteksi Dini Melalui Inovasi Diagnostik Jadi Benteng Utama?
-
Cara Mencegah Stroke Sejak Dini dengan Langkah Sederhana, Yuk Pelajari!
-
12 Gejala Penyakit ISPA yang Wajib Diwaspadai, Serang Korban Banjir Sumatra
-
Stop Gerakan Tutup Mulut! 3 Metode Ampuh Bikin Anak Lahap MPASI di Usia Emas
-
Bukan Hanya Estetika: Ini Terobosan Stem Cell Terkini yang Dikembangkan Ilmuwan Indonesia
-
Kolesterol Jahat Masih Tinggi, 80 Persen Pasien Jantung Gagal Capai Target LDL-C
-
Waspada Ancaman di Tanah Suci: Mengapa Meningitis Jadi Momok Jemaah Haji dan Umrah Indonesia?